Tren ”Video Commerce” Jadi Alasan Walmart Ikut Membeli Tiktok
Video commerce ini mempunyai kekuatan untuk menerjemahkan pengalaman konsumen terhadap sebuah merek hingga menjadi sebuah transaksi.
Banyak orang bertanya-tanya mengenai alasan pembelian saham Tiktok oleh perusahaan ritel Walmart. Sepintas kelihatan tidak ada kaitannya antara bisnis perusahaan itu dengan Tiktok yang merupakan aplikasi berisi konten video pendek.
Mereka cerdik dan melihat peluang besar ketika aplikasi video pendek itu digunakan banyak orang, terutama anak-anak muda. Video untuk dagang atau disebut video commerce menjadi alasan Walmart ikut membeli saham perusahaan asal China itu. Mereka tengah mencari strategi untuk kembali menjadi raksasa ritel.
Sejak kemunculan Amazon, perusahaan ritel konvensional kelimpungan. Mereka bingung untuk memosisikan diri di tengah penghancuran bisnis mereka yang kian lama kian cepat. Walmart adalah salah satu perusahaan ritel konvensional dengan jumlah fasilitas penjualan mencapai 4.700 tempat, angka ini belum termasuk tempat penjualan yang merupakan anak perusahaan, yang terus berjuang agar tetap bertahan.
Mereka telah melakukan sejumlah inovasi agar bertahan seperti pengiriman barang pada hari yang sama, fasilitas pengisian catu daya di area parkir, membuat merek sendiri untuk beberapa produk, dan investasi di bidang teknologi.
Tak berhenti sampai di sana. Sejak lima tahun lalu, Walmart bercita-cita untuk mendekati bisnis Amazon yang telah lama mempermalukan mereka dalam bisnis ritel. Berbagai langkah di bidang teknologi telah dilakukan seperti dikutip laman Vox, Walmart telah mengakuisisi Jet.com pada 2016 dengan nilai 3 miliar dollar AS, kemudian membeli usaha rintisan India Flipkart senilai 16 miliar dollar AS, hingga membuat program keanggotaan Walmart+.
Semua cara itu ternyata tidak menggoyahkan posisi Amazon yang tetap berada di depan. Pembelian Tiktok juga masih dalam kaitan untuk mengalahkan perusahaan teknologi di bidang ritel ini. Walmart membeli 7,5 persen saham Tiktok bersama Oracle yang membeli 12,5 persen saham itu. Apakah mereka akan berhasil?
Walmart tidak ingin selamanya menjadi pengikut Amazon. Oleh karena itu, mereka membeli Tiktok. Mereka sudah berancang-ancang untuk menjadi pemimpin dalam penggunaan video pendek untuk perdagangan ritel. Di dalam dunia teknologi digital kanal ini disebut video commerce atau video untuk penjualan ritel.
Di Asia, cara-cara ini sudah lama berkembang pesat, tetapi di Amerika Serikat ternyata penggunaan video untuk perdagangan ritel belum terlalu berkembang. Konsumen belum menggunakan konten video sebagai bahan pertimbangan dan kanal untuk membeli barang.
Video commerce ini mempunyai kekuatan untuk menerjemahkan pengalaman konsumen terhadap sebuah merek hingga menjadi sebuah transaksi. Visual di video seperti dikutip dalam laman AI Multiple menyebutkan, video bisa digunakan untuk memperlihatkan fungsi sebuah alat atau produk serta manfaat produk itu bagi konsumen.
Di dalam konten perusahaan bisa menyertakan informasi yang sangat banyak. Ketuntasan dalam menyajikan semua itu menyebabkan tingkat konversi dari kunjungan laman ke pembelian terhitung sangat tinggi. Sekitar 64 persen sampai 85 persen pengunjung laman kemungkinan berlanjut dengan membeli produk setelah menonton video.
