Inklusi Keuangan Dipacu, Bisa Berperan dalam Pemulihan Ekonomi
Negara dengan tingkat inklusi keuangan yang tinggi akan lebih mudah memetakan dan menyalurkannya bantuan pemulihan ekonomi kepada masyarakat yang membutuhkan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan memacu inklusi keuangan melalui jalur pendidikan formal untuk mengejar target inklusi 90 persen pada 2024 yang dicanangkan pemerintah. Program pemulihan ekonomi nasional turut menopang peningkatan inklusi keuangan masyarakat.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, menyampaikan, peningkatan inklusi keuangan berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi.
”Perluasan akses keuangan dapat mengurangi ketimpangan kesejahteraan masyarakat. Hal ini membuat inklusi keuangan menjadi krusial dalam mencapai tujuan ekonomi makro,” ujarnya dalam pembukaan Bulan Inklusi Keuangan 2020, Senin (5/10/2020).
Sejak 2013, OJK menggelar Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan per tiga tahun. Survei pada 2019 menunjukkan tingkat inklusi keuangan nasional di level 76,19 persen.
Namun, lanjut Tirta, tingkat inklusi keuangan belum merata dan masih timpang antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Padahal, Presiden Joko Widodo menetapkan pencapaian target 90 persen inklusi keuangan pada 2024.
Tingkat inklusi keuangan belum merata dan masih timpang antara wilayah perkotaan dan perdesaan.
Untuk mengejar target itu, OJK bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program Satu Rekening Satu Pelajar (Kejar). OJK juga meluncurkan buku literasi keuangan bagi anak usia dini (PAUD) yang menekankan pentingnya pendidikan keuangan sejak dini.
”Kedua program ini kami harapkan mendorong budaya menabung sejak dini. Dengan pendekatan seperti ini, edukasi keuangan menjadi investasi sumber daya manusia yang memberi kesempatan untuk lebih sejahtera,” kata Tirta.
Tirta menambahkan, inklusi berperan dalam pemulihan ekonomi, yakni memastikan kelancaran dukungan finansial bagi masyarakat di masa pandemi. Negara dengan tingkat inklusi keuangan tinggi akan mudah memetakan dan menyalurkan bantuan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir menuturkan, kendati naik pesat, indeks inklusi dan literasi keuangan RI masih di bawah negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand.
”Literasi keuangan melalui edukasi keuangan perlu didorong sehingga indeks inklusi keuangan dapat ditingkatkan. Semua hal itu akan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok bawah, serta usaha mikro dan kecil,” kata Iskandar.
Selain melalui edukasi, Iskandar menyebutkan, program pemulihan ekonomi nasional yang fokus pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga mendorong peningkatan inklusi keuangan. Sebab, dalam mendistribusikan bantuan, pemerintah menggunakan layanan lembaga keuangan sehingga UMKM penerima bantuan bisa tersentuh layanan keuangan.
Pemerintah memiliki program kredit usaha rakyat (KUR) yang subsidi bunganya ditanggung penuh, yakni KUR Super Mikro. KUR tersebut ditujukan untuk masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ibu-ibu yang berupaya untuk mengembangkan bisnis di tengah masa krisis kesehatan.
”KUR juga dibarengi program bantuan Rp 2,4 juta bagi 12 juta pelaku UMKM. Menurut rencana, akan kami tingkatkan menjadi 15 juta pelaku UMKM,” ujarnya.
Pemahaman
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Akulaku Finance Indonesia Wildan Kesuma berpendapat, literasi keuangan adalah pemahaman yang penting dimiliki masyarakat. Selisih yang cukup besar antara tingkat inklusi dan literasi keuangan Indonesia menandakan sejumlah masyarakat pengguna layanan keuangan tidak begitu memahami layanan yang mereka gunakan.
”Literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan. Aspek ini yang harus kita tingkatkan sebelum mulai mengambil keputusan yang bisa memengaruhi kondisi keuangan,” kata Wildan.
Program pemulihan ekonomi nasional yang fokus pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga mendorong peningkatan inklusi keuangan.
Sementara, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) sebagai pemegang izin uang elektronik Linkaja berpartisipasi dalam kegiatan Bulan Inklusi Keuangan yang diselenggarakan OJK dengan mengoptimalkan program inklusi dan literasi keuangan serta perlindungan konsumen.
Melalui keterangan tertulis, Direktur Utama Linkaja Haryati Lawidjaja menuturkan, ekosistem Linkaja mendorong tingkat inklusi keuangan masyarakat dalam memperoleh akses layanan keuangan digital. (DIM)