Penerbitan sukuk berbasis wakaf atau CWLS yang pertama dengan seri SW001 pada awal Maret 2020 berhasil mengumpulkan Rp 50,849 miliar untuk pengembangan investasi sosial.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan akan kembali menerbitkan sukuk berbasis wakaf untuk turut membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Penerbitan wakaf ini diharapkan bisa meringankan beban fiskal untuk implementasi program-program sosial dari pemerintah.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, penerbitan sukuk berbasis wakaf tunai (cash waqaf link sukuk/CWLS) yang ditawarkan pada 9 Oktober-12 November ini mencatat komitmen penyaluran wakaf produktif senilai Rp 30,32 miliar.
”Sukuk yang ditawarkan khusus individu, bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Agama, dan lembaga lainnya,” ujarnya dalam seminar tingkat tinggi ISEF bertema ”Akselerasi Gerakan Wakaf Menuju Indonesia Maju”, Kamis (8/10/2020).
Dalam mendistribusikan sukuk, Kementerian Keuangan bermitra dengan empat perbankan syariah, yakni PT Bank BNI Syariah, PT Bank BRIsyariah, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Keempat bank itu dipilih karena dinilai mampu menjangkau secara langsung wakaf-wakaf potensial.
Saat ini tidak semua orang tahu kalau wakaf tidak hanya berbentuk tanah dengan peruntukan yang terbatas, tetapi juga bisa bermacam-macam bentuk, termasuk uang tunai. (Sugeng)
Pemerintah sebenarnya sudah menerbitkan sukuk berbasis wakaf yang pertama dengan seri SW001 pada awal Maret 2020. Penjualannya dengan cara private placement dan berhasil mengumpulkan Rp 50,849 miliar. Dana CWLS tersebut digunakan untuk pengembangan investasi sosial dan pemanfaatan wakaf produktif di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI Sugeng menyampaikan, diperlukan perubahan pola pikir dan peningkatan literasi keuangan syariah masyarakat agar ekosistem wakaf di Indonesia semakin optimal.
”Saat ini tidak semua orang tahu kalau wakaf tidak hanya berbentuk tanah dengan peruntukan yang terbatas, tetapi juga bisa bermacam-macam bentuk, termasuk uang tunai,” kata Sugeng.
Selain itu, lanjut Sugeng, penguatan ekosistem rantai nilai halal sebagai obyek wakaf produktif dan kredibel juga perlu dilakukan untuk mempermudah upaya menjaring wakaf dari masyarakat. Ekosistem tersebut, antara lain, bisa melalui lembaga pesantren serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) produk dan layanan syariah.
Sugeng menambahkan, agar minat penyaluran wakaf meningkat, transparansi juga diperlukan dalam keseluruhan proses wakaf, mulai penyaluran dari wakif kepada nazir, sampai dengan penggunaannya untuk sektor produktif.
”Selanjutnya untuk mempermudah akses masyarakat dalam menyalurkan wakaf, diperlukan juga adanya digitalisasi dalam mekanisme penyaluran wakaf,” ujar Sugeng.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menyampaikan strategi dalam meningkatkan literasi wakaf di Indonesia. Peningkatan literasi wakaf tersebut penting dalam upaya mengoptimalkan pengembangan wakaf.
Kementerian Agama, lanjut Kamaruddin, berupaya meningkatkan literasi wakaf masyarakat melalui sejumlah langkah agar pengembangan wakaf menjadi aset produktif juga semakin optimal. Langkah tersebut, di antaranya menyesuaikan regulasi wakaf, memperkuat standar kompetensi nazir, mengembangkan instrumen wakaf, dan memperluas kerja sama untuk produktivitas aset masyarakat.
”Optimalisasi pengembangan wakaf menjadi aset produktif tentunya akan memberikan banyak manfaat dalam pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.