Tanpa Dukungan Tenaga Kerja, Transformasi Digital Tidak Bisa Optimal
Transformasi digital di sektor UMKM menjadi vital karena berdasarkan survei BI, sebanyak 72,6 persen pelaku UMKM mengalami penurunan omzet dan penyumbatan saluran modal selama periode pandemi Covid-19.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan teknologi dapat meningkatkan produktivitas dan meningkatkan daya saing sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Namun, agar pemanfaatan teknologi bisa optimal, diperlukan keterampilan sumber daya manusia sebagai pengadopsi teknologi.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni P Joewono menilai, digitalisasi UMKM membutuhkan transformasi sumber daya manusia. Melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, UMKM diharapkan bisa lebih produktif dengan memanfaatkan berbagai platform digital.
”Peningkatan produktivitas UMKM perlu didukung strategi yang mencakup penguatan manajemen usaha, peningkatan kualitas barang, perluasan akses pasar, dan sumber daya manusia yang dibekali keterampilan mengenai teknologi digital,” kata Doni dalam seminar daring ”Peningkatan Produktivitas UMKM melalui Digitalisasi Usaha”, di Jakarta, Kamis (8/10/2020).
Peningkatan produktivitas UMKM perlu didukung strategi yang mencakup penguatan manajemen usaha, peningkatan kualitas barang, perluasan akses pasar, dan sumber daya manusia yang dibekali keterampilan mengenai teknologi digital.
Menurut Doni, di masa pandemi Covid-19, platform e-dagang dan tekfin pembiayaan merupakan solusi untuk menjaga kinerja UMKM. Pasalnya, berdasarkan survei BI, 72,6 persen pelaku UMKM mengalami penurunan omzet dan penyumbatan saluran modal.
Saat ini, lanjut Doni, berbagai transaksi sudah sangat mengandalkan aspek digital. Kebiasaan ini juga didorong dengan adanya pembatasan sosial untuk mengurangi penularan Covid-19 sehingga masyarakat lebih memilih untuk bertransaksi secara daring melalui berbagai platform digital.
”BI terus mendorong UMKM naik kelas. Ada tiga pilar kebijakan, yakni strategi korporasi melalui penguatan kelembagaan UMKM, strategi kapasitas dengan mendorong kualitas UMKM, dan strategi pembiayaan untuk memperluas alternatif sumber permodalan UMKM,” ujarnya.
Salah satu upaya BI mendorong transformasi digital UMKM adalah dengan menjaring sebanyak-banyaknya UMKM untuk mengadopsi sistem pembayaran kode cepat Indonesia Standar (QRIS). Strategi ini dilakukan dengan menghapus biaya transaksi atau merchant discount rate (MDR) 0,75 persen. Pembebasan biaya transaksi diperpanjang dari rencananya hingga September 2020 menjadi hingga akhir tahun ini.
BI mencatat saat ini terdapat 5 juta mitra penjual yang telah mengakomodasi transaksi menggunakan QRIS dengan nilai transaksi Rp 790 miliar di sepanjang periode pandemi Covid-19. Dari seluruh mitra, sebanyak 85 persen atau 4,9 juta penjual merupakan UMKM.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pembinaan, Pelatihan, dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Budi Hartawan mengatakan, pada 2019, kontribusi sektor usaha UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 60,34 persen, meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 57,84 persen.
Transformasi digital bisnis UMKM, lanjut Budi, semakin krusial karena pesatnya perkembangan teknologi turut menggeser perilaku konsumen untuk semakin mengarah ke digitalisasi. Untuk menjalankan revolusi industri 4.0 tidak hanya diperlukan ketersediaan infrastruktur digital, tetapi juga peningkatan daya saing dari sumber daya manusia.
”Adopsi teknologi digital yang maksimum dapat mendorong UMKM untuk terus berinovasi menghadirkan produk barang dan jasa, yang ditopang dengan pelayanan baru,” ujarnya
Budi menyampaikan, sedikitnya terdapat tiga tantangan transformasi ketenagakerjaan sebagai dampak dari pada revolusi industri 4.0, yakni transformasi keterampilan, transformasi pekerjaan, dan transformasi sosial.
Untuk melampaui ketiga tantangan tersebut, lanjut Budi, seluruh pemangku kebijakan tenaga kerja tengah melakukan inovasi dalam penyiapan kompetensi tenaga kerja, regulasi ketenagakerjaan yang fleksibel, jaminan sosial terhadap peningkatan kompetensi, dan jaminan sosial terhadap pendapatan masyarakat.
Sementara itu, Founder & Chairman MarkPlus Inc Hermawan Kartajaya mengatakan, secanggih apa pun kerja mesin atau kecerdasan buatan dalam menopang revolusi industri 4.0, peran sumber daya manusia tetap dibutuhkan untuk mengelola gangguan dan permasalahan, menggunakan cara berpikir yang inovatif.
”Mesin mungkin mahir dalam berpikir konvergen, terstruktur, dan menemukan pola mengikuti algoritma. Namun, manusia tetap dibutuhkan untuk mengelola gangguan pada mesin karena bagaimanapun manusia memiliki sisi kebijaksanaan yang tidak dimiliki mesin,” ujarnya.
Terkait nasib pelaku bisnis di masa pandemi, Hermawan mengatakan setiap pelaku bisnis, termasuk UMKM, perlu bersiap menghadapi periode pascapandemi Covid-19. Terlebih lagi, periode pandemi sepanjang 2020 telah membuat performa sebagian besar industri menurun akibat pelemahan permintaan domestik.
Menurut Hermawan, terdapat dua strategi yang harus dilakukan pelaku usaha untuk memastikan bisnis mereka tetap bertahan dan tumbuh. Kedua strategi tersebut adalah memaksimalkan pendapatan, terutama pada triwulan IV-2020, serta menjadikan pendapatan tersebut sebagai amunisi untuk bangkit pada triwulan I-2021.
”Pelaku usaha perlu mencari kesempatan sebanyak-banyaknya pada akhir tahun ini agar begitu memasuki tahun 2021, kita punya modal untuk bangkit,” ujarnya.