Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Batam Bersiap Mogok Kerja dan Unjuk Rasa
Puluhan ribu buruh di Batam bersiap mogok kerja dan unjuk rasa untuk menolak pengesahan RUU Cipta Kerja. Sikap pemerintah dan DPR yang mengabaikan suara warga memaksa buruh turun ke jalan di tengah situasi pandemi.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Sejumlah buruh di Batam, Kepulauan Riau, bersiap mogok kerja dan unjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Sikap pemerintah dan DPR yang terus mengabaikan suara warga memaksa para buruh harus turun ke jalan di tengah situasi pandemi Covid-19.
Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam (PC SPL) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam, Suprapto, Senin (5/10/2020), mengatakan, ada sekitar 24.000 anggota yang akan mogok kerja pada 6-8 Oktober. Hal itu merupakan bagian dari aksi buruh nasional untuk menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.
”Ini upaya terakhir karena selama ini suara kami tidak didengar sama sekali. Perjuangan ini bukan hanya untuk sekarang, melainkan juga untuk generasi yang akan datang,” kata Suprapto.
Poin-poin dalam RUU Cipta Kerja yang ditolak buruh di antaranya pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja alih daya yang fleksibel serta berpotensi membuat buruh dikontrak seumur hidup. Buruh juga menolak penghapusan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dari RUU Cipta Kerja serta menyoroti berkurangnya pesangon bagi pekerja yang dikenai PHK, dari maksimal 32 kali upah menjadi 25 kali upah.
”Seharusnya itu namanya bukan UU Cipta Kerja, melainkan cipta untung,” ucap Suprapto
Seharusnya itu namanya bukan UU Cipta Kerja, melainkan cipta untung. (Suprapto)
Sementara itu, Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Kota Batam, Masmur Siahaan, mengatakan, anggota KPBI lebih memilih untuk berunjuk rasa dalam menolak pengesahan RUU Cipta Kerja pada 8 Oktober. Rencana tersebut sudah disampaikan kepada kepolisian di Batam.
”Penyampaian pendapat tidak harus mendapatkan izin dari kepolisian, sifatnya kami hanya memberi tahu agenda tersebut kepada mereka saja. Unjuk rasa akan digelar di depan kantor wali kota dan kantor Badan Pengusahaan Batam,” ujar Masmur.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja Batam Rudi Sakyakirti mengatakan tengah bernegosiasi dengan perwakilan para buruh agar tidak mogok kerja. Ia khawatir hal tersebut bisa berdampak besar terhadap perekonomian Batam yang sangat bergantung kepada industri manufaktur.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam yang dipublikasikan pada 2 September menunjukkan, nilai ekspor kumulatif pada Januari hingga Juli besarnya mencapai 5,27 miliar dollar AS. Ekspor non-migas, yang sebagian besar ditopang industri manufaktur, menyumbang 90,21 persen dari total nilai tersebut.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam Rafki Rasyid berharap serikat buruh mau mempertimbangkan dampak aksi mogok kerja nasional. Adapun aksi unjuk rasa dikhawatirkan justru akan menambah jumlah buruh yang terpapar Covid-19.