Koperasi Belum Memiliki Peran Sentral dalam Pemulihan Ekonomi Nasional
Dalam pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional, koperasi hanya dilibatkan dalam proses pendataan dan informasi calon penerima Bantuan Presiden (Banpres) Produktif usaha mikro.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koperasi, yang saat ini berjumlah sekitar 123.000 unit dan beranggotakan 23 juta orang, memegang peran penting dalam inklusi keuangan. Namun, dalam praktiknya, koperasi belum diberikan peran sentral di semua kegiatan ekonomi, termasuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Ketua Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo) Frans M Panggabean, di Jakarta, Selasa (13/10/2020), mengatakan, dalam pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional, koperasi hanya dilibatkan dalam proses pendataan dan informasi calon penerima Bantuan Presiden (Banpres) Produktif usaha mikro. Pada program ini, setiap pelaku usaha mikro penerima mendapat Rp 2,4 juta.
”Data ini kami informasikan melalui dinas koperasi. Pada praktiknya, eksekusi bantuan produktif itu nantinya dicairkan melalui rekening perbankan,” ujarnya dalam seminar daring ”Potret Lembaga Pembiayaan Mikro di Masa Pandemi Covid-19: Mitigasi dan Adaptasi” yang digelar Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Menurut Frans, ada baiknya pemerintah juga memercayai koperasi untuk ikut menyalurkan dana Banpres Produktif. Jika mendapatkan kepercayaan itu, Askopindo akan terbuka dengan audit dan pengawasan terkait pemenuhan kualifikasi dan persyaratan dalam menjalankan praktik pengelolaan yang baik.
Survei Bank Dunia pada 2015 menunjukkan peran penting koperasi dalam inklusi keuangan. Survei tersebut menunjukkan koperasi yang memberikan layanan keuangan di Indonesia telah menjadi media akses keuangan pertama kalinya bagi masyarakat sebesar 72 persen, sebelum mereka mendapatkan layanan di lembaga keuangan formal.
”Ke depan koperasi juga harus diberi peran vital dalam transformasi ekonomi kerakyatan. Pemerintah perlu mengatur secara konkret perlindungan dan keberpihakan pada koperasi,” katanya.
Dalam pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional, koperasi hanya dilibatkan dalam proses pendataan dan informasi calon penerima Banpres Produktif usaha mikro.
Pasal 63 Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyebutkan, pemerintah dapat menetapkan kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh koperasi. Pemerintah dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lain.
Oleh karena itu, lanjut Frans, penciptaan ekosistem yang saling mendukung, melindungi, dan menopang antarpelaku ekonomi membutuhkan legitimasi aturan agar dapat menjadi pedoman. ”Di dalam Rancangan UU Cipta Kerja, hal ini sudah terakomodasi pada kluster perkoperasian, yakni dalam konsep kemitraan,” ujarnya.
Dia berharap semangat mendukung koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam UU Cipta Kerja menjadi sebuah titik awal yang baik. Namun, peraturan pemerintah turunannya harus memperjelas konsep kemitraan antara pelaku usaha besar, swasta, serta badan usaha milik negara dengan koperasi dan UMKM.
UU Cipta Kerja menjadi sebuah titik awal yang baik. Namun, peraturan pemerintah turunannya harus memperjelas konsep kemitraan antara pelaku usaha besar, swasta, serta badan usaha milik negara dengan koperasi dan UMKM.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia karena menyumbang 60 persen produk domestik bruto (PDB) nasional. Selain itu, UMKM juga menyerap 97 persen tenaga kerja.
Di sisi lain, UMKM juga masih menghadapi berbagai kendala, termasuk di dalamnya UMKM informal yang jumlahnya 52,5 persen dari total UMKM nasional. ”Di perbankan kami biasa menyebutnya belum bankable. Perlu ada keberpihakan agar mereka kemudian bisa tersambung perbankan,” katanya.
Di tengah pandemi ini, bank-bank anggota Perbarindo juga telah mendukung program restrukturisasi kredit yang digulirkan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan. Perbarindo mencatat, hingga 25 Agustus 2020 sebanyak 1.282 BPR, terdiri dari 1.163 BPR konvensional dan BPR Syariah, telah merestrukturisasi kredit nasabah.
Realisasi restrukturisasi kredit itu Rp 16,83 triliun dengan jumlah debitor mencapai 331.000 debitor. Rinciannya, Rp 11,77 triliun bagi 275.000 debitor UMKM dan Rp 5,06 triliun bagi 56.000 debitor non-UMKM.
Dalam keterangan resmi, Selasa, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengemukakan, selama ini baru 11 persen UMKM yang terhubung bank. Kehadiran UU Cipta Kerja nanti akan mempermudah UMKM mengakses perbankan.
”Bahkan, kegiatan usaha bisa dijadikan agunan untuk memperoleh pembiayaan,” katanya.
Teten menambahkan, pendirian koperasi, perseroan terbatas (PT), dan perizinan bagi UMKM juga dipermudah. Misalnya saja, syarat pendirian koperasi yang sebelumnya minimal 20 orang, kini hanya 9 orang. Kemudahan ini dapat mendorong transformasi dari usaha informal menjadi formal dan dari yang sebelumnya tidak terhubung menjadi tersambung perbankan.