Cadangan Minyak Indonesia Hanya Cukup untuk Sembilan Tahun
Tanpa pencarian sumber cadangan minyak yang masif, umur cadangan minyak mentah Indonesia bakal habis sembilan tahun ke depan. Indonesia tak bisa selamanya bergantung pada impor minyak mentah.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cadangan terbukti minyak mentah Indonesia yang mencapai 3,7 miliar barel diperkirakan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri selama sembilan tahun saja. Kondisi tersebut terjadi apabila dalam kurun sembilan tahun tidak ditemukan cadangan baru yang berskala raksasa. Indonesia punya target ambisius pada 2030, yaitu produksi minyak 1 juta barel per hari.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan hal itu lewat pidato sambutannya di acara pelatihan proses bisnis hulu minyak dan gas bumi (migas) bagi jurnalis secara virtual, Jumat (25/9/2020). Besaran cadangan minyak mentah Indonesia, imbuh dia, hanya 0,2 persen dari total cadangan terbukti minyak dunia.
”Cadangan terbukti minyak Indonesia 3,7 miliar barel atau hanya 0,2 persen dari total cadangan terbukti di dunia. Umur cadangan terbukti tersebut hanya (cukup memenuhi kebutuhan) sekitar sembilan tahun saja dengan asumsi tak ada lagi temuan baru,” kata Arifin.
Sementara cadangan terbukti gas bumi Indonesia, lanjut Arifin, mencapai 77 triliun kaki kubik atau hanya 1,5 persen dari total cadangan terbukti dunia. Dengan jumlah tersebut, umur cadangan terbukti gas Indonesia diperkirakan memenuhi kebutuhan selama 22 tahun dengan catatan tidak ada temuan cadangan baru.
”Produksi migas, khususnya minyak, relatif menurun setiap tahun dalam kurun 20 tahun terakhir. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan strategi jangka pendek dan jangka panjang untuk meningkatkan produksi migas nasional,” ujar Arifin.
Produksi migas, khususnya minyak, relatif menurun setiap tahun dalam kurun 20 tahun terakhir.
Strategi jangka pendek tersebut adalah dengan mengoptimalkan produksi lapangan minyak yang ada. Salah satunya adalah dengan pendekatan metode pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR). Adapun untuk strategi jangka panjang adalah dengan eksplorasi yang lebih masif.
Mengutip laman organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC), cadangan terbukti minyak terbesar per 2019 dimiliki Venezuela, yaitu 302 miliar barel. Arab Saudi ada di posisi kedua dengan jumlah cadangan 267 miliar barel. Iran, Irak, dan Kuwait adalah negara-negara yang peringkatnya ada di bawah Arab Saudi dengan cadangan rata-rata di atas 100 miliar barel.
Produksi turun
Tahun ini, Pemerintah Indonesia menargetkan produksi siap jual (lifting) minyak sebanyak 705.000 barel per hari. Target tersebut direvisi dari sebelumnya yang sebanyak 755.000 barel per hari. Revisi dilakukan menyusul pandemi Covid-19 di Indonesia yang terjadi sejak awal Maret lalu dan mengganggu aktivitas hulu migas Indonesia.
Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) per 31 Agustus 2020 menunjukkan lifting minyak ada di angka 706.900 barel per hari.
Pemerintah bersama PT Pertamina (Persero) menargetkan produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari pada 2030. Oleh sebagian kalangan, target tersebut bakal sulit dicapai. Selain eksplorasi yang kurang masif, proses bisnis hulu migas di Indonesia yang dikenal berbelit membuat investor surut.
Dalam siaran pers, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyatakan, pihaknya bersama kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas Indonesia telah mengidentifikasi dan bersama mengatasi tantangan untuk mencapai target produksi 1 juta barel pada 2030.
Dari pihak KKKS, lanjut Dwi, mereka menginginkan percepatan proses perizinan dan percepatan komersialisasi lapangan migas. Pada 2021, pemerintah menargetkan lifting minyak mencapai 705.000 barel per hari.
Kontraktor menginginkan percepatan proses perizinan dan percepatan komersialisasi lapangan migas.
”Kami mempersilakan KKKS mengajukan rencana tambahan demi mencapai target lifting dan akan kami proses secara cepat. Harapannya, mulai awal 2021 semua kegiatan sudah bisa dilaksanakan,” kata Dwi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menambahkan, perlu usaha yang lebih keras antara SKK Migas dan KKKS untuk meningkatkan produksi migas Indonesia. Di sisi lain, pemerintah berupaya menjaga kestabilan iklim investasi. Pemerintah siap memberikan insentif kepada kontraktor agar tetap bertahan berinvestasi di sektor hulu migas Indonesia.
Peningkatan produksi minyak di Indonesia mendesak diperlukan seiring terus naiknya konsumsi bahan bakar minyak di dalam negeri. Dengan angka konsumsi mencapai 1,5 juta barel per hari, Indonesia harus bergantung pada impor lantaran kemampuan produksi minyak kurang dari 800.000 barel per hari. Apalagi, pemerintah mematok target produksi 1 juta barel minyak per hari di 2030.