Jeli dan Strategi di Sektor Properti
Pandemi Covid-19 menyebabkan krisis kesehatan yang berlanjut menjadi krisis ekonomi. Kondisi ekonomi terpuruk, tetapi pintu peluang tetap terbuka.
Resesi di depan mata. Pelaku usaha di berbagai sektor, termasuk properti, punya strategi untuk menjaga kinerja dan pasar. Pilihan pengembang adalah turun kelas dalam menyasar konsumen yang berhitung kian cermat di tengah pandemi Covid-19. Kuncinya bukan mengeluhkan kondisi yang sulit, melainkan jeli melihat dan menangkap peluang serta tetap melangkah.
Masa pandemi Covid-19 bukan periode yang mudah bagi banyak orang. Ketidakpastian perekonomian meningkat, sebagian pekerja dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan, sementara kebutuhan hidup tak bisa diabaikan.
Bagi pebisnis dan pelaku usaha, periode ini menantang sekaligus memancing kejelian untuk memanfaatkan peluang. Di sektor properti, kebutuhan properti untuk pengguna atau kerap disebut end user tetap ada. Apalagi, masih ada backlog atau kekurangan rumah yang, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sebanyak 7,6 juta unit.
Strategi yang dipilih mesti mempertimbangkan kondisi makroekonomi menempatkan Indonesia dalam resesi pada akhir bulan ini. Pada triwulan II-2020, perekonomian RI tumbuh minus 5,32 persen. Diperkirakan, pada triwulan III-2020, perekonomian Indonesia kembali tumbuh minus. Pemerintah memproyeksikan triwulan III yang berakhir pada September tumbuh minus 1 hingga minus 2,9 persen.
Presiden Direktur PT Pakuwon Jati Tbk Stefanus Ridwan mengungkapkan, pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi mendorong pengembang bersiasat untuk menggarap pasar. Saat ini, Pakuwon Jati masuk ke pasar apartemen segmen menengah di kawasan Bekasi, Jawa Barat. Superblok yang akan dibangun mulai 2021 itu menawarkan apartemen segmen menengah seharga Rp 600 juta-Rp 700 juta per unit.
Stefanus menilai, selalu ada kebutuhan rumah di kawasan pinggiran Jakarta, baik untuk tempat tinggal keluarga maupun tempat tinggal sementara bagi pekerja di Bekasi. Kendati masuk ke segmen menengah, kualitas produk tetap dijaga agar kepercayaan konsumen tidak bergeser.
”Ada standar kualitas yang kami jaga meskipun harga unit tidak terlalu mahal,” katanya.
Selalu ada kebutuhan rumah di kawasan pinggiran Jakarta, baik untuk tempat tinggal keluarga maupun tempat tinggal sementara bagi pekerja di Bekasi.
Secara terpisah, Direktur PT Metropolitan Land Tbk (Metland) Wahyu Sulistio mengemukakan, Metland fokus menggarap hunian di kawasan pinggiran (greater) Jakarta. Di kawasan itu, pasar yang dibidik adalah segmen menengah dan menengah ke bawah.
Strategi tersebut dijalankan karena pasar di segmen menengah dan menengah ke bawah cenderung stabil di masa krisis, termasuk pada masa pandemi Covid-19.
Wahyu menuturkan, di Metland Puri, Tangerang, Banten, sebanyak 50 rumah seharga Rp 1,4 miliar per unit yang dipasarkan sejak awal 2020 habis terjual. Bulan depan, Metland akan menawarkan tipe hunian baru dengan harga Rp 1,5 miliar per unit.
”Selama krisis, terjadi peningkatan dana pihak ketiga di perbankan. Artinya, ada banyak dana masyarakat yang diparkir di bank. Segmen penyimpan dana itu yang kami bidik,” katanya.
Berdasarkan data uang beredar yang dirilis Bank Indonesia, simpanan dana pihak ketiga di bank per akhir Juli 2020 sebesar Rp 6.058 triliun atau tumbuh 7,7 persen dalam setahun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan Juni 2020 yang sebesar 7,6 persen dalam setahun.
Baca juga: Sektor Riil Dijaga agar Perekonomian Cepat Pulih
Selain hunian, pengembang juga melanjutkan proyek Metland di Cibitung, Bekasi dan Cileungsi, Bogor, untuk segmen pasar menengah ke bawah. Langkah itu mempertimbangkan permintaan pasar perumahan dengan harga berkisar Rp 400 juta-Rp 900 juta per unit yang dinilai masih tumbuh meskipun menurun dibandingkan dengan tahun lalu.
Tren penurunan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19 disiasati dengan memudahkan pola pembayaran, antara lain berupa perpanjangan cicilan uang muka. ”Pasar masih terbuka,” katanya optimistis.
