Ruang kerja bersama kian tumbuh di pinggiran kota-kota besar dan kawasan permukiman. Mereka tak hanya menyediakan meja, kursi, dan internet, tetapi juga menggarap komunitas dan aktivitas bisnis.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren usaha ruang kerja bersama bergeser di masa pandemi Covid-19. Selain memperkuat aktivitas virtual dan komunitas, muncul tren permintaan ruang kerja bersama di pinggiran kota besar dan kawasan permukiman.
Presiden Coworking Indonesia Faye Wongso mengungkapkan, pandemi Covid-19 mendorong pola kerja masyarakat semakin fleksibel, tak lagi ke tempat kerja setiap hari. Pola kerja menjadi hibrida, yakni sekian hari dalam sepekan bekerja di rumah dan sisa hari dalam sepekan bekerja di ruang kerja profesional, termasuk ruang kerja bersama.
Perubahan pola kerja mendorong pengembangan usaha ruang kerja bersama ke kawasan pinggiran kota besar, bahkan mendekati kawasan permukiman, seperti di Tangerang (Banten) dan Bekasi (Jawa Barat). Pengembangan itu merupakan peluang menggarap kebutuhan pasar.
Perubahan pola kerja mendorong pengembangan usaha ruang kerja bersama ke kawasan pinggiran kota besar, bahkan mendekati kawasan permukiman.
Faye memperkirakan, pada triwulan IV-2020, semakin banyak usaha ruang kerja bersama berdiri di kawasan permukiman atau pinggiran kota besar. Seiring dengan fenomena itu, sejumlah pelaku usaha juga mengubah paket-paket penawaran untuk mengakomodasi kebutuhan pasar yang berubah.
”Sudah banyak (investor) yang melihat daerah tempat tinggal dan (kawasan) bermukim memerlukan juga fasilitas tempat kerja bersama yang sesuai dengan protokol kesehatan,” katanya, Minggu (4/10/2020).
Fokus komunitas
Di pihak lain, lanjut Faye, lingkup bisnis ruang kerja bersama bukan sekadar penyewaan ruang kantor dan kantor virtual. Kekuatan utama usaha ruang kerja bersama adalah berbasis komunitas, yakni aktivitas komunitas dan program konten.
Di Indonesia, salah satu elemen terkuat ekosistem kewirausahaan adalah jejaring, yang diperlukan agar bisnis berkembang dan naik kelas. Ruang kerja bersama berperan agar jejaring yang sudah terbangun dibuka sehingga terhubung ke jejaring lain yang relevan untuk perkembangan bisnis dan personal. Oleh karena itu, usaha ruang kerja bersama saat ini sedang fokus memperkuat akses pengguna terhadap ekosistem, baik meliputi pemilik perusahaan, pelaku kreatif, pekerja lepas, maupun pelaku usaha rintisan.
”Sejak dulu, usaha ruang kerja bersama bukan sekadar penyedia meja, kursi, dan internet. Akan tetapi, ketika (pasar pengguna) meja, kursi, dan internet itu betul-betul sedang susah untuk diakses dan ditawarkan, pelaku ruang kerja bersama akan fokus ke nilai lain yang menyediakan akses bagi pengguna untuk bisa naik kelas,” katanya.
Secara terpisah, founder Estubizi Network, Benyamin Ruslan Naba, mengemukakan, operator bisnis ruang kerja bersama skala besar dimungkinkan pindah ke lokasi baru. Namun, bagi operator skala kecil dan menengah, peluang pindah lokasi lebih rendah. ”Pindah ke lokasi baru tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit,” ujarnya.
Salah satu elemen terkuat ekosistem kewirausahaan adalah jejaring, yang diperlukan agar bisnis berkembang dan naik kelas.
Di sisi lain, pandemi Covid-19 membuka kesempatan bagi pelaku usaha ruang kerja bersama untuk lebih fokus menggarap bisnis inti, yakni program komunitas dan konten.
”Esensi ruang kerja bersama bukan ruang secara fisik, melainkan program komunitas. Konten dikelola sendiri ataupun diselenggarakan bersama secara kolaborasi dengan komunitas. Jadi, sejatinya program dan acara menjadi roh ruang kerja bersama,” katanya.
Band Leader Impala Space Gatot Hendra Putra menuturkan, okupansi usaha ruang kerja bersama semakin marak di kawasan permukiman, tetapi menurun di daerah perkantoran di kota-kota besar. Penyebabnya, antara lain, masyarakat semakin bosan bekerja di rumah, tetapi mencari ruang kerja yang dekat dengan lokasi permukiman.
Impala yang berbasis di Semarang, Jawa Tengah, sejak semula fokus menggarap komunitas dan program. Selama pandemi Covid-19, Impala mengolaborasikan 13.000 orang dalam program komunitas, yang antara lain digarap bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Program pelatihan dan edukasi itu menyasar usaha mikro, kecil, dan menengah binaan pemerintah. Konsep serupa akan dikembangkan di Banyumas dan Solo.