Momentum bagi Pengusaha Kecil Membenahi Strategi Usaha
Pandemi Covid-19 memang memukul pelaku UMKM. Namun, kondisi sepi ini ternyata mampu membuat pelaku usaha untuk berbenah, khususnya beradaptasi dengan digital, guna mempertahankan usaha.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 memang menjadi pukulan berat bagi usaha mikro, kecil, dan menengah. Namun, kondisi ini nyatanya sekaligus menjadi jeda bagi setiap pelaku usaha untuk berbenah, khususnya untuk beradaptasi dengan platform digital.
Begitulah yang dirasakan Deasy Esterina (29), pendiri Kreskros, usaha di sektor mode yang memproduksi tas berbahan dasar limbah plastik. Pandemi Covid-19 membuat omzet pada Mei-Juni 2020 terjun bebas hingga 90 persen.
Kini, pesanan mulai kembali berdatangan meski belum sepenuhnya normal. Deasy menceritakan, untuk bertahan, Kreskros turut memproduksi masker dari plastik yang dipadukan dengan bahan kain, serta memasarkannya secara dalam jaringan (daring).
Selain berinovasi, masa pandemi dimanfaatkan untuk mengatur strategi usaha ke depan. Mulai dari merapikan manajemen usaha secara sistem hingga membuat katalog produk dengan harga terjangkau yang dipasarkan melalui laman Kreskros. ”Istilahnya, mumpung sepi, kami jadi bisa beres-beres, bisa berbenah. Saya juga terus menawarkan produk-produk Kreskros ke hotel dan perusahaan, siapa tahu ada yang tetap berminat,” ujarnya saat dihubungi pada Minggu (4/10/2020).
Baca juga : Presiden Jokowi Mengajak Masyarakat Tetap Optimistis
Deasy memulai usaha Kreskros sejak 2014. Namun, baru dua tahun setelahnya, ia mulai menekuni dan menjalani secara serius yang ditandai dengan mengubah situs blog Kreskros menjadi situs web.
Penggunaan media digital disadari sejak awal membangun usaha. Bagi Deasy, situs web Kreskros berguna untuk mengenalkan produknya kepada masyarakat terkait dengan cerita perjalanan usaha yang berlokasi di Ambarawa, Jawa Tengah, itu.
”Web itu bagi saya, ya, tokonya Kreskros. Saya juga pakai e-commerce (e-dagang) untuk berjualan karena pasarnya luas dan kami enggak perlu nyetok barang di toko tersebut, cukup kalau ada yang pesan lalu dikirim,” kata Deasy.
Pengalaman serupa dialami Lia Mustafa (56), desainer sekaligus pemilik House of L’Mar. Meski pandemi Covid-19 diakuinya membuat penjualan busana seperti mati suri, di sisi lain membuatnya sadar betapa pentingnya penjualan secara daring untuk mempertahankan usaha.
Baca juga : Daya Beli Masyarakat Belum Terangkat
Busana karya Lia pada umumnya bertujuan digunakan dalam acara formal dan pesta sehingga permintaan dalam masa pandemi menurun karena orang lebih banyak di rumah. Pada saat bersamaan, Lia diminta teman-temannya yang merupakan penjual daster untuk membantu penjualan.
”Saya bantu jual lewat Whatsapp dan ternyata banyak peminatnya. Pandemi ini menyadarkan kita betapa pentingnya mengenali kebutuhan konsumen dan memasarkannya secara online,” ujar Lia.
Penjualan baik melalui Whatsapp, Instagram, maupun berbagai platform e-dagang diakuinya lebih memudahkan. Sebab, pelaku usaha hanya perlu ”menyetor” foto produk, bukan produk secara fisik, dengan kata lain barang dikirim kalau memang ada pesanan.
”Tapi, memang tidak mudah (berjualan di platform digital) karena perlu ada sumber daya manusia yang benar-benar fokus mengelola setiap platform. Sekarang saya masih lebih banyak menggunakan Whasapp karena lebih personal,” tutur Lia.
Baca juga : Tidak Semua Pengusaha Kecil Cepat Beradaptasi di Era Pandemi
Pemanfaatan teknologi
Hasil survei Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO) berjudul ”Impact Assessment on COVID 19 - SME in Indonesia” menunjukkan, usaha mikro, kecil, dan menengah paling menderita akibat pandemi Covid-19. Pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar pun turut memberikan dampak menurunnya omzet.
Survei dilakukan dari Juni sampai Agustus 2020 dengan lebih dari 100 responden yang merupakan pelaku usaha terdampak pandemi. Hasilnya menunjukkan, kekurangan arus kas merupakan masalah utama selama pandemi, lebih dari 90 persen responden setuju terkait dengan parahnya dampak ini terhadap operasionalisasi UMKM.
Masalah keuangan bagi UMKM, termasuk pembayaran gaji dan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), faktur pembayaran, pinjaman, dan biaya operasional tetap. Kondisi ini diprediksi akan tetap dialami dunia bisnis dalam beberapa bulan mendatang.
Selain itu, 81 persen responden memperkirakan kehilangan pendapatan yang ekstrem, dengan lebih dari 50 persen kehilangan pendapatan diperkirakan terjadi pada 2020 dibandingkan dengan tahun lalu. Penurunan permintaan pasar yang drastis dan tiba-tiba menjadi ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup UMKM.
Baca juga : Lembaga Permodalan Bantu Pengusaha Kecil Bertahan Saat Pandemi
Penyebab utama hal ini, termasuk kekurangan likuiditas yang parah dan konsekuensinya, dapat menyebabkan pengangguran massal. Situasi ini memerlukan perhatian lebih lanjut karena sangat penting untuk stabilitas kerangka sosial-ekonomi di masa depan di Indonesia.
Meski begitu, sepertiga dari responden percaya mereka mampu bertahan secara ekonomi dalam kondisi ini setidaknya selama setahun. Salah satu alasannya, sejumlah UMKM sudah menggunakan platform digital, baik sebelum maupun selama pandemi Covid-19.
Pergeseran dari fisik ke digital dinilai memungkinkan bisnis untuk terus berjalan seperti biasa meski secara daring. Para pelaku UMKM juga sudah mulai menjadikan situs web sebagai toko mereka dan memanfaatkan berbagai platform digital serta media sosial.
Laporan UNIDO juga mengkaji berbagai jenis dukungan dan subsidi yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Sebesar 64 persen perusahaan menekankan subsidi bunga dan program keringanan jaminan merupakan jenis dukungan yang paling membantu.
Melalui laporan tersebut, dapat digarisbawahi, UMKM berharap pemerintah membantu mengatasi masalah kekurangan likuiditas dan membantu kelangsungan usaha. Sekitar 40 persen responden menegaskan, mereka menerima dukungan pemerintah dan merasa bermanfaat, khususnya kebijakan yang berfokus pada skema keuangan bagi UMKM untuk pinjaman modal dan operasional.
Esam Alqararah, Perwakilan UNIDO untuk Indonesia dan Timor Leste, menyampaikan, ada serangkaian kebijakan terkait yang dapat disusun berdasarkan temuan survei. Kebijakan untuk membantu industri dan UMKM dalam mengatasi dampak Covid-19.
”Industri 4.0 juga dapat meningkatkan rantai pasokan UMKM, kinerja bisnis, meningkatkan perusahaan digital, membuka manufaktur baru, peluang karier teknologi, dan mengintegrasikan kapasitas manusia di dunia digital. Oleh karena itu, penting bagi UNIDO untuk berperan membantu Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan Making Indonesia 4.0,” ujar Esam.