Lentur dan Adaptif Menghadapi Resesi Ekonomi
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah bertahan menghadapi resesi. Mereka memilih strategi dan siasat yang lentur dan adaptif.
JAKARTA, KOMPAS — Resesi ekonomi di depan mata membuat pengusaha kecil ketar-ketir. Namun, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah cukup fleksibel dan lentur untuk menjalankan lika-liku bisnis di tengah krisis.
Mereka menerapkan strategi dan bersiasat agar bertahan menghadapi resesi. Strategi itu terutama terkait pemasaran produk dan efisiensi usaha.
Pengusaha Batik Lasem Kidang Mas, Rudi Siswanto (38), mengatakan, pandemi Covid-19 dan ancaman resesi ekonomi mengubah caranya menjalankan bisnis secara signifikan.
Rudi mengubah strategi penjualan batik Kidang Mas ke platform digital. Penjualan yang sebelumnya lebih banyak secara luar jaringan berganti menjadi lewat media sosial Instagram dan Facebook.
”Sebelum pandemi, sekitar 70 persen penjualan kami secara luar jaringan. Sekarang, hampir semuanya daring meskipun baru lewat media sosial. Saya belum mencoba berjualan di pasar daring karena persaingan lebih berat dan harus insentif dikelola,” kata Rudi saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (27/9/2020).
Perubahan strategi penjualan lewat daring membuahkan hasil. Masker batik Kidang Mas dibeli penggemar batik dari Singapura dan Malaysia. Kendati jumlahnya masih terbatas, pesanannya cukup teratur.
Kini, awan resesi yang kian pekat membuat Rudi kembali mengubah strategi. Perubahan dilakukan pada produksi, penjualan, target pasar, dan efisiensi usaha demi menghemat biaya operasional. Langkah yang ditempuh, antara lain, memangkas biaya operasional dan seoptimal mungkin memanfaatkan bahan baku. Ia terpaksa mengurangi setengah dari pegawainya.
”Secara otomatis harus ada pengurangan dari segi produk dan pegawai. Hal ini terpaksa dilakukan karena permintaan turun drastis. Ketika menghitung arus kas, sudah tidak mungkin lagi,” katanya.
Indonesia dipastikan memasuki resesi pada akhir September ini. Pemerintah memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2020 berkisar minus 2,9 persen sampai dengan minus 1 persen. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi RI terkontraksi pada triwulan II dan III tahun ini.
Upaya bertahan di masa resesi juga dilakukan Tisa Anindita Diandra (26) yang merintis usaha mode Mandaka by Diandra. Ia menggenjot pemasaran lewat media sosial, bahkan menambah anggaran untuk memasang iklan di Instagram demi meningkatkan impresi dan menambah pembeli.
Strategi lain yang ditempuh Tisa dan timnya adalah mengurangi produksi untuk menekan biaya operasional dan menekan produk yang tak terserap pasar.
Caranya, hanya menerima pesanan khusus yang harga, model, dan warnanya disesuaikan dengan keinginan pemesan. ”Lewat pesanan khusus itu, kami bisa mengurangi kuantitas barang-barang yang stoknya tersedia,” katanya.
Rudi dan Tisa berharap strategi mereka dapat menjaga kelangsungan usaha mereka di masa resesi ekonomi. Meskipun, Rudi mengakui, realisasi usahanya tidak selalu sesuai proyeksi. Apalagi, di tengah kondisi perekonomian sulit seperti saat ini, masyarakat memilih menyimpan dana daripada membelanjakannya.
”Banyak proyeksi kami yang pasti akan meleset. Tidak mungkin 100 persen terpenuhi. Makanya, kami sudah tidak berpikir mengejar omzet atau ekspansi bisnis. Minimal bisa bertahan, sudah bagus,” kata Rudi.
Baca juga: Sektor Riil Dijaga agar Perekonomian Cepat Pulih
Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 74,04 juta orang yang bekerja di sektor informal dan 56,99 juta orang bekerja di sektor formal. Sementara, data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan, per akhir 2018 ada 64.199.606 unit usaha di Indonesia. Jumlah itu terdiri dari 64.194.057 unit UKM dan 5.550 unit usaha besar.
Kami sudah tidak berpikir mengejar omzet atau ekspansi bisnis. Minimal bisa bertahan, sudah bagus.
Adaptasi
Di tengah situasi krisis akibat pandemi Covid-19, usaha rintisan berbasis digital dapat menopang perekonomian nasional selama relevan dengan kebutuhan masyarakat. Sebab, usaha rintisan semacam ini fleksibel dan mudah beradaptasi dengan kondisi terkini.
Baca juga: Fokus Lindungi Kelompok Rentan
Chairwoman Startup Indonesia sekaligus CEO Bubu.com Shinta Dhanuwardoyo menilai, usaha rintisan cenderung mudah menyesuaikan model bisnis. ”Usaha rintisan cukup resilien dan fleksibel dalam beradaptasi menghadapi situasi ekonomi karena memiliki dasar teknologi serta belum sebesar jenis perusahaan lain,” tuturnya, Minggu.
Usaha rintisan berbasis digital dapat menopang perekonomian nasional selama relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut Shinta, usaha rintisan berbasis teknologi yang mampu membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat berpotensi bertahan. Contohnya, usaha rintisan di bidang teknologi pendidikan, kesehatan, keuangan, dan perdagangan secara elektronik.
Potensi itu tecermin dari suntikan dana bagi usaha rintisan di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun Cento Ventures dalam publikasi berjudul ”Southeast Asia Tech Investment-H1 2020”, investasi ke usaha rintisan di Indonesia pada semester I-2020 sebesar 2,803 miliar dollar AS. Nilai itu naik dibandingkan dengan semester I-2019 yang sebesar 1,544 miliar dollar AS.
Baca juga: Ciptakan Ekosistem Digital UMKM Berkelanjutan
Namun, Shinta menggarisbawahi, usaha rintisan mesti berhati-hati mengelola keuangan di tengah pandemi Covid-19 dan resesi. Apalagi, masyarakat mengurangi belanja sehingga usaha rintisan mesti menilik ulang kebutuhan masyarakat yang akan terus ada.
Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca berpendapat, usaha rintisan berpotensi unggul di tengah resesi karena usaha ini berinovasi. Selain itu, aset berupa sumber daya manusia dan teknologi membuat usaha rintisan memiliki kapabilitas dan lebih leluasa menyusun ulang bisnis. (AGE/JUD)