Dengan status badan hukum, BUMDes bisa lebih luwes dalam menjalankan bisnisnya, termasuk meminjam dana perbankan. Namun, kepemilikian mayoritas dari desa pada BUMDes harus dipertahankan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekretaris Jenderal Forum Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes Indonesia Rudy Suryanto mendesak pemerintah agar tidak mencederai kewenangan desa melalui Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja. Di dalam RUU tersebut, BUMDes ditetapkan sebagai badan hukum yang bakal mempermudah dalam menjalankan lini usaha, termasuk mengakses pendanaan lewat perbankan.
Ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Menurut Rudy, pihaknya mengapresiasi sikap pemerintah yang memberikan status hukum terhadap BUMDes yang selama ini masih menggantung. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa BUMDes disebut sebagai badan usaha, bukan sebagai badan hukum. Akibatnya, BUMDes kesulitan melebarkan lini usaha lantaran sulit mengakses pendanaan dari bank.
”Catatan kami, jangan sampai aturan yang baru ini membuat desa kehilangan kewenangannya dalam mengelola BUMDes. Jangan sampai dengan alasan membuka keran investasi, BUMDes bisa dikuasai oleh pihak di luar desa lewat penyertaan modal,” kata Rudy saat dihubungi, Kamis (8/10/2020).
Rudy melanjutkan, dalam semangat RUU Cipta Kerja, ada potensi pihak di luar desa memiliki penyertaan modal dalam BUMDes. Padahal, penyertaan modal masyarakat belum cukup optimal. Oleh karena itu, aturan turunan berupa peraturan pemerintah sangat penting dan ditunggu untuk meperoleh penjelasan lebih rinci.
Dalam semangat RUU tentang Cipta Kerja, ada potensi pihak di luar desa memiliki penyertaan modal dalam BUMDes.
Dalam telekonferensi pers, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menyatakan, pemberian status badan hukum pada BUMDes kian mempertegas keberadaan BUMDes di Indonesia. Dengan demikian, status BUMDes lebih jelas dan akan mempermudah BUMDes menjalankan lini usahanya, termasuk mengakses dana perbankan.
”Dalam UU tentang Cipta Kerja Bab Kesepuluh tentang Badan Usaha Milik Desa, yaitu di Pasal 117, mempertegas status BUMDes sebagai badan hukum. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi BUMDes. Dampaknya akan luar biasa bagi BUMDes dalam pengembangan usaha,” ujar Abdul Halim.
Abdul Halim menambahkan, jika BUMDes hanya berstatus badan usaha, maka akan kesulitan menggandeng mitra lantaran tak memiliki landasan hukum yang jelas. Selain itu, BUMDes juga sulit mengakses pinjaman perbankan. Akibatnya, BUMDes tak bisa berkembang pesat dalam menjalankan usahanya.
”Sedang disiapkan draf peraturan pemerintah yang menjadi aturan turunan dari UU tersebut. Kami menargetkan awal November nanti sudah terbit,” kata Abdul Halim.
BUMDes tidak boleh diintervensi oleh kepala desa. Selain itu, ada pertimbangan agar masa jabatan direktur utama BUMDes tidak linier dengan masa jabatan kepala desa.
Hal yang ditekankan dalam peraturan pemerintah tersebut, lanjut Abdul Halim, adalah BUMDes menjadi badan usaha yang independen dan profesional. BUMDes tidak boleh diintervensi kepala desa. Selain itu, ada pertimbangan agar masa jabatan direktur utama BUMDes tidak linier dengan masa jabatan kepala desa.
Sebelumnya, dalam konferensi pers sejumlah menteri terkait RUU Cipta Kerja pada Rabu (7/10/2020), Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan, ada desakan agar status BUMDes diperkuat. Dengan pemberian status badan hukum bagi BUMDes, ia percaya BUMDes akan semakin memberi manfaat yang lebih besar bagi masyarakat desa. Hal lain yang tak kalah penting adalah BUMDes akan lebih mudah mengakses dana pinjaman ke bank.
Kendati diberi status badan hukum, pemerintah tetap melanjutkan program pemberian nomor registrasi terhadap BUMDes. Sejauh ini sudah ada 20.046 BUMDes yang memiliki nomor registrasi per Agustus 2020 dengan omzet mencapai Rp 1,17 triliun. Pemerintah masih memverifikasi 10.159 BUMDes lainnya yang mengajukan nomor registrasi.