170 Penyusup Ditangkap dalam Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja di Palembang
Ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas di Palembang, Sumatera Selatan, berkumpul di Kawasan Simpang Lima, Kantor DPRD Sumsel di Palembang, Rabu (7/10/2020). Mereka menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas di Palembang, Sumatera Selatan, berunjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai mencederai hak buruh di Kawasan Simpang Lima, Kantor DPRD Sumsel di Palembang, Rabu (7/10/2020). Polisi menangkap 170 orang yang diduga penyusup, membawa senjata tajam dan bom molotov.
Para mahasiswa mulai berkumpul sejak pukul 12.00 WIB. Mahasiwa diwajibkan mengenakan jas almamater dari universitas masing-masing. Petugas kepolisian yang tidak menggunakan seragam menanyai satu per satu orang yang masuk ke kawasan Simpang Lima, termasuk asal orang tersebut.
”Pakai jas almamaternya ya biar tidak dikira penyusup,” ujar salah satu petugas kepada salah satu mahasiswa sembari mengenakan masker.
Sebelum aksi berlangsung, petugas kepolisian memang menyisir kawasan di sekitar area unjuk rasa. Beberapa orang yang mengenakan baju hitam ditangkap. Dalam proses penangkapan di Jalan Angkatan 45, petugas melontarkan tembakan peringatan, mengejar, dan memeriksa orang yang dicurigai sebagai penyusup.
Kapolrestabes Palembang Komisaris Besar Anom Setyadji mengatakan, pihaknya sudah menangkap sekitar 170 orang yang diduga penyusup. Bahkan setelah diperiksa, beberapa orang di antaranya membawa senjata tajam dan beberapa bom molotov. ”Mereka yang membawa senjata tajam dan bom molotov sudah kami bawa ke polrestabes,” kata Anom.
Mereka yang membawa senjata tajam dan bom molotov sudah kami bawa ke polrestabes. (Anom Setyadji)
Dirinya berharap agar dalam menyuarakan aspirasinya, mahasiswa tidak terprovokasi. Untuk itu, Anom mengimbau kepada semua koordinator aksi memeriksa anggotanya guna memastikan tidak ada penyusup di dalam rombangan. ”Jika nanti ada orang yang mencurigakan segera berkoordinasi dengan kami,” ujar Anom.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyuarakan agar DPR mendengarkan aspirasi rakyat. Menurut mereka, Undang-Undang Cipta Kerja akan menyengsarakan rakyat, terutama buruh. Selain berorasi dan menyanyikan mars pembangkit semangat, mahasiswa juga membawa sejumlah poster dengan aneka pesan.
Tulisan dalam poster di antaranya berbunyi, Cukup Cinta Kami yang Kandas, Nasib Buruh Jangan; Kecewa Dikhianati Pacar (tidak), Kecewa Dikhianati DPR (benar); DPR (Dewan Penghianat Rakyat), atau DPR Pecah Utak (DPR Pecah Otak).
Ahmad Ridho (20), mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Indo Global Mandiri (UIGM) Palembang, ikut dalam aksi unjuk rasa ini. Menurut dia, UU Cipta Kerja akan menyulitkan semua orang yang berstatus buruh. ”Orangtua kami juga buruh, kami ke sini juga untuk memperjuangkan nasib mereka,” ujarnya.
Keresahan dia adalah undang-undang itu akan menyulitkannya memperoleh pekerjaan. ”Apalagi tenaga kerja asing akan lebih mudah masuk ke Indonesia,” ucap Ahmad.
Mahasiswa Universitas Sriwijaya, Alfan Thoriq (21), datang dari Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, untuk berunjuk rasa. Menurut dia, rancangan undang-undang ini perlu direvisi karena banyak pasal yang menyengsarakan buruh. ”Kenapa sidang paripurna terkesan dipaksakan sehingga pelaksanaannya dipercepat. Kami curiga ada kepentingan tersendiri di balik pengesahan ini,” kata Alfan.
Dia berharap Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk membatalkan undang-undang ini. ”Ini merupakan keresahan mahasiswa, tolong dengarkan,” ucapnya.