Pertumbuhan PLTS atap di Indonesia kurang menggembirakan kendati potensinya luar biasa besar. Insentif menjadi salah perangsang agar minat masyarakat menggunakan PLTS atap tinggi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Petugas dari PLN memeriksa panel surya yang terpasang di salah satu rumah warga di Jalan Citamiang, Bandung, Jawa Barat, yang juga berfungsi sebagai PLTS Atap, Jumat (7/8/2015).
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mempercepat program Gerakan Nasional Sejuta Surya Atas dinilai memerlukan terobosan. Sejak diluncurkan tahun 2017, dari target 1.000 megawatt pembangkit listrik tenaga surya atap pada 2020, baru terealisasi 11,5 megawatt. Di sisi lain, program ini dianggap bisa membantu pemulihan ekonomi yang terpukul akibat pandemi Covid-19.
Program Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap dideklarasikan pada 17 September 2017 untuk mendukung target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional tahun 2025. Deklarasi ditandatangani oleh perwakilan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta berbagai asosiasi di bidang energi terbarukan.
Target program tersebut adalah kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap mencapai sekurangnya 1.000 MW pada 2020. Menurut Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Surya Darma, kemajuan penggunaan PLTS atap di Indonesia sudah bagus kendati target dalam program ini belum tercapai.
Minat publik mulai tumbuh dan PLTS atap juga semakin populer di masyarakat. Semangat terus mendorong PLTS atap tak boleh surut agar program ini benar-benar berhasil sesuai target.
”Namun, tetap diperlukan terobosan agar pertumbuhan PLTS atap benar-benar pesat di Indonesia. Salah satunya adalah aturan yang membatasi hanya 65 persen listrik yang dihasilkan dari PLTS atap yang bisa dijual ke PLN dinaikkan menjadi 100 persen,” kata Surya Darma dalam webinar ”Refleksi Tiga Tahun Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap”, Kamis (24/9/2020).
SUMBER: KEMENTERIAN ESDM
Grafis realisasi pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan di Indonesia hingga 2019 dan target pada 2020.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Andhika Prastawa menambahkan, peraturan yang mendukung atau pro terhadap pengembangan PLTS atap diyakini dapat meningkatkan minat masyarakat. Kerja sama multipihak untuk menyamakan visi pengembangan PLTS atap, yaitu pemerintah, asosiasi, badan usaha, dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), sangat penting.
Selain itu, program PLTS atap juga dapat menjadi bagian dari pemulihan ekonomi nasional yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. ”Sebagai contoh, pemasangan PLTS berkapasitas 200 MW per tahun, maka ada perputaran uang sekitar 200 juta dollar AS. Industri akan tumbuh. Pasar akan berkembang. Begitu pula lapangan kerja baru dari program PLTS atap,” ujar Andhika.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, program Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap dapat menjadi pemantik pertumbuhan berbagai sumber energi terbarukan di Indonesia. Program ini juga mendukung pencapaian target energi terbarukan dalam bauran energi nasional.
Hasil studi IESR 2018-2020 menunjukkan minat tinggi masyarakat golongan rumah tangga, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, serta sektor komersial untuk memasang PLTS atap. ”PLTS atap dapat menjadi penggerak utama pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia. Potensi pasar juga terbilang tinggi, terutama di sektor rumah tangga,” kata Fabby.
Kompas/AGUS SUSANTO
Foto udara kluster hunian ramah lingkungan dengan atap panel tenaga surya di kawasan Harapan Baru, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (19/5/2020). Sektor properti tengah memasuki fase keseimbangan baru. Dampak pandemi Covid-19 membuat industri properti ditantang untuk segera beradaptasi dengan model bisnis baru.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, penambahan kapasitas terpasang PLTS ditargetkan 2.089 MW. Adapun menurut data Kementerian ESDM, potensi PLTS di Indonesia mencapai 207.800 megawatt peak.
Secara umum, pengembangan energi terbarukan di Indonesia belum begitu optimal. Dari total potensi energi terbarukan di Indonesia yang mencapai 439.000 MW, pemanfaatannya baru sekitar 10.100 MW saja.
Dalam bauran energi pembangkit listrik Indonesia, batubara masih sangat dominan sebesar 63,92 persen per Mei 2020. Adapun peran energi terbarukan hanya sebesar 14,95 persen dan sisanya adalah gas bumi dan bahan bakar minyak.