Fenomena
Siasat dan strategi pengembang untuk membidik pasar atau konsumen di bawah segmen yang disasar sebelum pandemi Covid-19 bukannya tanpa pertimbangan.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Wacth (IPW) Ali Tranghanda mengungkapkan, ada fenomena pergeseran pasar properti di tengah pandemi.
Berdasarkan survei IPW, segmen pasar hunian dengan harga rata-rata Rp 2,9 miliar per unit turun menjadi Rp 1,9 miliar per unit. Adapun segmen pasar rumah seharga rata-rata Rp 1 miliar turun menjadi Rp 800 juta per unit. Segmen pasar di bawahnya juga terseret turun, dari rata-rata Rp 800 juta per unit menjadi Rp 500 juta per unit.
Fenomena pergeseran pasar ini ditangkap pengembang yang tak gengsi menurunkan sedikit segmentasinya demi meraih konsumen baru. Selain itu, pengembang juga berupaya meraih pasar konsumen yang semula ada di level atas menjadi level menengah.
Sejumlah pengembang besar, di antaranya Jababeka dan Summarecon, mulai masuk ke perumahan segmen menengah.
Baca juga: Tren Suku Bunga Rendah Jadi Pengungkit Ekonomi
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia Paulus Totok Lusida mengatakan, pergeseran segmen rumah atau hunian ditandai dengan penjualan rumah di bawah harga Rp 1 miliar yang cenderung masih bagus.
Meski demikian, Totok mengaku, tak mudah memprediksi pasar properti pada ahkir tahun di tengah deraan pandemi Covid-19.
”Pasar properti sangat bergantung persepsi pasar yang ada. Perlu kebijakan yang tidak menimbulkan sentimen negatif pasar,” katanya.
Tak mudah memprediksi pasar properti pada ahkir tahun di tengah deraan pandemi Covid-19.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menambahkan, daya beli masyarakat turun di masa pandemi. Kemampuan membayar cicilan juga merosot.
”Tahun ini kami targetkan (pembangunan) 200.000 rumah bersubsidi. Akan tetapi, untuk saat ini, semua (pasar) berantakan dan tidak bisa diprediksi. Kami harap badai segera berlalu,” katanya.
Data BI menunjukkan, kredit properti per Juli 2020 sebesar Rp 1.041 triliun atau tumbuh 3,5 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini di bawah Juni 2020, yang sebesar 4,2 persen.
Penurunan paling tajam terjadi pada kredit konstruksi, yang pada Juni 2020 tumbuh 4,3 persen secara tahunan menjadi 3 persen secara tahunan pada Juli 2020. Adapun kredit real estate dari 5,8 persen pada Juni 2020 menjadi 4,7 persen pada Juli 2020. Sementara kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) yang tumbuh 3,5 persen secara tahunan pada Juni 2020 turun tipis menjadi 3,4 persen secara tahunan pada Juli 2020.
Upaya
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Pahala N Mansury mengatakan, berbagai upaya dilakukan BTN untuk mendorong penyaluran KPR.
Upaya tak henti dilakukan di tengah tantangan kondisi ekonomi yang berada di ambang resesi akibat pandemi Covid-19.
”Upaya itu antara lain membantu proses penyelesaian pembangunan rumah KPR yang terhambat ketidaktersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum, seperti listrik dan air serta jalan dan saluran,” kata Pahala.
Baca juga: Resesi Mengancam, Jaga Stabilitas Domestik
BTN berhadapan dengan tantangan penurunan daya beli akibat pembatasan aktivitas sosial di masa pandemi.
Namun, Pahala menegaskan, dalam merealisasikan penyaluran kredit, BTN tetap memegang prinsip kehati-hatian. Dengan cara itu, rasio kredit bermasalah terjaga dan debitor tidak terbebani cicilan di tengah kondisi pelemahan ekonomi.
Dalam merealisasikan penyaluran kredit, BTN tetap memegang prinsip kehati-hatian.
”Sejauh ini Bank BTN berupaya memaksimalkan ekspansi kredit dengan tetap memperhatikan pengelolaan risiko yang baik,” katanya.
Sejak awal, BTN berkomitmen menyalurkan pembiayaan hingga 3 kali lipat atau sebesar Rp 15 triliun dari dana yang ditempatkan pemerintah. Porsi terbesar dari penyaluran pembiayaan tersebut ke sektor perumahan.
Meski demikian, saat ini realisasinya justri melampaui target, yakni Rp 15,38 triliun. Segmen terbesar adalah KPR subsidi, yakni untuk 28.807 debitor senilai Rp 3,99 triliun atau setara 26 persen dari keseluruhan pembiayaan yang disalurkan.
Pandemi memukul banyak negara, termasuk Indonesia. Belajar dari para pebisnis dan pelaku usaha di sektor properti, selalu ada peluang yang bisa ditangkap.