Pengembangan energi terbarukan di Indonesia, yang potensinya sangat melimpah, masih terbilang sangat lamban. Perlu terobosan dan dukungan seluruh pihak untuk pengembangan yang lebih agresif.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menjanjikan dukungan pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Beragam bentuk dukungan tersebut, antara lain, aturan pembelian tenaga listrik dari energi terbarukan, kebijakan pengurangan risiko eksplorasi panas bumi, dan menciptakan pasar baru energi terbarukan. Dari potensi energi terbarukan yang lebih dari 400.000 megawatt di Indonesia, pemanfaatannya masih sekitar 10.000 megawatt.
Demikian dikatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam pidato pembukaan peluncuran secara virtual The 9th Indonesia EBTKE Conex 2020, Jumat (9/10/2020). Ajang tersebut adalah pameran dan seminar mengenai energi terbarukan yang diselenggarakan oleh Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI). Jadwal penyelenggaraan pada 23-28 November 2020 yang juga digelar secara virtual.
Menurut Arifin, seiring pertumbuhan ekonomi di Indonesia, permintaan energi semakin meningkat. Sayangnya, pasokan energi selama ini masih didominasi oleh sumber energi fosil yang sebagian diimpor dan disubsidi. Sementara itu, ada kesepakatan global mengenai perubahan iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan transisi dari energi fosil menuju energi terbarukan.
”Ini menjadi momentum bersama bagi Indonesia untuk memaksimalkan penggunaan sumber energi terbarukan yang melimpah. Dengan potensi lebih dari 400 gigawatt (setara dengan 400.000 megawatt), pemanfaatannya baru sekitar 2,5 persen,” kata Arifin.
Ada kesepakatan global mengenai perubahan iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan transisi dari energi fosil menuju energi terbarukan.
Oleh karena itu, lanjut Arifin, pemerintah menyiapkan sejumlah strategi untuk mendorong energi terbarukan tumbuh lebih pesat. Pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden tentang Pembelian Listrik dari Energi Terbarukan oleh PLN, menciptakan pasar baru energi terbarukan dengan program renewable energy based industrial development, dan memaksimalkan potensi bioenergi dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah di 12 kota besar di Indonesia.
”Untuk mengurangi risiko eksplorasi panas bumi, pemerintah memperkenalkan skema pengembangan panas bumi melalui government drilling, yaitu kegiatan eksplorasi yang dilakukan pemerintah,” ucap Arifin.
Sementara itu, Direktur Eksekutif METI Paul Butarbutar menyatakan, sejumlah masalah yang menjadi penyebab lambannya pengembangan energi terbarukan di Indonesia adalah tentang perizinan dan kepastian berusaha. Birokrasi yang kompleks membuat perizinan berbelit dan memerlukan waktu lama. Selain itu, investasi energi terbarukan di Indonesia juga kurang mendapat dukungan dari pembiayaan perbankan.
”Untuk izin, dalam Undang-Undang Cipta Kerja disebutkan bahwa semua ditarik ke pusat, tidak lagi di daerah. Kami berharap aturan tersebut benar-benar dapat mempercepat dan mempermudah perizinan untuk pengembangan energi terbarukan,” ujar Paul.
Penyebab lambannya pengembangan energi terbarukan di Indonesia adalah tentang perizinan dan kepastian berusaha.
Mengenai target energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 yang sebesar 23 persen, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Harris Yahya mengakui hal tersebut tak mudah dicapai. Saat ini porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 9,15 persen. Dengan hanya mengandalkan PLN, target 23 persen dalam lima tahun ke depan bakal sulit terwujud.
”Perlu dukungan swasta. Tidak mungkin rasanya mengandalkan PLN tanpa melibatkan sektor swasta untuk pengembangan energi baru dan terbarukan,” ucap Harris.
Dalam bauran energi pada pembangkit listrik Indonesia, batubara masih sangat dominan sebesar 63,92 persen per Mei 2020. Adapun peran energi terbarukan hanya 14,95 persen. Sisanya adalah gas bumi dan bahan bakar minyak.
Dalam webinar bertajuk ”Urgensi Energi Bersih pada Rancangan UU Energi Terbarukan”, Rabu (23/9/2020), Energy Project Lead pada Yayasan WWF Indonesia Indra Sari Wardhani mengatakan, kepemimpinan politik menjadi kunci terpenting terhadap kemajuan pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Faktor kepemimpinan tersebut yang akan menjalankan komitmen Indonesia terhadap penanggulangan krisis akibat perubahan iklim, peningkatan kedaulatan energi, serta peningkatan kualitas udara dan kesehatan.