Ciptakan Rasa Aman untuk Dorong Belanja Masyarakat

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pengunjung berbelanja di pusat perbelanjaan ritel Hypermart di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Tetap terjaganya aktivitas ekonomi di sektor riil diyakini dapat mempercepat perekonomian keluar dari jurang resesi dan selanjutnya kondisi ekonomi bisa pulih secara bertahap.

JAKARTA, KOMPAS — Kepercayaan dan rasa aman harus tercipta agar konsumsi kembali tumbuh positif. Selama pandemi, masyarakat cenderung mengalihkan sebagian besar porsi belanja ke tabungan dan investasi sehingga menahan perputaran roda ekonomi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2020 tumbuh negatif 5,51 persen. Anjloknya konsumsi rumah tangga mengerek pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 menjadi minus 5,32 persen. Hal itu karena kontribusi konsumsi rumah tangga hampir 60 persen produk domestik bruto.

Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, yang dihubungi Minggu (4/10/2020), mengatakan, penurunan konsumsi sejalan dengan rendahnya daya beli masyarakat terefleksi dalam deflasi tiga bulan berturut-turut pada Juli-September 2020. Penyebab daya beli rendah berbeda setiap elemen masyarakat.

Konsumsi masyarakat kelas bawah dan sebagian kelas menengah turun karena pendapatan mereka memang menurun. Namun, masyarakat kelas atas dan menengah yang berpendapatan tetap justru sengaja mengurangi konsumsi karena merasa tak aman berbelanja di masa pandemi.

”Saat ini masyarakat cenderung mengalihkan konsumsi ke tabungan dan investasi. Selama tidak ada kepercayaan, mereka tetap menahan belanja,” kata Enny.

Saat ini masyarakat cenderung mengalihkan konsumsi ke tabungan dan investasi. Selama tidak ada kepercayaan, mereka tetap menahan belanja.

KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN

Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020.

Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), simpanan dana pihak ketiga (DPK) mengalami tren kenaikan selama pandemi Covid-19. Pada Juli 2020, DPK tumbuh 8,83 persen dari sebelumnya Juni 2020 sebesar 7,95 persen. DPK sempat tumbuh mencapai 9,54 persen pada Maret 2020.

DPK di atas Rp 5 miliar dan di atas Rp 100 juta tumbuh paling tinggi hampir dua digit. Data ini mengonfirmasi kecenderungan masyarakat kelas atas dan sebagian kelas menengah yang lebih memilih menabung. Mereka mengurangi porsi belanja untuk antisipasi ketidakpastian dan khawatir terpapar Covid-19.

”Tren ini harus diwaspadai karena porsi masyarakat kelas atas dan menengah mencapai 60 persen dari total konsumsi rumah tangga,” kata Enny.

Baca juga: Kelola Ekspektasi Masyarakat untuk Tumbuhkan Konsumsi

Menurut Enny, kampanye yang dilakukan pemerintah untuk mendorong belanja masyarakat akan percuma selama rasa aman dan percaya tidak tercipta. Masyarakat butuh jaminan kesehatan untuk kembali berbelanja.

Ironisnya, kurva kasus infeksi Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Oleh karena itu, ekspektasi harus dikelola dengan baik. Keberhasilan pemerintah dalam menangani penyebaran virus akan menentukan sikap masyarakat.

”Pemerintah di hampir semua negara fokus pada penanganan Covid-19. Di Indonesia, pemerintah terkesan sibuk mereformasi regulasi yang berpotensi menciptakan ketidakstabilan domestik,” ujarnya.

Konsumsi sulit

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengakui, upaya meningkatkan konsumsi rumah tangga bukan perkara mudah. Bantuan sosial yang disalurkan pemerintah hanya untuk menjaga daya beli 40 persen penduduk terbawah. Konsumsi kelas atas dan menengah dipengaruhi progres penanganan Covid-19.

Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga sampai akhir tahun masih negatif, yaitu berkisar antara minus 1 persen dan minus 2,1 persen. Kondisi ini menyebabkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 terjerembab dalam zona negatif, yakni antara minus 0,6 dan minus 1,7 persen.

”Satu-satunya komponen produk domestik bruto (PDB) yang diproyeksikan tumbuh positif hanya konsumsi pemerintah antara 0,6 persen dan 4,8 persen,” ujar Febrio.

Satu-satunya komponen produk domestik bruto (PDB) yang diproyeksikan tumbuh positif hanya konsumsi pemerintah antara 0,6 persen dan 4,8 persen.

Pemerintah juga berupaya menjaga daya beli kelompok kelas menengah. Pada paruh II-2020, pemerintah menyalurkan bantuan subsidi gaji untuk guru honorer dan pekerja swasta dengan upah di bawah 5 juta per bulan. Besaran subsidi gaji Rp 600.000 per orang setiap bulan sampai akhir tahun 2020.

Baca juga: Subsidi Gaji, Biar Lambat Asal Selamat

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Samual mengatakan, ketidakpastian masih sangat tinggi sehingga pola konsumsi masyarakat berubah. Saat ini kepercayaan masyarakat untuk membeli barang tahan lama sangat lemah, sementara pasokan tersedia. Konsumsi hanya untuk bahan pokok.

Tren penurunan konsumsi dan daya beli ini mesti segera direspons pemerintah. Daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah harus ditopang agar mereka bisa bertahan.

”Kepercayaan masyarakat juga perlu kembali ditumbuhkan agar roda ekonomi kembali berputar dan proses pemulihan berjalan,” katanya.