Pertahankan Suku Bunga Acuan, BI Dinilai Berhati-hati
Bank Indonesia menahan suku bunga acuan pada posisi 4 persen dalam Rapat Dewan Gubernur BI yang berlangsung pada 12-13 Oktober 2020.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah ruang penurunan suku bunga akibat inflasi yang rendah, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Keputusan ini dinilai menjadi tanda sikap kehati-hatian BI.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 12-13 Oktober 2020 memutuskan, BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan tetap di posisi 4 persen. Adapun suku bunga simpanan rupiah bank di BI 3,25 persen dan suku bunga pinjaman rupiah bank dari BI 4,75 persen. Suku bunga acuan 4 persen ditetapkan BI dalam RDG pada Juli 2020, turun dari 4,25 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Keputusan juga dibentuk dengan mempertimbangkan tren deflasi sebagai salah satu indikator perekonomian.
”Inflasi akan rendah. Diperkirakan, pada akhir tahun ini inflasinya di bawah 2 persen,” ujarnya saat konferensi pers pengumuman hasil RDG BI secara dalam jaringan, Selasa (13/10/2020).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, deflasi pada Juli, Agustus, dan September 2020 masing-masing 0,1 persen, 0,05 persen, dan 0,05 persen. Sepanjang Januari-September 2020, inflasi Indonesia 0,89 persen.
Di sisi lain, tambah Perry, rupiah terdepresiasi 5,56 persen per 12 Oktober 2020 dibandingkan dengan posisi pada akhir 2019. Nilai tukar rupiah berpotensi menguat dan posisinya secara fundamental masih di bawah nilai semestinya. Potensi penguatan itu, antara lain, ditopang defisit transaksi berjalan yang rendah.
Perry menyebutkan, neraca transaksi berjalan pada triwulan-III 2020 diperkirakan surplus. Surplus neraca perdagangan yang lebih dari proyeksi turut berkontribusi. Hal ini juga berdampak pada surplus neraca pembayaran pada triwulan-III 2020 walaupun investasi portofolio asing senilai 1,24 miliar dollar AS keluar Indonesia.
Berdasarkan data BI, surplus neraca pembayaran Indonesia pada triwulan-II 2020 sebesar 9,24 miliar dollar AS. Data yang sama menunjukkan, defisit transaksi berjalan 2,86 miliar dollar AS, sedangkan transaksi modal surplus 6 juta dollar AS dan transaksi finansial surplus 10,51 miliar dollar AS.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai, keputusan BI mempertahankan suku bunga menandakan sikap yang hati-hati.
”BI terlihat berjaga-jaga dalam beberapa waktu mendatang untuk mengantisipasi faktor domestik yang menyebabkan arus modal yang keluar. Contohnya, RUU Cipta Kerja yang menimbulkan gejolak sehingga berpotensi berpengaruh pada sentimen atau sisi psikologis investor,” tuturnya.
Faisal menyebutkan, BI sebenarnya memiliki ruang penurunan suku bunga acuan lantaran tren deflasi pada Juli-September. Akan tetapi, penurunan tersebut berpotensi tidak tertransmisi dengan optimal ke sektor riil.
Keputusan BI mempertahankan suku bunga menandakan sikap yang hati-hati.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menilai, keputusan BI cukup berhati-hati dan tepat untuk menjamin stabilitas ekonomi makro nasional karena ketidakpastian di tingkat global masih tergolong tinggi. Ketidakpastian itu mempengaruhi persepsi pasar global dan fluktuasi nilai tukar rupiah.
Akan tetapi, kebijakan tersebut hanya berfungsi untuk menjaga stabilitas dan belum terasa manfaatnya pada peningkatan kegiatan perekonomian. ”Suku bunga pinjaman riil yang dikenakan dan harus dibayar pelaku usaha masih sama saja sehingga tidak atraktif untuk meningkatkan kredit usaha dalam jangka pendek,” ujarnya.
Zona hijau
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau pada posisi 5.132,57, Selasa, atau menguat 0,78 persen dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Menurut Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee, keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan menjadi sentimen positif yang menopang pergerakan IHSG. ”Kebijakan ini menegaskan independensi BI di tengah isu revisi Undang-Undang BI yang sempat mempengaruhi pasar,” ujarnya.
Dengan mempertahankan suku bunga di posisi 4 persen, imbal hasil yang ditawarkan Indonesia pada investor tergolong menarik. Intensi BI untuk menjaga nilai tukar rupiah membuat pasar berekspektasi proses importasi lebih menguntungkan serta pembayaran utang dengan dollar AS lebih aman dan terkendali.