Volta, ”Gowes” Ekonomi Domestik dengan Sepeda Listrik
Di antara penghuni Galeri Mesin Lokal Kementerian Perindustrian, ada ”Volta”, sepeda dan sepeda motor listrik produksi Semarang. Pengembangan produk lokal diharapkan turut menggerakkan ekonomi yang lesu akibat pandemi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
Di antara produk industri kecil menengah yang dipajang di Galeri Mesin Lokal, toko resmi Kementerian Perindustrian di Blibli.com, ada sepeda listrik ”Volta” yang menarik perhatian. Produk ini turut meramaikan pameran virtual ”Bangga Mesin Buatan Indonesia” yang digelar 15-17 September 2020.
Selain alat transportasi, Galeri Mesin Lokal juga memajang produk permesinan industri kecil menengah (IKM) kategori mesin pengolahan makanan minuman, alat kesehatan, elektronik/kelistrikan, pertanian/perikanan, dan alat/mesin teknologi tinggi. Lapak ini diharapkan menggairahkan penjualan produk IKM lokal di tengah lesunya perekonomian akibat pandemi Covid-19.
Di luar Galeri Mesin Lokal, sejumlah pemasar membuka lapak di marketplace lain, seperti Shopee. Di salah satu lapak, delapan akun pembeli menaburkan lima bintang, memberikan komentar, dan menampilkan foto sepeda listrik yang tengah bertengger di rumah, bersama kardus dan plastik pembungkus bertuliskan Volta.
Apresiasi itu menjadi salah satu buah jerih payah mengedukasi konsumen. Produsen sepeda listrik itu, PT Volta Indonesia Semesta, berdiri pada 9 Oktober 2017. Menurut CEO PT Volta Indonesia Semesta (VIS) Willty Awan, dirinya bersama empat rekan bisnis mesti berjibaku mengurus perizinan industri hingga mampu memasarkan produk pada 2018.
Willty dan kawan-kawannya menilai, alat transportasi merupakan penyokong pergerakan masyarakat. Mereka juga melihat tren penggunaan kendaraan listrik secara global yang didorong oleh keinginan melepaskan ketergantungan pada energi fosil serta mengurangi polusi udara.
Dalam memasarkan sepeda atau kendaraan listrik, kata Willty, edukasi dan sosialisasi memiliki peran kunci. ”Mulanya, ada konsumen yang takut menggunakan kendaraan listrik karena tidak ingin tersetrum saat hujan, korsleting, hingga baterai meledak di tengah jalan. Namun, kita ubah pola pikirnya dengan membuat konsumen mencoba langsung produk kami di sejumlah kegiatan atau pameran,” ujarnya, Jumat (25/9/2020).
Sepeda listrik menjadi produk sulung yang dilahirkan Volta. Menurut Willty, sepeda bisa menjadi pembuka jalan transisi masyarakat ke kendaraan listrik. Saat itu, sepeda listrik dijual Rp 4 juta-Rp 6 juta per unit. Angka ini dianggap lebih ekonomis dan terjangkau dibandingkan dengan sepeda motor berbahan bakar fosil yang belasan juta rupiah. Sepeda pun tidak membutuhkan surat tanda nomor kendaraan (STNK).
Sepeda listrik Volta dengan baterai terisi penuh dengan daya 1 kilowatt jam (kWh) dapat menempuh jarak 35-40 kilometer (km). Sebagai pembanding, sepeda motor membutuhkan 1 liter bahan bakar untuk menempuh jarak yang sama. Artinya, ongkos energi sepeda listrik lebih murah ketimbang motor berbahan bakar minyak.
Tiga tahun sejak berdiri, PT VIS memproduksi sepeda motor dan kendaraan roda tiga yang memiliki bak terbuka untuk muatan dengan berat 350-400 kilogram (kg). Keduanya menggunakan energi listrik.
Komponen lokal
Setelah mengimpor komponen dan merakitnya di Indonesia selama 2018-2019, kini Volta berupaya menaikkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Willty menambahkan, pihaknya terbuka untuk bermitra dengan pelaku industri komponen lokal.
Dengan bantuan dinas perindustrian di Semarang, Jawa Tengah, Volta ”dijodohkan” dengan pelaku industri setempat. Salah satunya dengan penghasil pelek. ”Kami kesulitan dalam pengadaan pelek karena belum banyak permintaan pelek untuk kendaraan listrik. Saya menemui vendor, memaparkan potensi ke depan, bahkan berbagi investasi,” tuturnya.
Volta juga mencari pemasok baterai lokal. Baterai menjadi komponen vital kendaraan listrik. Willty berharap upayanya memanfaatkan komponen dari pemasok lokal bisa berdampak ganda pada perekonomian domestik.
Mulai pulih
Sepanjang 2019, Volta memproduksi dan menjual 4.000 kendaraan listrik. Di awal tahun ini, Volta menargetkan produksi dan penjualan 10.000 unit. Akibat pandemi Covid-19, target mesti direvisi. Namun, kata Willty, ada sinyal pemulihan penjualan yang lebih baik dibandingkan pada Maret-Mei 2020. Sinyal positif itu dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat akan alat transportasi individual guna menghindari kerumunan di angkutan umum. Selain itu, tren bersepeda turut berpengaruh.
Tak hanya berinovasi dalam pemanfaatan komponen lokal, Volta mau tak mau mesti berimprovisasi untuk memasarkan produk di kanal digital. ”Kami terbuka dengan perubahan dan siap beradaptasi agar dapat bertahan. Dalam berbisnis, hal-hal baru bermunculan. Kalau berkukuh dengan yang ada, usaha bisa hilang,” ujarnya.
Menurut Willty, adaptasi pemasaran digital dapat berjalan mulus berkat inisiatif para diler yang sudah terjun ke e-dagang sejak sebelum pandemi Covid-19. Hingga kini, Volta telah bermitra dengan sekitar 70 diler di Indonesia, termasuk di luar Pulau Jawa, seperti Lampung, Banjarmasin, Bali, Lombok, dan Merauke. ”Menariknya, konsumen di sejumlah daerah di luar Jawa membeli kendaraan listrik kami karena kesulitan mengakses SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum),” kata Willty.
Volta memproduksi sepeda, sepeda motor, kendaraan roda tiga listrik di pabriknya di Terboyo, Kota Semarang. Ada sekitar 40 orang yang bekerja dalam proses produksi.
Willty berharap, suatu hari masyarakat Indonesia bisa menggunakan kendaraan listrik dari Jakarta sampai Surabaya secara penuh. Cita-cita ini tentu perlu disokong sarana, seperti stasiun pengisian daya listrik ataupun loket penukaran baterai.
Volta bisa menjadi contoh bagaimana industri kecil dan menengah mesti melaju dengan mengandalkan inovasi dan adaptasi. Tak hanya untuk kepentingan mempertahankan bisnis, tetapi juga bagi keberlanjutan lingkungan serta geliat rantai pasok dan perekonomian dalam negeri.