Penurunan indeks harga konsumsi atau deflasi dalam tiga bulan berturut-turut selama triwulan III-2020 menandakan daya beli masyarakat belum pulih. Pemerintah perlu fokus menjaga daya beli kelompok masyarakat rentan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik mencatat, pada September 2020 Indonesia mengalami penurunan indeks harga konsumsi atau deflasi 0,05 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Situasi itu melanjutkan tren deflasi bulanan pada Juli dan Agustus 2020 yang tercatat 0,1 persen dan 0,05 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, deflasi selama tiga bulan berturut-turut itu menandakan daya beli masyarakat sepanjang triwulan III-2020 masih sangat lemah. Hal ini sejalan dengan tren menurunnya inflasi inti secara tahunan sejak Maret hingga September 2020. ”Kondisi ini patut kita waspadai,” ujarnya saat telekonferensi pers di Jakarta, Kamis (1/10/2020).
Menurut dia, deflasi sepanjang tiga bulan berturut-turut terakhir kali terjadi tahun 1999. Pada saat itu, Indonesia bahkan mengalami tren deflasi yang lebih panjang, yakni sejak Maret hingga September 1999.
Pada September 2020, ada dua kelompok pengeluaran yang dominan berkontribusi terhadap deflasi. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami deflasi 0,37 persen serta memberi andil 0,09 persen terhadap deflasi bulanan, sedangkan transportasi deflasi 0,33 persen dan berkontribusi 0,04 persen. Komoditas utama penyumbang deflasi ialah daging ayam ras, telur ayam, bawang merah, dan tarif angkutan udara.
Berdasarkan komponen indeks harga konsumsi, inflasi inti secara tahunan pada September 2020 tercatat 1,86 persen. ”Inflasi inti ini terendah sejak BPS dan Bank Indonesia pertama kali mendata inflasi inti pada 2004,” kata Suhariyanto.
Secara keseluruhan, sepanjang Januari-September 2020 (tahun kalender), inflasi Indonesia tercatat 0,89 persen. Menurut Suhariyanto, di tengah deflasi, ada sejumlah komoditas yang harganya cenderung naik, antara lain bawang putih dan minyak goreng.
Bantuan sosial
Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai, harga bawang putih tergolong fluktuatif. Namun, antisipasi perlu terus diupayakan. ”Resesi akan memengaruhi daya beli. Untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya terhadap komoditas pangan, ketersediaan pasokan di pasar harus dipastikan supaya harganya tetap stabil,” tutur Felippa.
Terkait hal itu, pemerintah memfokuskan penyaluran bantuan sosial kepada kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin agar daya beli mereka tidak semakin tergerus serta pelaku usaha mikro kecil mampu mempertahankan usahanya. Hingga 28 September 2020, pemerintah telah mencairkan Rp 304,62 triliun atau 43,8 persen dari total Rp 695,2 triliun anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Menurut Ketua Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin, Rabu (30/9/2020), strategi pemerintah difokuskan untuk menjaga daya beli rakyat miskin dan rentan miskin serta menjaga daya tahan kelompok yang paling terdampak, seperti pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Oleh karena itu, percepatan penyaluran berbagai program bantuan sosial ditempuh.
Indonesia mengalami deflasi pada Juli, Agustus, dan September 2020 yang masing-masing sebesar 0,1 persen, 0,05 persen, dan 0,05 persen. Pergerakan deflasi ini dinilai mencerminkan anomali.