Softbank, konglomerat Jepang untuk pendanaan perusahaan teknologi, mengumumkan akan membentuk perusahaan khusus untuk tujuan akuisisi. Penggalangan dana Softbank dilakukan melalui program Vision Fund 2.
Oleh
Andreas Maryoto
·5 menit baca
Setiap saat semua mata selalu diarahkan ke Softbank, konglomerat Jepang untuk pendanaan perusahaan teknologi. Mereka mengamati aksi-aksi korporasi yang dilakukan oleh perusahaan yang mendanai ratusan usaha rintisan di sejumlah negara itu. Sejak tahun lalu, langkah mereka tak terlalu mulus.
Tahun ini, seri kedua penggalangan dana melalui Vision Fund 2 juga tidak jelas arahnya. Namun, awal pekan ini, mereka mengejutkan publik ketika Softbank mengumumkan akan membentuk perusahaan khusus untuk tujuan akuisisi.
Tahun lalu adalah tahun berantakan bagi Softbank setelah tahun-tahun sebelumnya sukses dalam berinvestasi. Ada beberapa langkah mereka yang tak mulus. Sejumlah usaha rintisan yang mendapat dana dari program pendanaan bernama Vision Fund 1, sindikasi pendanaan Softbank yang berisi sejumlah investor besar global, ternyata mendapat masalah.
Jumlah dana yang dikucurkan sejak awal pendanaan sampai akhir tahun lalu mencapai 100 miliar dollar AS, yang merupakan pengumpulan dana dari berbagai lembaga keuangan dari sejumlah negara. Usaha rintisan yang mendapat pendanaan juga berasal dari sejumlah negara.
Ketika usaha rintisan di bidang transportasi Uber masuk ke bursa, harga sahamnya tak naik dan bahkan valuasinya mengalami penurunan. Harga saham Uber sekarang di bawah waktu mereka melakukan penawaran saham perdana. Kemudian, saat hendak melakukan penawaran saham perdana Wework, sebuah usaha rintisan properti, sejumlah masalah muncul.
Penawaran pembelian saham kepada sejumlah investor privat sebelum masuk ke lantai bursa direspons pesimistis. Mereka kurang yakin dengan masa depan bisnis Wework hingga penawaran saham perdana itu batal. Usaha rintisan di bidang penginapan bernama Oyo yang berbasis di India juga bermasalah hingga sejumlah karyawan terpaksa mengalami pemutusan hubungan kerja.
Awal tahun ini, Vision Fund 2 sempat ditunggu berbagai kalangan, tetapi respons investor sepertinya belum pulih. Program itu sepertinya tidak berjalan sesuai dengan rencana. Beberapa investor dikabarkan masih bersikap menunggu. Investor lebih memilih sikap untuk memperhatikan secara detail masa depan bisnis usaha rintisan yang didanai dibandingkan dengan masuk ke Vision Fund 2.
Valuasi tidak lagi menjadi patokan. Mereka lebih melihat kondisi riil usaha rintisan dan rencana bisnis mereka ke depan. Investor tak lagi terpukau dengan valuasi yang kadang membuat mereka terbuai. Pengalaman Wework menjadikan mereka benar-benar perlu berhati-hati.
Kabar mengejutkan muncul Senin lalu ketika Kepala Vision Fund Rajeev Misra dalam forum 2020 Milken Institute Global Conference mengatakan, mereka tengah menyiapkan perusahaan khusus untuk tujuan akuisisi (special purpose acquisition company) atau yang biasa disingkat SPAC.
Dengan kendaraan ini, Vision Fund tak hanya mengandalkan investor privat, tetapi juga investor publik yang ingin ikut bergabung di dalam Vision Fund. Intinya, makin banyak pihak bisa bergabung dalam sindikasi pendanaan dibandingkan dengan selama ini yang lebih banyak diisi investor privat.
SPAC ini kadang disebut sebagai perusahaan cek kosong. Perusahaan ini terlihat tidak mempunyai kegiatan operasi riil, tetapi mempunyai rencana untuk melakukan penawaran saham kepada publik dengan tujuan mengumpulkan dana untuk membiayai akuisisi atau merger terhadap perusahaan.
Dana yang digunakan berasal dari penawaran saham perdana itu. Perusahaan ini memungkinkan investor ritel membeli ekuitas perusahaan. Untuk menjamin keamanan investasi, otoritas biasanya telah mensyaratkan kriteria secara jelas berikut dengan kerangka waktunya bagi SPAC yang mencari dana publik.
Menurut laman CNBC, dalam dua pekan ke depan detail rencana itu akan dikabarkan ke publik. Perusahaan ini akan dioperasikan oleh sejumlah penasihat investasi Vision Fund. Mereka yang sudah masuk ke dalam Vision Fund 2 akan bergabung bersama dengan investor dari luar sindikasi itu.
Tujuan utama dari SPAC ini sudah pasti mengakuisisi berbagai usaha rintisan yang lagi tumbuh dan berkembang. Pendiri Softbank, Masayoshi Son, memang dikenal piawai dalam melakukan akuisisi. Beberapa usaha rintisan yang didanai mereka di antaranya Alibaba, Yahoo, Bytedance, Grab, dan Tokopedia.
SPAC sepertinya menjadi jalan keluar dari kebutuntuan kelanjutan Vision Fund 2. Mereka sulit mendapatkaan korporasi yang mau bergabung dalam program itu. Sementara mereka melihat investor-investor yang tidak terlalu besar, tetapi sangat boleh jadi berminat bergabung karena melihat usaha rintisan masih memberikan daya tarik.
Pandemi juga mungkin menjadi dorongan mereka untuk mencari jalan keluar menggalang dana. Mereka masih yakin, apalagi saat pandemi, usaha rintisan pasti mempunyai cara-cara solutif di tengah pembatasan. Cara ini juga memungkinkan Softbank untuk meraih kembali kepercayaan para investor besar dalam pendanaan.
Strategi ini diduga juga merupakan upaya Softbank untuk mendapatkan dana tunai di pasar. Dana tunai dibutuhkan untuk investasi baru ataupun investasi lama yang kini menemui masalah saat pandemi. Beberapa usaha rintisan stagnan karena ikut lesu bersamaan dengan resesi di sejumlah negara sehingga membutuhkan dana tunai.
Di sisi lain, harga usaha rintisan mungkin sedang terdiskon ketika ekonomi sedang bermasalah sehingga mereka bisa membeli dengan harga murah. Kabarnya, beberapa usaha rintisan di sejumlah negara mengalami penurunan valuasi akibat pandemi.
Masayoshi mungkin memiliki keyakinan besar bahwa investor publik masih memiliki sejumlah dana yang jika digalang bisa sangat besar dan juga mereka lebih berani melakukan investasi dibandingkan dengan investor besar yang terus-menerus ragu dan menunggu untuk bergabung dalam Vision Fund 2 setelah masalah menimpa usaha rintisan di Vision Fund 1.
Di tengah resesi, banyak investor yang mungkin juga bingung menanamkan uangnya. Softbank mungkin melirik perkembangan ini sehingga mereka tertarik dengan penawaran SPAC. Kita menunggu jalan baru yang dipilih Softbank di tengah masalah yang menumpuk. Softbank kerap kali memberikan kejutan kepada publik sehingga langkah dia tetap menarik perhatian, baik investor maupun usaha rintisan.