Pandemi Jadi Momen Pugar Kembali Obyek Wisata Sulawesi Utara
Pekerja pariwisata di Minahasa dan Tomohon berupaya mengembalikan kepercayaan wisatawan dengan tingkatkan kebersihan. Protokol kesehatan juga menjadi faktor krusial demi menggeliatkan pariwisata.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MINAHASA, KOMPAS — Pekerja pariwisata dan pegiat usaha mikro, kecil, dan menengah di Minahasa dan Tomohon, Sulawesi Utara, berupaya mengembalikan kepercayaan wisatawan dengan mengupayakan kebersihan dan kesehatan tempat wisata. Ketaatan pada protokol kesehatan pencegah Covid-19 dipercaya dapat menggeliatkan lagi sektor pariwisata Sulut.
Upaya ini diinisiasi oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui kampanye Gerakan Bersih, Indah, Sehat, dan Aman (BISA). Di Sulut, pegiat pariwisata di pemandian air panas Sumaru Endo, Monumen Benteng Moraya, dan Bukit Kasih Kanonang di Minahasa serta Taman Wisata Alam dan Gunung Mahawu di Tomohon, diajak bekerja bakti membersihkan lokasi wisata masing-masing.
Di Sumaru Endo, Remboken, misalnya komunitas pariwisata yang terdiri dari karyawan, pemandu wisata, pencinta alam, hingga aparat keamanan menyapu taman dan mengumpulkan sampah, Jumat (9/10/2020). Seperti sehari sebelumnya, mereka memisahkan sampah plastik dari sampah organik yang kemudian dibakar.
Gerakan BISA ingin mendorong prosedur penjagaan kebersihan dan keindahan dapat terus dijaga, baik dari taman hingga toilet. Ini untuk memberikan kesan yang baik bagi wisatawan, dimulai dari wisatawan Nusantara dan ke depan mancanegara ketika sudah berkunjung lagi.
Mereka juga menerima sumbangan berupa berbagai alat penunjang kebersihan dan keindahan, seperti sapu taman, gunting rumput, mesin pemangkas rumput, tong sampah, cangkul, hingga cat tembok. Direktur Pengendalian Kebijakan Strategis Kemenparekraf Hasan Abud mengatakan, ini menjadi kesempatan meremajakan tempat wisata.
”Gerakan BISA ingin mendorong prosedur penjagaan kebersihan dan keindahan dapat terus dijaga, baik dari taman hingga toilet. Ini untuk memberikan kesan yang baik bagi wisatawan, dimulai dari wisatawan nusantara dan ke depan mancanegara ketika sudah berkunjung lagi,” kata Hasan.
Menurut Hasan, pariwisata adalah salah satu sektor yang paling terdampak Covid-19. Dampaknya tersebar di berbagai bidang usaha, mulai dari destinasi wisata, restoran, hingga hotel.
Berkunjung
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 3,41 juta wisatawan mancanegara (wisman) berkunjung ke Indonesia selama Januari-Agustus 2020. Jumlah ini turun drastis dari 10,71 juta wisman yang berkunjung pada periode yang sama tahun lalu.
Kunjungan juga turun di Sulut, dari 87.312 orang menjadi 15.876 orang. Produksi domestik regional bruto (PDRB) Sulut di bidang transportasi dan pergudangan selama paruh pertama 2020 menyusut 17,62 persen dari semester pertama tahun 2019. Sektor penyediaan akomodasi dan makan dan minum pun terkontraksi 34,43 persen.
Namun, Hasan yakin, pariwisata juga akan jadi sektor yang paling cepat bangkit asalkan kepercayaan wisatawan bisa dikembalikan. Ia berharap, Gerakan BISA dapat mendorong semua pelaku industri pariwisata di Minahasa dan Tomohon untuk menerapkan protokol kesehatan pencegah penularan Covid-19 sebagai kebiasaan baru.
Pemerintah daerah diminta melanjutkan kegiatan ini dengan menyediakan fasilitas penunjang kebersihan dan kesehatan. Adapun para pramuwisata diminta menjadi garda terdepan untuk mendorong ketaatan pada protokol kesehatan. ”Kalau ada wisatawan yang datang tidak mengenakan masker, harus berani menergur. Butuh ketegasan,” kata Hasan.
Upaya ini bisa dilakukan di tempat-tempat wisata dengan udara terbuka, seperti lima obyek wisata tempat pelaksanaan Gerakan BISA. Semakin banyak wisatawan yang datang, semakin besar kemungkinan promosi lewat media sosial. Jika ketaatan pada protokol kesehatan terpublikasikan, kepercayaan wisatawan pun akan meningkat.
Era adaptasi
Kepala bidang Kelembagaan Kepariwisataan Dinas Pariwisata Sulut Roy Saroinsong mengatakan, Gerakan BISA menjadi momen untuk memasuki era adaptasi kebiasaan baru. Dunia pariwisata harus segera digeliatkan karena tidak ada yang tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.
Roy pun mengatakan, Sumaru Endo yang adalah aset pemprov Sulut akan dibuka setelah acara seremonial Gerakan BISA berakhir, Jumat. Pihaknya akan berupaya mendatangkan wisatawan domestik terlebih dahulu. Sebab, belum ada penerbangan internasional yang beraktivitas dengan frekuensi seperti sebelum pandemi.
”Saat ini ada 12 tenaga honorer yang mengelola Sumaru Endo. Kami akan tingkatkan agar mereka tidak kewalahan saat kunjungan meningkat lagi, apalagi dalam keadaan harus patuh pada protokol kesheatan. Ini upaya kami untuk menunjang protokol kesehatan,” kata Roy.
Roy menambahkan, Minahasa dan Tomohon masih berada di zona jingga atau risiko sedang. Namun, keadaan sudah lebih baik karena hanya tersisa delpan daerah yang masuk zona jingga pada minggu pertama Oktober, menurun dari 12 pada pekan sebelumnya. Kini, Sulut telah mencatat 4.685 kasus Covid-19, 630 di antaranya masih aktif.
Sementara itu, Camat Remboken Yoris Tumilantou mengatakan, Sumaru Endo sebagai obyek wisata unggulan di kecamatan itu perlu segera dibuka. Menurut dia, pemandian air panas yang bersumber dari panas bumi ini menjadi daya tarik utama. Ia menyatakan usulan rencana pembangunan Sumaru Endo telah dibuat, termasuk untuk menunjang protokol kesehatan.
”Kita terseok-seok karena Covid-19. Ini cobaan, tetapi harus menjadi motivasi dan kekuatan bagi kita. Protokol kesehatan harus kita taati, dimulai dari Gerakan BISA,” katanya.
Sulut adalah wilayah ke-14 yang menjadi lokasi kegiatan Gerakan BISA. Beberapa daerah lainnya, seperti Berau (Kalimantan Timur), Bayuwangi, Malang, dan Probolinggo (Jawa Timur), serta Bali, telah melaksanakan kegiatan serupa.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf Kurleni Ukar mengatakan, antusiasme kolektif untuk mematuhi protokol kesehatan harus tumbuh tidak hanya dari pegiat pariwisata dan ekonomi kreatif, tetapi juga masyarakat. Protokol kesehatan harus menjadi budaya baru demi membuka kembali peluang-peluang ekonomi semasa pandemi.