Petani Tunda Tanam, Pemerintah Daerah Siapkan Stimulan
Kelangkaan pupuk bersubsidi masih menjadi masalah bagi sebagian besar petani di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Akibatnya, sejumlah petani menunda tanam dan ada pula yang membiarkan tanaman tanpa perawatan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Kelangkaan pupuk bersubsidi masih menjadi masalah bagi sebagian besar petani di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Akibatnya, sejumlah petani menunda tanam dan ada pula yang membiarkan tanaman tanpa perawatan.
Dinas Pertanian Banyuwangi membenarkan adanya kelangkaan pupuk bersubsidi akibat pengurangan alokasi pupuk subsidi dari pemerintah pusat. Sebagai gantinya, pemerintah kabupaten menyiapkan stimulan untuk pupuk organik bagi para petani.
Ditemui di Banyuwangi, Kamis (1/10/2020), Ketua Kelompok Tani Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah, Umar Said mengaku memilih menunda tanam akibat kelangkaan pupuk bersubsidi. Hal ini ia lakukan karena tak mampu membeli pupuk nonsubsidi.
”Saya sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Saya punya sawah 1 hektar, sebagian besar tidak saya tanami dulu. Sebagian lainnya saya alihkan untuk menanam ubi jalar,” ungkapnya.
Umar mengatakan, dirinya hanya bergantung pada pupuk bersubsidi. Ia enggan membeli pupuk nonsubsidi yang harganya jauh lebih mahal. Ia pun enggan menggunakan pupuk organik yang ia rasa lamban dalam menyerap nutrisi.
Berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Elektronik (e-RDKK), Umar mendapatkan kuota 5 kuintal pupuk yang terdiri dari urea, NPK, ZA, dan organik. Jatah tersebut belum pernah ia belanjakan di kios pertanian.
”Saya sama sekali belum pernah mengambil jatah pupuk bersubsidi itu. Giliran saya butuh pupuk subsidi, persediaan di kios sudah tidak ada. Saya ditawari membeli pupuk nonsubsidi. Jelas saya tolak karena harganya tinggi,” ujarnya.
Hal serupa dialami Ketua Kelompok Tani Murni Kecamatan Wongsorejo Ahmad Jamali. Petani yang menanam cabai rawit tersebut kini membiarkan tanaman miliknya yang berusia 3 bulan tak dirawat.
”Saat ini sebenarnya lagi butuh pupuk untuk perawatan dan pemberian asupan tanaman. Tetapi, mau bagaimana lagi, saya tidak sanggup membeli pupuk nonsubsidi. Ya, saya biarkan saja. Sudah pasti besok produksinya hancur,” katanya.
Serupa dengan Umar, Ahmad juga mengeluhkan tingginya harga pupuk nonsubsidi. Ia membandingkan, urea bersubsidi dijual Rp 180.000 per kuintal, sedangkan urea nonsubsidi dijual dengan harga Rp 540.000.
Saat ini, Ahmad juga mengaku enggan menggunakan pupuk organik karena prosesnya yang panjang dan butuh waktu lama. Ia membutuhkan pupuk yang bisa langsung digunakan saat ini juga.
”Pupuk organik memang baik, tetapi tidak semudah itu kami yang biasa menggunakan pupuk kimia langsung berpindah ke pupuk organik. Untuk menyiapkan bahan dan tanamannya butuh waktu yang bukan hanya sehari dua hari,” ungkapnya.
Pemberian bantuan pupuk organik memang menjadi salah satu solusi yang ditawarkan oleh Dinas Pertanian Banyuwangi. Bantuan tersebut nantinya akan diberikan berupa stimulan.
”Kami sudah menyiapkan stimulan pupuk organik untuk lahan 200 hektar per desa. Harapannya bantuan ini bisa menjadi solusi sementara di tengah kelangkaan pupuk,” ujar Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi Ahmad Khoiri.
Upaya lain yang dilakukan ialah memasukkan anggaran kebutuhan pupuk dalam APBD Perubahan. Harapannya kebutuhan pupuk bisa ditutup menggunakan APBD Perubahan tersebut.
Khoiri mengakui ada kelangkaan pupuk bersubsidi. Hal itu terjadi karena kebijakan pemerintah yang mengurangi alokasi pupuk bersubsidi. Akibatnya alokasi pupuk bersubsidi di Banyuwangi berukurang hingga 64 persen.
”E-RDKK pada 25 Juli 2020 kami mengajukan 63.372 ton urea, 31.596 ton ZA, 30.9094 ton SP36, 67.932 ton NPK, dan 41.825 ton pupuk organik. Namun, realisasinya Banyuwangi hanya mendapat 31.688 ton urea, 21.834 ton ZA, 9.869 ton SP36, dan 24.082 ton pupuk organik,” ungkapnya.
Berdasar data dari Dinas Pertanian, per 4 September, persediaan pupuk di pasaran hanya tersisa 88 ton urea, 1.326 ton ZA, 212 ton SP-36, 11.952 ton NPK, dan 986 ton pupuk organik. Khoiri menduga saat ini persediaan memang sudah berkurang drastis atau bahkan habis.
”Data terbaru persediaan pupuk baru bisa kita ketahui nanti tanggal 4 Oktober. Mungkin sekarang memang sudah habis. Pupuk subsidi langka memang benar, tetapi pupuk subsidi menjadi lebih mahal itu tidak benar,” tuturnya.
Khoiri yakin harga pupuk subsidi tidak naik karena harga eceran tertingginya sudah diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2020. Ia meminta para petani melaporkan apabila mengetahui ada pihak yang menjual pupuk subsidi di atas harga eceran tertinggi.