Partisipasi Sektor Industri dan Komersial Ditunggu
Target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 masih jauh dari realisasi saat ini yang sebesar 9,15 persen. Peran sektor swasta ditunggu.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partisipasi sektor industri dan komersial untuk menggunakan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap ditunggu. Pemanfaatan sumber energi terbarukan dari tenaga surya tersebut tak bisa seterusnya mengandalkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dari potensi tenaga surya di Indonesia sebesar 207.800 megawatt, pemanfaatannya baru 14,5 megawatt.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya mengatakan, pemanfaatan tenaga surya adalah salah satu cara ampuh untuk mendorong optimalisasi sumber energi terbarukan di Indonesia. Tak hanya PLTS pada atap, tetapi juga untuk skala yang lebih besar sehingga produksi listrik yang dihasilkan bisa dimasukkan dalam sistem milik PLN.
”Perlu didorong agar minat penggunaan PLTS atap kian tinggi, tak hanya oleh sektor rumah tangga, tetapi juga oleh sektor industri dan komersial. Perbaikan regulasi terus kami lakukan demi menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan tenaga surya,” ujar Harris dalam sambutannya di acara peresmian PLTS atap PT Tirta Investama di Klaten, Jawa Tengah, yang disiarkan secara virtual, Selasa (6/10/2020).
Secara umum, lanjut Harris, pemanfaatan sumber energi terbarukan belum begitu menggembirakan. Dari target 23 persen energi terbarukan pada bauran energi nasional di 2025 nanti, capaian saat ini masih di angka 9,15 persen. Adapun kapasitas terpasang pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi terbarukan sekitar 10.000 megawatt.
”Masih ada selisih lebar dari kondisi yang ada untuk menuju target 23 persen energi terbarukan di 2025 nanti. Apalagi, pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan tenaga listrik turun dan berdampak pada terhambatnya pengembangan pembangkit listrik dari energi terbarukan,” kata Harris.
Pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan tenaga listrik turun dan berdampak pada terhambatnya pengembangan pembangkit listrik dari energi terbarukan.
PT Tirta Investama adalah bagian dari grup Danone, salah satu produsen makanan dan minuman yang berkantor pusat di Perancis. Melalui pabrik perusahaan tersebut di Klaten, Jawa Tengah, dipasang PLTS atap dengan kapasitas 2.919 kilowatt peak (kWp). Kapasitas terpasang tersebut setara dengan 20 persen dari total energi listrik yang dibutuhkan pabrik.
”Kami berkomitmen mendukung program pemerintah mencapai target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 mendatang. Ke depan, kami akan perluas pemanfaatan PLTS atap pada beberapa pabrik yang ada di lokasi lain,” kata Vice President Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa bependapat pemanfaatan PLTS atap kian pesat dari tahun ke tahun. Apalagi, biaya investasi pemasangan PLTS atap turun drastis selama 10 tahun terakhir, yakni sekitar 90 persen. Dengan teknologi yang semakin canggih dan efisien, masalah intermittent (naik turun pasokan) pada PLTS juga semakin teratasi dengan baik.
”Di samping itu, harga listrik dari PLTS kian murah. Saat ini, yang paling murah sudah kurang dari 2 sen dollar AS per kWh untuk skala 300 megawatt hingga 400 megawatt daya terpasangnya,” ujar Fabby.
Biaya investasi pemasangan PLTS atap turun drastis selama 10 tahun terakhir, yakni sekitar 90 persen.
Pekan lalu, pabrik milik Coca-Cola Amatil di Cibitung, Jawa Barat, juga telah memasang PLTS atap seluas 72.000 meter persegi dengan kapasitas terpasang 7,2 megawatt peak (MWp). Pemasangan panel tenaga surya di atap pada perusahaan tersebut adalah yang terbesar untuk kawasan ASEAN.
Menurut Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Surya Darma, kemajuan penggunaan PLTS atap di Indonesia sudah bagus kendati target dalam program ini belum tercapai. Minat publik mulai tumbuh dan PLTS atap juga semakin populer di masyarakat. Semangat terus mendorong PLTS atap tak boleh surut agar program ini benar-benar berhasil sesuai target.
”Namun, tetap diperlukan terobosan agar pertumbuhan PLTS atap benar-benar pesat di Indonesia. Salah satunya adalah aturan yang membatasi hanya 65 persen listrik yang dihasilkan dari PLTS atap yang bisa dijual ke PLN dinaikkan menjadi 100 persen,” kata Surya Darma dalam webinar ”Refleksi Tiga Tahun Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap”, Jumat (24/9/2020).