Hadapi Turbulensi di Industri Penerbangan dengan Kolaborasi
Tahun 2020 menjadi ”tahun turbulensi” bagi pelaku industri penerbangan di dunia. Sejumlah lembaga memperkirakan pemulihan membutuhkan waktu yang lama. Kolaborasi antarpihak diperlukan guna menghadapi turbulensi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri penerbangan saat ini tengah menghadapi ”turbulensi” berkepanjangan akibat pandemi Covid-19. Kolaborasi pemangku kepentingan dibutuhkan untuk mencari solusi dan mendukung kegiatan penerbangan dalam kaitan menumbuhkan perekonomian nasional.
Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan, tidak ada yang menduga Covid-19 akan merebak di seluruh dunia, termasuk merebak di Indonesia. Pasar industri penerbangan di Tanah Air pun ikut terpukul.
”Pemerintah bersama INACA dan para pemangku kepentingan saat ini memiliki kesamaan visi untuk terus melangsungkan kegiatan ekonomi,” kata Denon pada seminar dalam jaringan Golden Anniversary INACA, Kamis (15/10/2020) malam.
Upaya ini perlu terus didukung karena, tanpa koordinasi baik, akan sukar melakukan kegiatan transportasi di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penumpang angkutan udara domestik sepanjang Januari-Agustus 2020 sekitar 21,6 juta orang. Angka itu turun 56,99 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 yang mencapai 50,3 juta orang.
Kondisi serupa terjadi di penerbangan internasional. Jumlah penumpang angkutan udara ke luar negeri, baik menggunakan penerbangan nasional maupun asing, sepanjang Januari-Agustus 2020, terdata 3,48 juta orang. Jumlah ini anjlok 71,51 persen dibandingkan dengan periode sama 2019 yang mencapai 12,2 juta orang.
Turbulensi
Ketua Dewan Pembina INACA yang juga Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menuturkan, tahun 2020 adalah tahun penuh turbulensi yang sangat menantang bagi pelaku industri penerbangan di dunia. Pada dasarnya ada dua krisis yang saat ini harus dihadapi, yakni krisis kesehatan yang kemudian berlanjut ke krisis ekonomi sebagai dampak Covid-19.
Ada maskapai yang sudah mengalami kebangkrutan atau sejak awal akibat pandemi. Namun, banyak maskapai, termasuk di Indonesia, yang melakukan segala upaya untuk memastikan industri penerbangan tetap bisa bertahan.
”Dan, kemudian terus-menerus menjalankan mandat yang diberikan oleh pemegang saham serta memberikan inspirasi dan harapan kepada karyawan-karyawan bahwa kami masih bisa bertahan menghadapi situasi ini,” kata Irfan.
Meskipun pelaku industri penerbangan menyadari, bahkan International Air Transport Association (IATA) juga menyatakan, dibutuhkan waktu sangat panjang, yakni sampai tahun 2024, untuk kembali pada kondisi seperti sebelum tahun 2019. Estimasi seperti ini dinilai sangat mengkhawatirkan.
Terkait hal tersebut, pemangku kepentingan di industri penerbangan pun perlu berupaya memikirkan langkah dan cara untuk memastikan operasional penerbangan masih dapat dijalankan pada tahun-tahun ke depan.
Konektivitas
Sebagai maskapai nasional, Garuda Indonesia, memiliki mandat untuk memastikan konektivitas selalu terjaga. Termasuk dalam hal ini melayani repatriasi warga negara Indonesia dan warga negara asing yang ingin pulang ke tanah air. ”Walaupun penerbangan-penerbangan yang kami lakukan bukanlah merupakan suatu penerbangan yang menghasilkan keuntungan,” kata Irfan.
Irfan mengajak pelaku industri penerbangan terus mengedepankan optimisme, mengesampingkan keluhan, dan terus berpikir kreatif. Hal itu dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan industri penerbangan menghadapi kondisi penuh tekanan.
Ketua Penerbangan Tidak Berjadwal INACA Arif Wibowo menuturkan, kebersamaan dibutuhkan agar pelaku industri penerbangan mampu menghadapi dan melewati tekanan bisnis akibat pandemi Covid-19.
”Kalau dilihat sampai hari ini, semua common interest yang dibangun INACA menunjukkan kita sangat solid untuk saling berkomunikasi dan berkolaborasi,” kata Arif.
Soliditas tersebut diharapkan membawa industri penerbangan semakin sehat serta mendorong pertumbuhan dan keberlanjutan perusahaan. Pertumbuhan kini menjadi harapan di tengah berbagai proyeksi mengenai pelambatan.
”Kami yakin, dengan segala upaya yang sedang diupayakan bersama, baik untuk penerbangan berjadwal maupun tidak berjadwal, industri (penerbangan) ini akan tetap tumbuh,” kata Arif.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menuturkan, dalam kiprahnya, INACA selalu menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan penerbangan di Indonesia. Kerja sama ini diharapkan terus terjalin erat.
”Saya sangat mengerti, dunia penerbangan mengalami kesulitan di masa pandemi ini. Namun, mari kita berjuang bersama, menangani semua kesulitan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan,” kata Budi.