Masih Banyak Nelayan Kesulitan Mengakses BBM Bersubsidi
Serapan BBM bersubsidi untuk nelayan kecil masih sangat rendah. Salah satu penyebabnya, pengurusan surat rekomendasi untuk membeli BBM bersubsidi dinilai masih menyulitkan nelayan.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya realisasi penyaluran kuota bahan bakar minyak bersubsidi menunjukkan para nelayan masih kesulitan mengakses program pemerintah. Pendataan, prosedur, dan persyaratan dalam mengurus surat rekomendasi yang berbelit dinilai menjadi kendala bagi nelayan untuk mendapatkan subsidi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, pada 2019, realisasi penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi nelayan hanya 494.539 kiloliter (kl) atau 25,61 persen dari kuota 1,93 juta kl yang ditetapkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Begitu pun hingga triwulan I-2020, realisasi penyaluran baru 118.253 atau 6,16 persen dari kuota 1,92 juta kl.
Rendahnya penyerapan BBM bersubsidi membuat nelayan tidak bisa melaut secara optimal yang akhirnya berdampak pada hasil tangkapan nelayan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menyampaikan, kondisi ini memperlihatkan BBM menjadi kebutuhan dasar untuk mempertahankan produksi. Terlebih, biaya operasional bagi nelayan untuk membeli BBM mencapai 60-80 persen.
Paparan ini dibahas dalam webinar Aktivasi Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) bertemakan ”Pemerintah Ada Untuk Nelayan: Bagaimana Strategi Pemenuhan BBM Bersubsidi Untuk Nelayan Agar Tepat Sasaran?”. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik; Direktur BBM, BPH Migas, Patuan Alfon; Direktur Pemsaran Regional PT Pertamina Jumali; dan Head of Retail Petroleum PT AKR Corporindo Tbk Muliady Jahja.
Riza Damanik menyampaikan, persoalan lain yang dihadapi nelayan, yaitu masih banyak yang belum memiliki legalitas identitas kartu pelaku usaha kelautan dan perikanan (Kusuka) dan registrasi kapal yang memadai. Pada akhirnya, nelayan kesulitan mengakses program-program pemerintah.
Hasil survei Koalisi Ketahanan Usaha Perikanan Nelayan menunjukkan, sebagian besar responden (90 persen) tidak mempunyai nomor registrasi kapal dan 78 persen responden tidak mempunyai kartu Kusuka. Adapun 78 persen responden menyatakan kesulitan mendapatkan surat rekomendasi dan 69 persen responden mengaku sulit membeli kuota BBM bersubsidi.
Survei dilakukan pada Mei hingga Juni 2020 di lima kampung nelayan, yakni Aceh, Medan, Semarang, Gresik, dan Lombok Timur. Ada 2.068 responden dan 200 auditor yang terlibat dalam survei ini.
”Keadaan ini membuat kita lebih banyak berimprovisasi terkait proses penyaluran BBM bersubsidi, bukan mengatasi akar permasalahannya. Proses pendataan nelayan-lah yang sebenarnya menjadi persoalan utama untuk mengatasi rendahnya penyaluran BBM bersubsidi,” ujar Riza.
Selain itu, prosedur dan persyaratan setiap daerah seharusnya diseragamkan sehingga tidak menyulitkan nelayan mendapatkan surat rekomendasi pembelian BBM bersubsidi. Salah satunya, dapat dilakukan dengan mengonsolidasikan, mempersingkat, dan mempermudah skema penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan kecil.
Surat rekomendasi
Muliady Jahja menyampaikan, pada praktiknya nelayan masih kesulitan dalam mengurus surat rekomendasi pembelian BBM. Salah satunya karena jarak dari lokasi kampung nelayan ke Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan di sebagian wilayah cukup jauh. Selain itu, banyak pula nelayan yang tidak memiliki dokumen lengkap untuk mengurus surat rekomendasi.
Untuk itu, perlu adanya keselarasan atas setiap peraturan yang diterbitkan antar-instansi pemerintah sehingga tidak terjadi dualisme peraturan di lapangan. Perlu adanya keseragaman, baik dalam hal pengaturan syarat-syarat penerbitan surat rekomendasi yang perlu dipenuhi oleh nelayan, jangka waktu berlakunya surat rekomendasi, maupun format surat rekomendasi.
”Sosialisasi juga diperlukan bagi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait Peraturan Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat Rekomendasi Pembelian Jenis BBM tertentu (JBT) untuk Nelayan. Dengan begitu, SKPD akan mempunyai kesadaran dan pemahaman yang sama,” ujar Muliady.
Patuan Alfon menjelaskan, surat rekomendasi yang diterbitkan oleh perangkat daerah dibutuhkan konsumen untuk membeli JBT. Rekomendasi yang diterbitkan wajib memenuhi format surat rekomendasi pembelian JBT sebagaimana diatur dalam Peraturan BPH Migas Nomor 17 Tahun 2019.
Jumali mengatakan, surat rekomendasi diperlukan agar penyaluran BBM subsidi tepat sasaran dan PT Pertamina pun dapat melayani sesuai dengan alokasi yang disetujui dalam surat tersebut. Untuk itu, digunakan sistem digital dalam hal pendataan konsumen pembeli BBM subsidi, termasuk konsumen nelayan.
”Saat ini total lokasi layanan BBM untuk nelayan berjumlah 7.004 outlet, meliputi 357 SPBU-N (stasiun pengisian bahan bakar umum-nelayan) dan 6.647 SPBU, terutama untuk daerah yang belum ada SPBU-N. Ke depan, perlu disiapkan master data nelayan beserta jenis kapal dan kebutuhan BBM-nya secara digital,” ujar Jumali.