Pemerintah Akan Cabut Izin 14 Eksportir Benih Lobster
Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana mencabut izin 14 eksportir benih lobster karena diduga memanipulasi data. Dokumen memuat 1,5 juta ekor meski sebenarnya 2,7 juta ekor.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini / Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi IV DPR mendesak pemerintah mencabut izin perusahaan eksportir benih bening lobster karena diduga menyalahgunakan izin dengan memanipulasi dokumen. Terkait itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana mencabut izin ekspor 14 perusahaan.
Rapat kerja Komisi IV DPR dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Selasa (22/9/2020), antara lain, membahas penegahan ekspor oleh kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, pekan lalu. Sejumlah anggota Komisi IV menilai para eksportir tersebut telah melanggar ketentuan perundang-undangan.
Inspektur Jenderal KKP Muhammad Yusuf mengungkapkan, pada Rabu (16/9/2020) pukul 00.04, terdapat 14 perusahaan yang akan mengekspor benih bening lobster ke Vietnam. Namun, ada indikasi pemalsuan data. Sebab, ada selisih antara jumlah riil benih lobster yang akan dikirim dan data yang tertera di dokumen ekspor.
Menurut dia, ada satu perusahaan di antaranya yang mengirim benih lobster 253 persen lebih besar dibandingkan angka yang tertera di dokumen. Dalam rapat kerja itu dipaparkan bahwa dokumen ekspor benih lobster lolos saat diperiksa Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP. Namun, aparat bea cukai menggagalkannya.
Jumlah benih bening lobster yang tertera di dokumen ekspor sebanyak 1,5 juta ekor. Namun, benih yang akan dikirim 2,7 juta ekor sehingga ada sekitar 1,2 juta benih bening lobster yang tidak dilaporkan di dokumen tersebut.
Menurut Yusuf, selama pandemi Covid-19, ada penyederhanaan prosedur operasional oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP. Pengecekan yang biasanya dilakukan secara fisik, kini dilakukan secara sampling atau pencuplikan. ”Momentum pandemi disalahgunakan oleh mereka (eksportir),” katanya.
Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi PDI-P Sudin menilai, penyelundupan itu sangat memalukan dan menunjukkan kelalaian aparat BKIPM KKP dalam pengawasan. Peralatan yang kurang memadai dan pengawasan dinilai minim.
Anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Haerudin, menyatakan, kasus penyelundupan benih lobster yang terungkap itu merupakan puncak gunung es dari perdagangan ilegal benih lobster yang terus berlangsung. Ia mengingatkan KKP agar berhati-hati terkait kebijakan membuka ekspor benih lobster agar tidak kebablasan. Indonesia berpotensi kehilangan sumber daya benih yang luar biasa, sementara risiko yang dihadapi sangat besar di masa depan.
”Kejadian (penyelundupan) itu hanya puncak gunung es. Perlu diatur jangan sampai terjadi penyelundupan-penyelundupan (selanjutnya). Bangsa kita rugi besar, yang untung tetap saja cukong, mafia, pedagang ilegal, yang jumlahnya mungkin lebih besar dari (eksportir) yang resmi,” katanya.
Anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Luluk Nur Hamidah, mengemukakan, kebijakan ekspor benih lobster sangat mengganggu upaya pengembangan budidaya lobster di dalam negeri. Pembukaan keran pintu ekspor memancing pelaku kejahatan untuk memanfaatkan peluang demi keuntungan sebesar-besarnya, sementara pengawasannya masih relatif minim.
”Kemudahan ekspor benih dengan pengawasan ekspor tidak nyambung. Saya tidak yakin kita sanggup mengembangkan budidaya lobster dan mengekspor lobster dewasa. Belum apa-apa (pengembangan budidaya), kita sudah kecolongan penyelundupan benih dengan angka yang sangat besar,” kata Luluk Nur Hamidah.
Efek jera
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengemukakan, pihaknya sudah menyetujui usulan Komisi IV DPR untuk mencabut izin 14 eksportir benih lobster tersebut. Langkah pencabutan ditempuh guna memunculkan efek jera.
”(Pencabutan izin) sudah disetujui KKP, tinggal diproses. Secepatnya, kami akan koordinasi dengan bea cukai akhir pekan ini. Diharapkan ada efek jera, siapa pun yang melanggar harus ditindak,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar menjelaskan, ada beberapa alasan perusahaan melanggar ketentuan ekspor, yakni meminimalkan kerugian perusahaan akibat harga benih bening lobster di pasar ekspor yang lebih rendah dibandingkan dengan harga beli. Apalagi, harga benih lobster di negara tujuan ekspor, yakni Vietnam, cenderung terus turun. Kedua, perusahaan menghindari kerugian akibat kematian benih lobster.
Alasan lain, sejumlah benih lobster tidak memiliki surat keterangan asal benih (SKAB). Sebab, proses penerbitan SKAB sudah selesai, sementara beberapa benih yang ditangkap nelayan atau mitra perusahaan harus dibeli dan dipasarkan. Akibatnya, pengirimannya digabungkan dengan benih lain. ”Benih yang berizin dan tidak berizin digabungkan,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan 19 dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB), ditemukan selisih jumlah barang yang signifikan. Eksportir dalam dokumen PEB memberitahukan total jumlah ekspor benih lobster 1,5 juta ekor. Setelah diperiksa, benih yang akan diekspor 2,7 juta ekor. ”Perbedaan data dan kenyataan lapangan sangat signifikan,” kata Heru.
Bea Cukai telah melimpahkan kasus itu ke kepolisian. Berita acara pemeriksaan para eksportir telah dibuat. Status perusahaan akan ditentukan oleh hasil pemeriksaan kepolisian. Sementar benih lobster yang dianggap ilegal sudah dilepasliarkan setelah mendapat persetujuan pengadilan.