Airlangga: Unjuk Rasa Penolakan UU Cipta Kerja Dimobilisasi Auktor Intelektualis
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebut ada auktor intelektualis yang memobilisasi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja. Penolakan datang dari mereka yang kepentingannya terancam.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuding ada auktor intelektualis yang memobilisasi unjuk rasa penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Perencanaan aksi unjuk rasa konon sudah disusun sebelum RUU disahkan.
”Sebenarnya pemerintah sudah tahu siapa aktor di balik demo itu. Jadi, kami tahu siapa yang menggerakkan, kami tahu siapa sponsornya, kami tahu siapa yang membiayainya,” ujar Airlangga dalam acara Squawk Box CNBC Indonesia, Kamis (8/10/2020) pagi.
Namun, Airlangga tidak menjelaskan secara spesifik auktor intektualis penggerak unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja yang dimaksud.
Sebenarnya pemerintah sudah tahu siapa aktor di balik demo itu. Jadi, kami tahu siapa yang menggerakkan, kami tahu siapa sponsornya, kami tahu siapa yang membiayainya.
Rabu (7/10/2020), unjuk rasa terkait RUU Cipta Kerja meluas di beberapa wilayah Indonesia. Dari pantauan tim Kompas, unjuk rasa berlangsung di Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara (Kompas, Rabu 7/10/2020).
Selain oleh buruh, unjuk rasa diikuti mahasiswa. Demonstrasi di depan kantor DPRD Lampung berakhir ricuh. Sejumlah mahasiswa terluka dan ditangkap polisi. Beberapa polisi juga terluka.
Di Palembang, Sumsel, polisi menangkap sekitar 170 orang yang diduga penyusup. Setelah diperiksa, beberapa orang di antaranya membawa senjata tajam dan beberapa bom molotov. Aksi unjuk rasa menolak pengesahan RUU Cipta Kerja itu dilakukan mahasiswa dari sejumlah perwakilan universitas.
Menanggapi aksi unjuk rasa, Airlangga menyatakan, unjuk rasa sudah direncanakan sebelum RUU Cipta Kerja disetujui untuk disahkan menjadi UU oleh pemerintah dan DPR. Pemerintah mendapat bukti-bukti jadwal dan tanggal yang sudah terencana. Sebagian penggerak demo memang ditugaskan untuk membuat onar tanpa melihat substansi RUU.
”Tokoh-tokoh intelektual ini, saya lihat mempunyai dalam tanda kutip ego sektoral yang cukup besar karena para tokoh ini tidak ada di lapangan, tetapi di balik layar,” ujar Airlangga.
Masyarakat diimbau obyektif melihat persoalan RUU Cipta Kerja. Saat ini lebih dari 30 juta penduduk Indonesia membutuhkan lapangan kerja. Data mereka terekam berdasarkan nama dan alamat dalam program Kartu Prakerja. Di sisi lain, pasal dalam RUU juga paling banyak mengatur UMKM yang mencerminkan kehadiran negara.
Menurut Airlangga, pengesahan RUU Cipta Kerja oleh tujuh fraksi di DPR sudah merepresentasikan aspirasi masyarakat. Terlebih, UU Cipta Kerja juga didukung empat federasi buruh besar yang cukup mewakili basis kluster ketenagakerjaan. Pemerintah tidak bisa berdiam hanya untuk mendengar penggerak aksi unjuk rasa.
Dalam Sidang Paripurna DPR, Senin (5/10/2020), RUU Cipta Kerja disetujui oleh 7 dari 9 fraksi di DPR. Dua fraksi yang menolak adalah Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.
”Indonesia negara hukum. Jika ada pelanggaran (oleh auktor intelektualis), pemerintah akan mengambil langkah tegas melalui aparat hukum,” kata Airlangga.
Sebelumnya, berbagai pihak mendesak pemerintah tidak terburu-buru mengesahkan UU Cipta Kerja. Masih banyak substansi UU yang masih menciptakan pro dan kontra. Fokus utama saat ini seharusnya penanganan Covid-19 bukan reformasi jangka panjang.
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, berpendapat, pemerintah sudah diingatkan agar tidak membuat kebijakan yang berpotensi mengganggu stabilitas domestik. Di tengah ancaman resesi ekonomi, stabilitas domestik adalah kunci penting untuk tetap bertahan dalam tekanan ketidakpastian.