Peredaran rokok ilegal marak di Sulawesi Tengah. Penegakan hukum di hulu dan hilir krusial untuk kendalikan bisnis yang merugikan pemasukan negara itu.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Rokok ilegal marak beredar di Provinsi Sulawesi Tengah. Rokok tersebut disuplai dari luar provinsi ini. Penegakan hukum penting untuk menekan bisnis yang merugikan pemasukan negara tersebut sekaligus mengancam kesehatan masyarakat.
Maraknya peredaran rokok ilegal tersebut terungkap dari penindakan yang dilakukan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pantololoan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, dalam dua tahun terakhir. Tahun lalu, petugas menyita secara sporadis 614.660 batang rokok ilegal.
Rokok-rokok tersebut disita dari penjual berbeda di Sulawesi Tengah, mulai dari Parigi Moutong, Donggala, hingga Palu. Potensi kerugian negara Rp 281 juta. Tahun 2020, petugas menggagalkan peredaran 1,9 juta batang rokok ilegal dari tiga kasus berbeda pada Maret dan September. Dari jumlah rokok itu potensi kerugian pemasukan negara mencapai Rp 800 juta.
Pada 2020, dari tiga kasus itu, tiga orang telah diserahkan kepada kejaksaan untuk diproses di pengadilan. Mereka distributor rokok ilegal dengan volume barang besar.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pantoloan Ali Lisaw menyampaikan, pada 2019, petugas tak memproses secara hukum para penjual ecer karena volume barang yang mereka jual kecil. Mereka dibina sekaligus dijadikan pemberi informasi untuk mengungkap jaringan, terutama distributor rokok ilegal di Sulteng.
”Pada 2020, dari tiga kasus itu, tiga orang telah diserahkan kepada kejaksaan untuk diproses di pengadilan. Mereka distributor rokok ilegal dengan volume barang besar,” kata Ali di sela-sela pemusnahan rokok ilegal dan minuman keras ilegal di Palu, Rabu (7/10/2020).
Ketiganya dijerat dengan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak sepuluh kali lipat dari kerugian negara akibat peredaran produk tersebut.
Kebanyakan rokok tersebut disuplai dari luar Sulteng, terutama Pulau Jawa. Barang-barang itu diangkut kapal laut.
Penindakan
Ali menyatakan, pihaknya bertugas untuk mengungkap barang-barang kena cukai di Sulawesi Tengah dan sebagian Sulawesi Barat. Untuk penindakan di sektor hulu (produsen), ia menyatakan itu kewenangan kantor Bea dan Cukai di tempat produksi barang-barang tersebut.
Pihaknya selama ini berkoordinasi baik dengan kantor-kantor Bea dan Cukai di tempat diduga rokok diproduksi. Hanya dia mengingatkan produksi rokok ilegal dilakukan secara sembunyi, begitupun peredarannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Disebut rokok ilegal atau minuman keras ilegal karena pemakaian pita cukai palsu, tidak berpita sama sekali, dan dijual di tempat yang tak semestinya atau tidak mendapatkan izin. Pita itu menjadi tanda pengutipan uang untuk negara (cukai) sehingga palsu atau tak adanya pita berarti tak adanya pemasukan negara dari setiap barang tersebut.
Ali menyatakan, dengan penindakan diharapkan menimbulkan efek jera sehingga peredaran dan produksi barang/produk kena cukai bisa dikendalikan. ”Ini ada hak negara di setiap barang yang beredar. Ini yang jadi perhatian kami,” katanya.
Berbagai merek
Rokok-rokok ilegal diproduksi dengan berbagai merek. Ada merek Artis, UFO, Tops’-2A, Yess, Gudang Perak, dan Plus. Selain disebutkan diproduksi di Jawa, ada juga yang diproduksi di Kabupaten Soppeng, Selawesi Selatan, yang selama ini dikenal penghasil tembakau di Sulawesi.
Untuk minuman alkohol, selain minuman impor, ada juga yang diproduksi lokal. Minuman-minuman tersebut disita dari para penjual.
Ali memastikan, pihaknya menjamin tak ada aparat/petugas penegak hukum yang terlibat dalam tindak pidana peredaran barang-barang ilegal itu. Selama ini, koordinasi antarpihak, seperti kejaksaan dan kepolisian, berjalan dengan baik.
Dalam sambutannya, Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara Setiawan menegaskan, penyitaan dan pemusnahan barang-barang ilegal tersebut bentuk perlindungan terhadap masyarakat. Peredaran barang tersebut secara material merugikan masyarakat, yakni menggangu potensi penerimaan negara. Secara imaterial, peredaran barang-barang ilegal menggangu kesehatan dan moralitas masyarakat.
”Penindakan berhasil berkat kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak serta partisipasi masyarakat. Model kerja sama ini perlu ditingkatkan untuk keselamatan masyarakat,” ujarnya.