Surabaya Incar The Gap Fund sebagai Konsultan Pembangunan
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berharap The Gap Fund bisa memberikan masukan untuk membuat studi kelayakan pembangunan TPA dan transportasi massal di Surabaya.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, akan menambah tempat pembuangan akhir sampah dan membangun transportasi massal untuk mewujudkan kota yang tangguh menghadapi perubahan iklim. The Gap Fund diincar sebagai salah satu konsultan untuk menambah referensi pembangunan proyek tersebut.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Surabaya, Kamis (24/9/2020), mengatakan, pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dan transportasi massal merupakan program jangka panjang Surabaya. Kedua program itu menjadi bagian untuk membangun kota yang tangguh menghadapi perubahan iklim.
Sebagai konsultan berpengalaman, The Gap Fund bisa memberikan masukan untuk membuat studi kelayakan pembangunan TPA dan transportasi massal. (Tri Rismaharini)
Dalam proses pembangunannya, pihaknya mengincar kemitraan dengan The Gap Fund, program yang memberikan dukungan berupa bantuan teknis dalam proyek perencanaan pembangunan menghadapi perubahan iklim di sejumlah negara. The Gap Fund menawarkan layanan teknis dan konsultasi untuk membantu pemimpin daerah dalam memprioritaskan pembangunan.
”Sebagai konsultan berpengalaman, The Gap Fund bisa memberikan masukan untuk membuat studi kelayakan pembangunan TPA dan transportasi massal,” kata Risma.
Menurut Risma, Surabaya menjadi salah satu kota di dunia yang pembangunan kotanya mampu menjawab tantangan perubahan iklim. Beberapa pembangunan telah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, seperti pemanfaatan sampah menjadi listrik, penanganan banjir, dan penghijauan.
Dalam pemanfaatan sampah di TPA Benowo, Surabaya mengolah sampah menjadi listrik sebesar 12 megawatt. Sampah yang bisa dikelola mencapai 1.000 ton per hari atau 75 persen timbunan sampah di Surabaya.
Risma mengatakan, TPA lain akan dibangun di bagian timur Surabaya agar pengangkutan sampah bisa lebih dekat sekaligus menghemat biaya transportasi. TPA Benowo yang saat ini menjadi satu-satunya TPA di Surabaya berada di kawasan barat sehingga sampah dari wilayah timur berjarak cukup jauh.
”Rencananya dibangun satu TPA lagi di wilayah timur dengan kapasitas 1.000 ton per hari di lahan seluas 5 hektar di sekitar Jalan Lingkar Luar Timur,” ungkap Risma.
Selain itu, sistem penanganan banjir juga mampu mengurangi dampak dari 52 persen menjadi 2 persen. Surabaya membuat drainase yang terkoneksi dengan trotoar sehingga pembangunannya memiliki fungsi ganda. Ada 74 pompa air yang siap mengalirkan genangan air saat hujan deras melanda kota.
”Setiap hari, kami mengeruk saluran air untuk mengurangi sedimentasi sehingga daya tampungnya bisa maksimal,” katanya.
Di sektor penghijauan, Surabaya terus menambah hutan kota dan taman sehingga kini luasnya mencapai 46 hektar di 575 lokasi. Sementara di kawasan pesisir, ditanam tanaman mangrove untuk konservasi sekaligus mencegah dampak tsunami di permukiman warga.
Dalam pembangunan kota, menurut Risma, kunci utamanya bukan penggunaan teknologi tinggi, melainkan kemitraan yang kuat dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama masyarakat. Penggunaan teknologi menjadi alat untuk memudahkan proses pembangunan tersebut. ”Pengalaman di Surabaya bisa direplikasi di kota-kota lain,” katanya.
Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu dalam rilis resmi Global Covenant of Mayors for Climate and Energy menilai pembangunan kota yang dilakukan hari ini akan memengaruhi iklim di masa depan. Bank Dunia akan mendukung pembangunan yang rendah emisi, tangguh, inklusif, sehat, dan berkelanjutan untuk masyarakat.