Atasi Masalah Inefisiensi, Ekosistem Logistik Diperbaiki
Biaya logistik Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara sebesar 23,5 persen produk domestik bruto. Masalah inefisiensi biaya logistik ini coba diatasi dengan penataan ekosistem logistik nasional.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor logistik di Indonesia belum kompetitif karena biayanya tergolong tinggi dan performanya relatif stagnan. Persoalan ini berupaya diatasi dengan membangun ekosistem logistik nasional yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Ekosistem logistik nasional (NLE) mengintegrasikan proses dari kedatangan kapal atau pesawat sampai konsumen akhir. Integrasi sistem ini melibatkan 14 kementerian/lembaga, 13 sektor swasta, termasuk pembiayaan, dan 6 asosiasi. Dengan NLE, eksportir dan importir hanya melakukan satu kali transaksi layanan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sistem logistik Indonesia saat ini sangat ruwet. Importir, misalnya, harus melakukan hingga 17 transaksi layanan ke instansi berbeda. Duplikasi dan repetisi proses bisnis menyebabkan inefisiensi distribusi barang dan performa logistik stagnan.
Menurut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), biaya logistik Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara. Pada 2017, biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5 persen dari produk domestik bruto (PDB), sedangkan biaya logistik di Malaysia hanya 13 persen PDB.
Biaya logistik yang tinggi memengaruhi performa logistik. Data Bank Dunia, indeks performa logistik (LPI) Indonesia naik tipis dari 2,98 pada 2016 menjadi 3,15 pada 2018. Indikator perdagangan lintas negara (TRB) juga naik tipis dari 67,3 pada 2019 menjadi 69,3 pada 2020.
”Gambaran sistem logistik Indonesia saat ini seperti benang ruwet. Oleh karena itu, upaya reformasi di bidang logistik jadi keharusan,” ujar Sri Mulyani dalam telekonferensi pers, Kamis (24/9/2020).
Penataan NLE diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020. NLE menciptakan kolaborasi digital, mulai dari proses penyelesaian dokumen kedatangan penangkut, layanan jasa kepabeanan, penyelesaian dokumen pengeluaran dari pelabuhan (SP2), pencarian alat angkut truk, sampai ketersediaan gudang dalam satu platform.
Sri Mulyani mengatakan, penataan NLE akan menurunkan biaya logistik Indonesia sekitar 6 persen PDB menjadi 17 persen PDB karena proses logistik dari hulu ke hilir sudah terintegrasi ditambah simplifikasi proses. Penurunan biaya logistik akan menciptakan efisiensi dan daya saing usaha.
Efisiensi logistik, antara lain, dilakukan dengan mengubah penebusan delivery order (DO) dan persetujuan pengeluaran peti kemas (SP2) dari layanan manual lima hari dalam seminggu menjadi berbasis digital setiap hari. Langkah efisiensi lainnya berupa pemesanan truk dari manual menjadi dalam jaringan berbasis laman dan menghapus duplikasi dokumen pengangkut di tujuh instansi.
Penurunan biaya logistik akan menciptakan efisiensi dan daya saing usaha.
Dari hasil uji coba, kolaborasi bea dan cukai serta badan karantina dapat memperpendek waktu perizinan (clearance) 0,6 hari sampai dengan 2,1 hari dan menghemat biaya Rp 1,5 juta sampai dengan Rp 2,7 juta sehingga efisiensi diperkirakan Rp 85 miliar per tahun. Selain itu, ada estimasi efisiensi dari penghapusan duplikasi dokumen melalui pengiriman tunggal berbasis digital senilai Rp 60,8 miliar.
Konektivitas ASEAN
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan mengatakan, penataan NLE penting untuk menjawab berbagai tantangan pascapandemi Covid-19. Salah satu tantangan terbesar Indonesia adalah pemberlakuan konektivitas ASEAN mulai 2025.
”Reformasi dan peningkatan daya saing logistik menjadi keniscayaan karena ketika konektivitas ASEAN berlaku 2025 tidak hanya barang yang bebas keluar masuk, tetapi juga barang,” ujar Yukki.
Salah satu tantangan terbesar Indonesia adalah pemberlakuan konektivitas ASEAN mulai 2025.
Menurut Yukki, daya saing logistik Indonesia akan naik signifikan dari peringkat ke-46 menjadi 30 besar apabila implementasi penataan NLE berjalan sesuai dengan rencana. Masuknya Indonesia dalam 30 besar dunia berarti tertinggi 3 besar di ASEAN. Dengan demikian, peluang konektivitas ASEAN bisa ditangkap.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan berpendapat, salah satu masalah logistik Indonesia adalah produktivitas truk yang rendah, yakni sekitar 50 persen. Masalah produktivitas truk memengaruhi biaya logistik. Penataan NLE diharapkan mampu mempercepat dan mendorong transpransi arus barang dan dokumen.
Bertahap
Kepala Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menambahkan, penataan NLE akan dilakukan bertahap sampai 2024 melalui beberapa subprogram. Ada program yang sudah berjalan, antara lain penerapan single sign on (SSO) antara karantina ikan dan pertanian serta bea dan cukai, serta beberapa layanan kepabeanan berbasis digital.
”NLE bukan satu badan khusus, tetapi sistem yang mengolaborasikan sistem-sistem yang ada agar tidak lagi terjadi duplikasi dan repetisi,” kata Heru.
NLE akan mencakup Indonesia National Single Window (INSW) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008. INSW bukan berupa sistem, melainkan satu badan yang bertugas membangun sistem sehingga menjadi bagian dari NLE.