Ribuan Pencari Kerja di NTT Butuh Lowongan Pekerjaan
Ribuan pencari kerja di Nusa Tenggara Timur saat ini sedang mencari lowongan pekerjaan di tengah pandemi Covid-19. Warga yang sebelumnya biasa bepergian mencari kerja hingga ke luar negeri kini bertahan di desa.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Ribuan pencari kerja di Nusa Tenggara Timur saat ini sedang mencari lowongan pekerjaan di tengah pandemi Covid-19 ini. Mereka yang sebelumnya biasa bepergian ke luar daerah ini mencari kerja sekarang terpaksa bertahan di desa asal dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Sekretaris Komisi V DPRD Nusa Tenggara Timur Johanes Rumat di Kupang, Rabu (14/10/2020), mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT telah mengeluarkan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) asal NTT sejak awal 2019. Saat ini, ribuan pencari kerja tersebar di 22 kabupaten/kota di NTT dari berbagai latar belakang pendidikan, termasuk sarjana.
Selain moratorium TKI ilegal ke luar NTT, adanya pandemi Covid-19 juga menyebabkan negara-negara yang menjadi sasaran para pencari kerja dari provinsi ini, seperti Malaysia, tidak lagi menerima mereka.
Para pencari kerja asal NTT benar-benar kehilangan peluang kerja.
Demikian pula, provinsi lain, seperti Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Papua, yang selama ini mempekerjakan mereka di perkebunan kelapa sawit pun tidak menerima karyawan. ”Para pencari kerja asal NTT benar-benar kehilangan peluang kerja,” kata Rumat.
Kemarau panjang, kekeringan, gagal panen, kemudian ditambah pandemi Covid-19 membuat masyarakat benar-benar tak berdaya. Di puncak kemarau seperti sekarang, sejumlah pangan lokal terancam punah. Di sisi lain, daya beli masyarakat rendah.
Dalam kondisi seperti sekarang, Pemprov NTT harus memberi kesempatan kerja kepada para pencari kerja itu. Proyek padat karya dana desa, dana alokasi khusus, bantuan operasional sekolah untuk rehab sekolah, dan bantuan operasional kesehatan, termasuk pemberdayaan ekonomi masyarakat pada masa pandemi Covid-19, harus melibatkan pencari kerja ini. Jika pengelolaan dana-dana itu memungkinkan dilakukan masyarakat, tidak perlu ditangani kontraktor.
”Pegawai yang bisa bertahan dengan nyaman saat ini PNS, tetapi di luar itu terus terancam. Perusahaan swasta terus melakukan pengurangan karyawan, pemotongan gaji, dan berbagai kebijakan lain untuk mempertahankan perusahaan. Kondisi masyarakat bawah, apalagi NTT yang sebagian besar masyarakat masuk kategori warga miskin, tentu semakin terpuruk,” katanya.
Pemutusan hubungan kerja
Di sisi lain, harga bahan pokok terus bergerak naik. Pemutusan hubungan kerja di sejumlah perusahaan, pengurangan gaji karyawan, dan peluang kerja bagi sejumlah warga di beberapa perusahaan tidak berlanjut terus membayangi. Mayoritas pekerja memiliki istri (suami) dan anak-anak serta anggota keluarga lain yang harus mereka biayai.
Beberapa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) milik warga ditutup atau berhenti beroperasi karena tidak ada konsumen yang berminat belanja. Usaha pembuatan batako, taman bunga (hias), serta usaha pengumpulan batu dan pasir, misalnya, sepi peminat.
Ia mengatakan, NTT mungkin satu-satunya provinsi yang tidak memiliki program pemberdayaan ekonomi masyarakat akibat pandemi Covid-19. Proyek tanam jagung panen sapi dengan anggaran Rp 25 miliar dari Pemprov diprioritaskan ke sektor pertanian dan peternakan, bukan UMKM atau langsung pada pemberdayaan ekonomi warga.
Proyek bantuan langsung tunai, bantuan sosial tunai, Program Keluarga Harapan, dan beras untuk warga miskin yang berlangsung selama ini berasal dari pemerintah pusat. ”Pemprov, dalam laporan pada awal pandemi Covid-19, menjelaskan bahwa mereka menganggarkan Rp 810 miliar untuk pandemi Covid-19, tetapi ke mana dana itu. Belum ada program pemberdayaan ekonomi masyarakat,” ucap Rumat.
Sangat ketat
Koordinator Pekerja Migran NTT Maria Hingi mengatakan, sejak masa pandemi Covid-19, pekerja migran Indonesia (PMI) berstatus ilegal pun tidak lagi pergi ke luar negeri, termasuk Malaysia. Negara-negara tujuan PMI asal NTT itu sangat ketat melarang warga dari negara lain masuk sebagai pencari kerja.
Bahkan, PMI ilegal yang berada di luar negeri telah dipulangkan. Saat ini ribuan pencari kerja yang tersebar di 22 kabupaten/kota membutuhkan pekerjaan dari pemerintah. Selain yang baru pulang dari Malaysia, mereka juga adalah yang selama ini berada di NTT dan belum mendapatkan pekerjaan sama sekali.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia NTT Stanis Tefa mengatakan, sekitar 5.000 pekerja di NTT mengalami pemutusan hubungan kerja. Sekitar 2.000 pekerja sebelumnya dijanjikan perusahaan hanya dirumahkan sementara waktu. Akan tetapi, kondisi keuangan perusahaan tidak membaik sehingga mereka lantas diberhentikan total. Sementara 3.000 pekerja memang diberhentikan sejak awal masa pandemi Covid-19 sampai hari ini.
Ia mengatakan, jumlah pencari kerja di NTT lebih dari 200.000 orang. Sebanyak 70.000 orang di antaranya sarjana, sisanya lulusan SMA, SMP, dan SD. Mereka sangat bergantung pada lowongan yang tersedia di kantor-kantor pemerintah daerah. Tidak ada perusahaan berskala besar yang mampu menampung para pencari kerja.
Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah NTT Marius Jelamu mengatakan, para pencari kerja itu sebagian besar sedang ditangani di kabupaten/kota melalui berbagai proyek padat karya, termasuk padat karya dana desa. Mereka juga telah mendapatkan bantuan langsung tunai, bantuan sosial tunai, dan bantuan raskin dari pusat.
”Selesai bantuan dari pusat, bantuan dari Pemprov akan digelontorkan. Jadi, tidak semua bantuan diturunkan sekaligus, tetapi bertahap,” katanya.
Pemprov mendorong generasi muda memanfaatkan teknologi internet yang ada agar terus berkreasi membangun aplikasi khusus untuk memasarkan produk-produk unggulan NTT. Saat ini sudah lebih dari 1.000 mahasiswa dikirim ke Australia untuk belajar bagaimana mengelola pariwisata.