Pebisnis Tak Cukup Sekadar Bermigrasi ke Kanal Digital
Inovasi bisnis pada masa pandemi Covid-19 tak cukup sekadar bermigrasi ke platform digital. Sentuhan personal untuk menunjukkan identitas produk dan perusahaan, tetap berperan penting agar bisa bertahan dan menang.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Di platform digital, kita bisa menemukan banyak usaha baru yang muncul saat pandemi. Kita juga bisa menemukan berbagai inovasi bisnis di berbagai platform itu di tengah krisis seperti saat ini. Usaha baru dan inovasi perusahaan mapan berusaha memanfaatkan platform digital di tengah keharusan orang tetap di rumah. Informasi dari berbagai platform itu membanjiri konsumen. Akan tetapi, pada akhirnya, pemenangnya adalah mereka yang tak sekadar memanfaatkan kanal digital.
Pada saat pandemi muncul, banyak UKM dan pebisnis besar memanfaatkan kanal digital untuk menjangkau konsumen. Pada awalnya, konsumen memilih sisi kepraktisan ketika memilih produk atau layanan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, konsumen punya kesempatan untuk memilih produk yang diinginkan. Mereka bisa dengan tenang memilih produk yang sesuai dengan keinginan mereka dan memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk lainnya. Apabila UKM dan pebisnis besar sekadar memanfaatkan kanal digital, sangat mungkin produk mereka tidak dipilih konsumen.
Kita perlu belajar dari produsen makanan ringan asal Inggris, Olly’s, mengenai siasat saat pandemi. Saat krisis karena pandemi merebak, penjualan mereka turun 40 persen. Majalah Speciality Food menyebutkan, produk mereka tak bisa lagi ditemui di pesawat, kereta api, bar, dan di sembilan negara tujuan ekspor Olly’s. Selama ini mereka memiliki 8.000 titik penjualan. Namun, akibat pandemi, jumlah titik-titik penjualan itu turun sangat drastis. Banyak rekan bisnis membatalkan pesanan dan menutup pintu.
Pendiri usaha rintisan itu, Olly Hiscocks, tidak kehabisan akal. Ia memperkuat penjualan daring. Keputusan ini sangat tepat. Kanal yang semula hanya memiliki porsi penjualan 5 persen naik menjadi lebih dari 35 persen. Identitas produk juga diubah, dari makanan ringan biasa menjadi produk makanan sehat dan menambah beberapa jenis makanan ringan. Produk-produk baru juga tetap diluncurkan. Semakin sering orang berada di rumah, potensi mereka membeli makanan ringan makin besar. Insting bisnisnya jeli.
Hiscocks juga membuat katalog daring. Selama ini ia hanya menyediakan katalog untuk pembeli di beberapa toko atau bar. Ukuran kemasan produk yang semula kecil-kecil dibuat juga dalam satu kilogram. Asumsinya, mereka yang di rumah memilih sekali membeli dalam jumlah besar daripada membeli berkali-kali dalam jumlah kecil. Cara seperti ini menaikkan penjualan sekaligus memperkuat identitas Olly’s di platform digital. Dengan cara ini pula Olly’s mampu mendapat pasar baru di luar negeri. Orang lebih mudah mencari produk mereka dan pemilik usaha lebih mudah mengendalikan penjualan dibandingkan dengan penjualan melalui toko dan titik penjualan lainnya yang dipakai selama ini.
Sebaliknya, produsen produk berbahan asal susu Land O’Lakes di Amerika Serikat yang terbiasa dengan penjualan dalam partai besar tiba-tiba harus berjualan ritel dan daring karena penjualan partai besar lesu sejak pandemi Covid-19. Investasi yang selama ini dilakukan terasa tiada artinya. Mereka harus menata ulang jaringan hingga membutuhkan waktu dan tenaga yang besar. Pada akhirnya, perusahaan ini berhasil membuat terobosan hingga penurunan permintaan dalam partai besar mulai digantikan permintaan ritel. Mereka juga bisa bekerja dari jarak jauh sehingga mengurangi biaya perjalanan.
CEO Land O’Lakes Beth Ford dalam wawancara dengan majalah Dairy Food mengatakan, dirinya bangga dengan timnya yang bisa menemukan cara-cara kreatif pada saat pandemi sehingga produk dan layanan mereka bisa berubah dan masuk ke kanal ritel. Identitas mereka di pasar juga menguat karena mereka berani mengeluarkan sejumlah produk baru. Ia mengaku sebelumnya tidak bisa membayangkan perusahaannya bisa mengubah kanal penjualan dari penjualan dalam partai besar menjadi penjualan partai kecil yang langsung dibutuhkan konsumen di rumah.
Pelajaran dari dua perusahaan di atas, meskipun cara-cara penjualan telah berubah secara daring, perubahan itu saja tidak cukup. Mereka tetap harus menunjukkan identitas yang kuat di tengah perubahan kanal agar bisa kokoh di pasar. Mereka juga membangun variasi produk baru di tengah pandemi. Identitas mereka menjadi kuat, bukan semata-mata karena teknologi digital, tetapi bergantung pada kreativitas orang-orang di dalam perusahaan.
Beth Ford mengatakan, langkah pertama yang dia lakukan adalah mendengarkan pendapat dari para karyawan. Mereka harus merasa nyaman di tengah krisis yang sedang berlangsung serta merasa dilibatkan dan bergabung untuk melanjutkan misi perusahaan. Ketika karyawan sudah siap diajak melangkah bersama saat pandemi, mereka diminta fokus pada perubahan perilaku konsumen dan tren yang muncul hingga menemukan inovasi.
Langkah pertama yang dia lakukan adalah mendengarkan pendapat dari para karyawan.
Krisis hanya berdampak pada pelemahan sementara sebab pada saatnya, perusahaan akan menjadi lebih kuat. Rintangan bisa diatasi, yang diawali dengan migrasi ke kanal digital. Namun, inovasi tak boleh terhenti karena sentuhan personal lebih menentukan. Sekadar bermigrasi ke kanal digital bisa menjebak karena mereka berpikir sudah selesai berinovasi. Padahal, langkah itu tak cukup.