Pemerintah dan pengusaha di Sulawesi Utara berupaya menambah produk pertanian dan perkebunan pada pemberangkatan kedua ekspor ke Jepang. Berbagai fasilitas pendampingan dan insentif diberikan demi memenuhi kuota 15 ton.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah dan pengusaha di Sulawesi Utara berupaya menambah produk pertanian dan perkebunan pada pemberangkatan kedua ekspor ke Jepang setelah penerbangan kargo langsung ke Tokyo sukses dibuka. Berbagai fasilitas pendampingan dan insentif diberikan untuk memenuhi kuota muatan maksimal 15 ton setiap pekan.
Dihubungi dari Manado, Sulut, Jumat (25/9/2020), Kepala Balai Karantina Pertanian (Barantan) Manado Donni Muksydayan Saragih mengatakan, pihaknya tengah mengevaluasi pemberangkatan ekspor pertama ke Bandara Narita di area metropolitan Tokyo, Rabu (23/9) lalu. Muatan ekspor saat itu diisi 10,35 ton produk perikanan dan 124 kilogram komoditas pertanian.
”Kami sekarang sedang rapat bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara (DJBC Sulbagtara) dan teman-teman eksportir untuk mengevaluasi ekspor kemarin. Kami juga sedang mempersiapkan pemberangkatan kedua tanggal 30 September minggu depan,” kata Donni.
Produk-produk pertanian yang dikirim pada ekspor pertama meliputi labu, bawang merah, sereh wangi, kunyit, kencur, lengkuas, daun pandan, vanili, bunga pala, lada biji, dan nanas. Donni mengatakan, kesebelas produk ini merupakan produk ekspor baru. Namun, semua komoditas itu hanya berupa sampel bernilai 145,74 yen atau Rp 20.635.
Menurut Donni, penerbangan kargo yang dibuka oleh maskapai BUMN Garuda Indonesia dengan muatan minimal 5 ton dan maksimal 15 ton ini justru membuka peluang bagi semua pihak yang bergerak di bidang pertanian dan perkebunan. Saat ini, pihaknya tengah mencoba mencari eksportir yang tertarik untuk beralih ke jalur udara.
”Ini peluang besar bagi petani dan pelaku usaha di produk hortikultura dan tanaman pangan di Sulut. Harga yang ditawarkan Rp 21.000 per kg, lebih mahal dua kali lipat daripada pengiriman dengan kapal. Tapi, cashflow mereka akan lebih cepat karena barang cepat sampai dalam hitungan jam ketimbang dengan kapal yang bisa sampai sebulan,” kata Donni.
Donni menambahkan, para pengusaha bisa memanfaatkan Klinik Ekspor Barantan Manado untuk mendapat informasi dan asistensi pemenuhan persyaratan ekspor, mulai dari pengepakan hingga kesehatan makanan. ”Kami akan bantu para petani dan pengusaha untuk menaikkan kualitas produk, tidak hanya sesuai standar dalam negeri, tetapi juga negara tujuan,” katanya.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Sulbagtara Cerah Bangun mengatakan, pihaknya siap memberikan fasilitas bantuan modal bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Beberapa perusahaan juga mendapat insentif berupa kemudahan impor tujuan ekspor sehingga bahan baku impor dapat dibebaskan dari biaya.
Kepala Barantan Kementerian Pertanian Ali Jamil mengatakan, ekspor ke Jepang sudah sangat besar nilainya, yakni sekitar Rp 4 triliun. Hal ini tetap dimungkinkan kendati persyaratan ekspor ke Jepang dalam bentuk sertifikat kesehatan dan keamanan pangan segar cukup sulit dipenuhi.
”Selama ini, tepung ubi jalar, kedelai edamame, dan bungkil jagung sudah diminati di Jepang. Sekarang tanaman hortikultura, seperti labu kuning, lada, kunyit, dan produk lainnya dari Sulut, sudah bisa diterima di Jepang. Ke depan, kita akan kirim desiccated coconut (tepung kelapa) dan produk kelapa lainnya yang melimpah di Sulut,” kata Ali Jamil.
Ali pun berharap, para petani dan pengusaha di Sulut bisa memanfaatkan penerbangan langsung ke Jepang untuk menopang ekspor produk pertanian dan perkebunan yang diharapkan jumlahnya terus menyentuh Rp 400 triliun setiap tahun.
Kalau logistik murah dan cepat, daya saing akan lebih bagus. Dengan begitu, ekspor akan meningkat diikuti devisa.
”Negara kita cukup kaya. Produk yang kecil-kecil, seperti daun ketapang, pun bisa diekspor. Pada masa pandemi ini, sektor pertanian harus mampu menjadi penopang ekonomi. Terobosan ekspor langsung dari Sulut adalah langkah nyata yang patut diapresiasi,” kata Ali Jamil.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, penerbangan kargo ke Jepang sekali sepekan, yakni setiap Rabu, ini akan menekan biaya logistik sembari meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia. Waktu tempuh penerbangan dari Manado ke Tokyo yang selama ini 24-30 jam karena harus singgah lebih dulu di Jakarta bisa dipangkas menjadi 6-7 jam saja.
”Kalau logistik murah dan cepat, daya saing akan lebih bagus. Dengan begitu, ekspor akan meningkat diikuti devisa. Perekonomian pun akan lebih bagus, begitu pula pajak,” kata Heru.
Heru menambahkan, Kementerian Keuangan akan membuka ruang fiskal sebesar-besarnya untuk ekspor, terutama di bidang pertanian dan perikanan. Jika dibutuhkan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan memberikan asistensi dan panduan, serta memberikan insentif fiskal sesuai aturan yang berlaku.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, total ekspor ke Jepang dari Sulut pada Juli 2020 mencapai 7,17 juta dollar AS, kemudian menurun jadi 5,2 juta dollar AS pada Agustus 2020. Jepang adalah negara tujuan ekspor ketiga terbesar dari Sulut dengan proporsi 10,35 persen, hanya lebih rendah dari AS (26,91 persen) dan China (26 persen).
Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan, pembukaan jalur ekspor ini menjadi peluang untuk membuat Sulut menjadi gerbang menuju kawasan Pasifik. Ia pun berharap ekspor lewat jalur udara ini dapat berkelanjutan.
”Kemajuan daerah kita ditopang oleh geoposisi wilayah Sulut di bibir Pasifik. Ini harus disikapi dengan kebijakan strategis di beberapa sektor, seperti pertanian, kelautan, perikanan, dan pariwisata. Harus ada pula dukungan eksternal dari semua pihak untuk mendorong program-program ini,” kata Olly.