Bank Indonesia melonggarkan aturan pinjaman likuiditas jangka pendek untuk memastikan perbankan tidak memiliki masalah likuiditas selama pandemi Covid-19 belum berakhir.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank sentral kembali menambah opsi tambahan likuiditas melalui pelonggaran aturan pinjaman likuiditas jangka pendek. Meski saat ini likuiditas perbankan masih berlebih, pelonggaran ini diyakini akan sangat membantu perbankan di masa mendatang akibat belum adanya kepastian kapan berakhirnya pandemi Covid-19.
Pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) adalah pinjaman dari Bank Indonesia kepada bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek yang dialami oleh bank. Melalui Peraturan Bank Indonesia No. 22/15/PBI/2020 yang berlaku efektif sejak 29 September 2020, BI melonggarkan aturan PLJP agar bank bisa memenuhi kebutuhan likuiditas di saat pandemi.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sekaligus Ketua Bidang Pengembangan Kajian Ekonomi Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Aviliani, menilai, PLJP dipersiapkan untuk kebutuhan likuiditas di masa mendatang.
”Pinjaman likuiditas BI akan sangat berguna apabila masa pandemi Covid-19 berlangsung cukup panjang. Jadi, mungkin ada sejumlah bank perlu likuiditas dan SBN sudah tipis,” ujarnya, Senin (6/10/2020).
Pinjaman likuiditas BI akan sangat berguna apabila masa pandemi Covid-19 berlangsung cukup panjang. Jadi, mungkin ada sejumlah bank perlu likuiditas dan SBN sudah tipis.
Secara umum, lanjut Aviliani, likuiditas industri perbankan saat ini dalam kondisi yang baik. Apabila merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposito ratio/LDR) sebesar 85,11 persen, di bawah batasan normal 90 persen. Adapun posisi risiko likuiditas dilihat dari rasio alat likuid terhadap pendanaan non-inti (AL/NCD) per 23 September 2020 sebesar 148,58 persen, naik dari akhir Juni 2020 yang 125,36 persen.
Aviliani menilai PLJP yang disempurnakan merupakan bentuk dukungan BI selaku penyedia likuiditas terakhir, terutama bagi bank yang masih membutuhkan di tengah pandemi yang diprediksi belum akan berakhir dalam waktu dekat. Pelonggaran ini bisa dimanfaatkan bank semisal terdapat permintaan pencairan dari nasabah dalam jumlah besar.
”BI berjaga-jaga apabila ada likuiditas yang dibutuhkan oleh nasabah atau korporasi. Hal ini tentu akan berdampak positif terhadap kepercayaan industri perbankan dan masyarakat pada umumnya,” ujar Aviliani.
Penyempurnaan peraturan PLJP, antara lain, meliputi penyesuaian suku bunga PLJP menjadi suku bunga penyediaan dana rupiah dari BI kepada bank atau lending facility ditambah 100 basis poin. Saat ini, BI menetapkan suku bunga lending facility sebesar 4,75 persen.
BI juga melakukan perluasan agunan PLJP menjadi aset kredit tidak lagi harus sepenuhnya dijamin oleh tanah dan bangunan, aset pembiayaan kepada pegawai, aset pembiayaan yang direstrukturisasi dalam rangka stimulus Covid-19, serta agunan milik bank lainnya.
Dalam aturan yang disempurnakan ini, BI pun mempercepat proses permohonan PLJP dengan mengharuskan bank melakukan penilaian dan verifikasi terhadap agunan yang akan digunakan dalam permohonan.
Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, penyempurnaan ketentuan ini dilakukan sebagai upaya bank sentral untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan di tengah tingginya tekanan terhadap perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan akibat dampak pandemi Covid-19.
”Dalam proses pemberian PLJP, BI memperkuat koordinasi dengan otoritas terkait baik sebelum maupun setelah pengajuan untuk memastikan proses pemberian PLJP dapat dilakukan dengan cepat dan tetap menjaga prinsip kehati-hatian serta tata kelola yang baik,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menilai, meskipun BCA saat ini belum membutuhkan pinjaman likuiditas, pelonggaran ini akan sangat membantu bagi bank-bank lain yang kekurangan likuiditas. ”Pelonggaran ini bagus untuk bank yang likuiditasnya ketat atau kurang,” kata Jahja.
Pelonggaran ini bagus untuk bank yang likuiditasnya ketat atau kurang.
Hal senada juga disampaikan Direktur Kepatuhan PT Bank IBK Indonesia Tbk Alexander F Rory. Menurut dia, banknya saat ini belum akan memanfaatkan fasilitas PLJP meskipun IBK Indonesia tercatat masih punya LDR yang cukup ketat di level 99,22 persen.
”Likuiditas perseroan kini masih terjaga dengan baik karena 28 September 2020 kemarin juga kami baru menerima setoran modal dari pengendali senilai Rp 1 triliun dari IBK Bank yang berkomitmen untuk terus memperkuat permodalan IBK Indonesia,” ujarnya.