Kanal video dagang ini menjadi penyelamat bagi laman-laman dagang sehingga konversinya naik. Laman biasa cenderung diabaikan pengunjung. Mereka hanya melihat-lihat laman dan meninggalkanya begitu saja. Konten video juga bisa menjelaskan sesuatu yang rumit menjadi mudah, menyingkat informasi yang panjang jika ditulis, dan presentasi sejumlah informasi menjadi hanya 30 detik. Video juga membawa konsumen terlibat dan cukup menunjukkan manfaat produk dibandingkan dengan menceritakannya.
Kenyataan lain yang menjadi dasar kekuataan kanal video adalah orang lebih suka membagikan video daripada teks. Orang juga terdorong mengeklik tombol video dibandingkan dengan kanal yang tak memiliki elemen visual. Konsumen akan berada lebih lama berada di laman ketika laman itu memiliki konten-konten video.
Mereka lebih senang menonton dibandingkan dengan membaca tulisan. Situasi ini menjadi basis bagi konsumen untuk melangkah lebih lanjut, yaitu membeli produk. Keterikatan konsumen dengan laman meningkat ketika mereka melihat-lihat video di laman itu.
Sekitar 73 persen orang yang melihat video sebuah produk bekerja atau memberi manfaat akan membeli barang itu. Video membuat para konsumen merasa percaya diri untuk memilih. Tidak mengherankan jika Google Search sudah sejak lama mencantumkan video di dalam hasil pencarian di samping teks dan gambar serta medium lainnya.
Oleh karena itu, para pengelola laman perlu menambahkan konten video di laman mereka untuk meningkatkan keterlihatan (visibility) konten saat orang mencari di Google. Dari situs pencarian itu belakangan video yang dipasok oleh Youtube juga terlihat paling di atas dibandingkan dengan teks atau gambar.
Walmart sudah memperhitungkan keuntungan seperti di atas. Bahkan, mereka sudah melihat sesuatu yang bisa dilakukan di platform Tiktok. Menurut salah satu tulisan di The New York Times, Walmart sebenarnya meniru langkah yang dilakukan Douyin, Tiktok yang beroperasi di China. Douyin telah sukses membuat platform itu sebagai laman dagang. Mereka berhasil menggaet konsumen muda untuk berbelanja di konten video dalam waktu singkat.
Induk dari platform ini, yaitu ByteDance, pertama kali melakukan uji coba video untuk laman dagang pada 2018. Beberapa bulan setelah itu mereka meluncurkan tombol ”Shop Now” di video itu yang memungkinkan konsumen langsung mengakses laman yang menyediakan produk yang tampil di video.
Semua itu bisa dilakukan karena telepon pintar di China bisa digunakan untuk berbelanja sambil kita bisa tetap menonton konten video. Beberapa platform dagang di China telah lama menempelkan fitur pengaliran langsung konten video (live streaming) yang memungkinkan orang langsung berbelanja.
Aplikasi video sebenarnya juga sudah lama dilengkapi dengan fitur untuk berbelanja. Data menunjukkan nilai belanja melalui kanal ini pada tahun lalu adalah 140 miliar dollar AS hanya untuk penjualan pernak-pernik melalui pengaliran langsung konten video. Angka penjualan ini naik dua kali lipat dibandingkan dengan angka penjualan tahun 2018.
Kesuksesan di China itu ingin dikopi oleh Walmart di Amerika Serikat. Walmart tidak ingin terus-menerus di belakang Amazon. Mereka berupaya terus agar kembali menjadi raksasa ritel. Walmart juga ingin menyasar konsumen muda yang jumlahnya sangat besar.
Langkah Walmart ini bisa sukses, tetapi beda bangsa beda pula pendekatan untuk memperkenalkan fitur-fitur baru sehingga ada tantangan tersendiri untuk memperkenalkan fitur belanja di Tiktok. Bisa saja para pengguna Tiktok yang sudah nyaman tiba-tiba merasa terganggu dengan kehadiran fitur itu.
Sebagai contoh kemunculan fitur Facebook Messenger di platform Facebook ternyata sampai sekarang juga tak mudah diterima oleh para penggunanya. Kerja keras masih menanti Walmart agar pembelian saham Tiktok bisa membesarkan kembali bisnis ritel mereka.