Kultur Wirausaha
Kultur wirausaha mesti dibentuk dan perlu proses jangka panjang, bukan seketika jadi.
Sekian tahun lalu, neneknya berjualan putu mayang di pinggir jalan di Singapura. Generasi berikutnya mengelola bisnis makanan itu dengan adopsi teknologi pangan sehingga beromzet besar. Cerita serupa dialami generasi penjual cendol dan kue tradisional yang ditayangkan Asian Food Channel, pekan lalu.
Di Amerika Serikat dan China, hampir semua usaha besar berawal dari usaha kecil. Kultur wirausaha sepertinya menempel di bangsa-bangsa besar.
Kita kadang sedih ketika melihat orang-orang di sekitar kita. Neneknya berjualan bubur. Setelah sekian lama, usaha itu terhenti, atau jika berlanjut, sangat sedikit yang membesar. Orangtuanya tukang kayu, anaknya tak beranjak dari usaha itu atau bekerja serabutan karena malu dengan usaha orangtuanya. Ayahnya petani sukses, tetapi generasi berikutnya tak meneruskan usaha itu dan malah jadi buruh di kota.
Apabila ada usaha yang membesar, adopsi teknologi dan manajemen pengelolaan bisnis masih kurang diterapkan sehingga banyak yang stagnan atau tak berkelanjutan. Kisah-kisah usaha kecil yang membesar masih perlu diperbanyak sehingga bangsa kita memiliki kultur wirausaha kuat. Saat ini sebenarnya tepat membangun kultur wirausaha di tengah situasi kaum milenial banyak yang tertarik dengan dunia bisnis sehingga semangat wirausaha bisa menular.
Membangun kultur wirausaha ternyata tidak bisa dalam waktu sekejap. Kemunculan anak-anak muda yang belakangan ini memilih berwirausaha bisa menjadi pendorong. Setidaknya, impian menjadi wirausaha tidak lagi distigma seperti masa lalu. Dulu, wirausaha disebut memiliki masa depan yang tidak jelas sehingga orangtua tidak mendukung anaknya berwirausaha. Saat ini, menjadi wirausaha termasuk profesi yang bergengsi dan membanggakan.
Baca juga : Bebas dari Dunia Kecil
Akan tetapi, semua itu belum cukup untuk membangun kultur wirausaha. Kultur ini harus dibangun sejak kecil dengan mengenalkan sifat-sifat berani mengambil risiko, membangun relasi berdasarkan saling percaya, sikap mau berbagi, dan sifat dermawan. Semua ini dikenalkan terus-menerus di berbagai jenjang pendidikan dan merupakan proses panjang alias bukan sekali jadi. Pada ujungnya, semua itu akan membentuk masyarakat yang kaya kemampuan, nilai, keyakinan, dan perilaku yang berhubungan dengan wirausaha.
Membangun kultur wirausaha ternyata tidak bisa dalam waktu sekejap.
Dalam kajian yang diterbitkan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), kultur wirausaha akan terbentuk dalam waktu lama. Ciri-ciri ketika kultur wirausaha mulai muncul ialah citra profesi wirausaha membaik, kisah sukses yang kian banyak, dampak bagi masyarakat mulai dirasakan, dan tumbuh motivasi yang kuat di antara masyarakat untuk memulai bisnis. Untuk membangun kultur itu, tidak bisa digantungkan pada satu institusi. Semua berada di dalam ekosistem yang saling mendukung.
Kultur wirausaha juga menjadi perhatian berbagai kalangan di Eropa. Mereka mengaku tertinggal, bahkan mengaku kalah cepat dibandingkan dengan Amerika Serikat dan China dalam pengembangan wirausaha modern. Padahal, dalam sejarah, mereka melahirkan wirausaha hebat meskipun dalam pengembangan teknologi digital belakangan kalah cepat daripada AS dan China.
Situasi di Indonesia saat ini sebenarnya sudah sesuai dengan ciri-ciri yang disebut OECD ketika wirausaha memiliki citra positif di masyarakat. Saat ini terlihat semakin banyak orang yang berpeluang menjadi wirausaha serta investor dan organisasi ingin mengambil risiko mendukung wirausaha.
Semangat itu tidak boleh padam meskipun kadang iming-iming terjun di politik dan pemerintahan menggoda mereka. Keinginan menjadi wirausaha juga tidak boleh padam ketika muncul gejolak politik dan sosial.
Kita menginginkan suatu saat Indonesia mempunyai wirausaha besar yang tumbuh dari usaha kecil seperti di AS. Mereka lahir dan bisa mengubah dunia. Thomas Alva Edison mendirikan General Electric, Jeff Bezos mendirikan Amazon, Mark Zuckerberg mendirikan Facebook, dan Larry Page mendirikan Google dari usaha yang sangat kecil. Mereka tidak tiba-tiba menjadi besar.
Baca juga : Harapan pada Kaum Milenial
Mereka mengalami berbagai proses sehingga kini sukses karena orang-orang di sekitarnya memiliki kultur wirausaha dan ekosistemnya mendukung.
Keinginan menjadi wirausaha juga tidak boleh padam ketika muncul gejolak politik dan sosial.
Terlepas dari semua itu, ada tips kecil yang perlu mendapat perhatian. Di hampir semua upaya menumbuhkan wirausaha selalu ada saran, kegagalan kecil sebaiknya ditoleransi dan tidak dipermasalahkan agar semangat terus menyala. Media juga disarankan makin banyak mengangkat kisah sukses mereka yang terus berupaya dan menghasilkan usaha baru. Mereka perlu mengakui, menstimulasi, dan mempromosikan wirausaha lokal yang sukses daripada mengkritik mereka.
Berita positif tentang keberhasilan seseorang dalam berusaha akan membuat gelombang semangat wirausaha bergulung-gulung dan memengaruhi yang lain untuk meniru. Kultur wirausaha tidak akan menyebar tanpa peran serta media. Liputan media juga akan berdampak positif pada kemunculan etos dan nilai baru terkait wirausaha hingga suatu saat kultur wirausaha itu menjadi ciri negeri ini. Pandemi bisa membuat semangat berwirausaha menjamur hingga menjadikan kita sebagai bangsa besar. (ANDREAS MARYOTO)