Intervensi untuk pelaku UMKM membutuhkan basis data yang akurat agar kebijakan lebih tepat sasaran. Keberadaan infrastruktur digital yang memungkinkan pemerintah mendata UMKM secara terus-menerus dinilai mendesak.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Basis data yang akurat dan dinamis diperlukan untuk menjamin ketepatan intervensi kebijakan bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Pandemi Covid-19 menjadi pengalaman berharga yang memperlihatkan betapa pentingnya ketersediaan data akurat tersebut.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Maxensius Tri Sambodo, ketika dihubungi, Jumat (9/10/2020), menilai, masalah besar lemahnya tata kelola bidang usaha adalah ketiadaan data yang akurat dan dinamis. ”Akibatnya, resep kebijakan dan intervensi kebijakan dapat terjebak pada
inclusion error dan exclusion error,” katanya.
Basis data yang baik dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahan memberikan manfaat bagi pihak yang sebenarnya tidak berhak mendapatkannya. Demikian pula untuk menghindarkan adanya pihak yang sebenarnya berhak mendapatkan manfaat, tetapi justru tidak terdata.
Terkait hal itu, upaya membangun data dan informasi dalam suatu algoritma atau teknologi kecerdasan buatan akan sangat dibutuhkan di masa mendatang. ”Dengan demikian, takaran kebijakan akan lebih tepat dan berdaya guna,” ujar Maxensius Tri.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun, ketersediaan data akurat UMKM saat ini adalah hal mendesak. Basis data UMKM yang baik akan menunjukkan jumlah riil pelaku usaha di setiap segmen atau skala usaha.
Persoalan basis data tunggal diatur dalam UU Cipta Kerja kluster koperasi dan UKM, di Bagian Keempat, Pasal 88. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkewajiban menyelenggarakan sistem informasi dan pendataan UMKM terintegrasi.
Hasil pendataan, sebagai basis data tunggal UMKM, wajib digunakan sebagai pertimbangan menentukan kebijakan bagi UMKM. Ketentuan lebih lanjut mengenai basis data tunggal UMKM diatur dengan peraturan pemerintah.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, pendaftaran usaha mikro dan kecil yang belum berbadan hukum dilakukan di daerah. ”Bagi yang sudah berbadan hukum itu di OSS (online single submission/sistem pengajuan tunggal perizinan secara elektronik). Khusus koperasi lewat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tapi, nanti pusat datanya di Kemenkop UKM,” kata Teten.
Terkait hal itu, diperlukan segera infrastruktur sistem digital yang memungkinkan pemerintah dapat mendata secara terus-menerus. Apalagi data UMKM dan koperasi sangat dinamis. Buka tutup usaha dan pindah domisili, misalnya, adalah hal biasa di sektor UMKM.
”(Basis data tunggal) Ini harus didesain sedemikian rupa sehingga bisa user friendly. Basis data tunggal ini akan memudahkan kami untuk menyusun kebijakan karena bisa mengetahui lebih detail kebutuhan di setiap sektor,” kata Teten.
Terkait pemutakhiran data, Sekretaris Kemenkop UKM Rully Indrawan menyatakan, RUU Cipta Kerja menetapkan pembaruan data dilakukan satu tahun sekali. ”Kami akan mengikuti. Sejak awal penyusunan APBN 2021, kami sudah usulkan. DPR mendukung penyediaan infrastruktur basis data yang lebih baik,” kata Rully.