Pembenahan masalah garam rakyat membutuhkan sinergi hulu-hilir dan perbaikan tata niaga garam. Kebijakan sepatutnya berorientasi peningkatan produktivitas dan kualitas garam rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan industri.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persoalan klasik soal minimnya serapan garam rakyat dan kualitas garam yang belum memenuhi standar industri membutuhkan solusi hulu-hilir. Solusi itu meliputi pembenahan produksi serta metode pencucian hingga pengolahan garam rakyat untuk memenuhi kebutuhan industri.
Mengalirnya garam impor sebagai pilihan industri dalam mencukupi kebutuhan bahan baku di sisi lain memukul semangat petambak garam untuk bangkit membenahi produksi. Upaya menyinergikan usaha garam rakyat dengan industri pengolahan diperlukan untuk mengoptimalkan serapan garam rakyat.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan mengakui, kualitas garam rakyat masih di bawah garam impor. Akibatnya, selalu muncul persepsi bahwa kualitas garam rakyat hanya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku garam konsumsi, sedangkan garam impor diperlukan untuk kebutuhan bahan baku industri.
Ia menambahkan, kalangan industri pengguna garam selalu beralasan bahwa garam rakyat belum mampu mencukupi standar kebutuhan industri sehingga keran impor garam terus dibuka. Kualitas NaCl garam rakyat rata-rata 94 persen, sedangkan kebutuhan industri minimum 96 persen. Keberpihakan seluruh pemangku kepentingan dibutuhkan guna membenahi aspek hulu-hilir produksi garam nasional.
Sebagian hasil garam rakyat saat ini terbukti memiliki kualitas kelas 1 (K1) atau sesuai dengan kebutuhan industri makanan dan minuman. Seiring program pemberdayaan usaha garam rakyat, kualitas garam rakyat berangsur membaik. Sebagian petambak juga telah mengadopsi teknologi ulir filter dan geomembran untuk meningkatkan mutu garam. Dengan demikian, tidak berarti seluruh garam rakyat tidak mampu mendukung kebutuhan industri.
”Jangan lagi ada kepentingan mendiskreditkan produksi garam rakyat. Jika standar mutu masih kurang sesuai kebutuhan industri, perlu kemauan baik semua pihak untuk perbaikan, termasuk peningkatan pengolahan bahan baku garam untuk kepentingan industri. Perlu perbaikan dan sinergi hulu-hilir,” katanya, Selasa (6/10/2020).
Hasan menambahkan, petambak garam perlu membenahi pola panen minimal 10-15 hari dan mengupayakan agar alas lahan garam tidak di atas tanah. Lahan beralas tanah juga memicu impuritas garam rakyat lebih tinggi ketimbang impor, antara lain, meliputi kadar besi dan magnesium. Sementara itu, pemerintah perlu membangun fasilitas pencucian garam (washing plant) untuk meningkatkan kualitas serta integrasi lahan garam untuk menciptakan produktivitas lebih tinggi.
Di sisi hilir, industri perlu menerapkan teknologi pengolahan garam agar kadar NaCl garam rakyat memenuhi kebutuhan industri. Di sisi lain, keberpihakan pemerintah dalam mengatur tata niaga garam dengan memasukkan garam sebagai barang kebutuhan pokok dan atau penting serta menetapkan harga pokok pembelian (HPP) diperukan sehingga harga garam diharapkan lebih stabil. Petambak pun tergerak memacu produksi dan produktivitas.
Tahun ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan merevisi target produksi garam nasional dari 2,5 juta ton menjadi 1,5 juta ton. Kendati produksi turun, harga garam di petambak justru anjlok, antara lain, karena stok garam sisa tahun lalu melimpah tak terserap pasar.
Kendati produksi turun, harga garam di petambak justru anjlok, antara lain, karena stok garam sisa tahun lalu melimpah tak terserap pasar.
Secara terpisah, Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda mengemukakan, hingga saat ini baru sekitar 20 persen produksi garam rakyat yang dinilai memenuhi standar kebutuhan industri, antara lain, kadar NaCl 96-98 persen.
Pemerintah tengah melakukan integrasi lahan, pembangunan pabrik pengolahan garam (washing plant) untuk peningkatan kualitas dan kuantitas garam rakyat. Total integrasi lahan hingga tahun ini ditargetkan 1.700 hektar (ha) dari total lahan garam 22.000 ha. Sementara itu, pembangunan mesin pengolahan garam skala 6000-7500 ton/ per tahun diadakan di 7 lokasi, yakni Gresik, Sampang, Pasuruan, Pati, Brebes, Indramayu, Karawang.
”Ke depan, mesin pengolahan garam harus diperbanyak di sentra ekonomi garam dengan berbasis desa dan dalam skala besar kapasitas 40.000 ton per tahun. Dengan memperbanyak mesin pengolahan garam, garam rakyat kualitas industri bisa ditingkatkan lebih dari 75 persen,” katanya.
Dalam rapat terbatas secara virtual tentang percepatan penyerapan garam rakyat, Senin (5/10/2020), pemerintah menyiapkan infrastruktur untuk meningkatkan produksi sekaligus kualitas garam rakyat agar lebih mudah diserap, terutama oleh industri. Meski tengah mengupayakan percepatan penyerapan garam rakyat, pemerintah tetap membuka keran impor garam bagi industri pengguna.
Hingga 22 September 2020, masih 738.000 ton garam rakyat yang tidak terserap industri.
Presiden Joko Widodo memaparkan berbagai persoalan terkait penyerapan garam rakyat. Hingga 22 September 2020, masih 738.000 ton garam rakyat yang tidak terserap industri. Rendahnya kualitas ditengarai sebagai penyebab sulitnya garam rakyat diterima industri. Ia meminta rantai pasok garam rakyat dibenahi secara besar-besaran dari hulu hingga hilir.
Jokowi mengatakan, persoalan rantai pasok garam sebenarnya sudah diketahui sejak lama, tetapi tidak pernah dicarikan jalan keluarnya. ”Kekurangan kebutuhan garam nasional pun selalu dijawab dengan impor garam,” kata Presiden.