Sejumlah pekerja migran Indonesia ditengarai menjadi korban perbudakan dan perdagangan orang. Pelakunya diduga melibatkan jaringan lintas negara.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut IV Tanjung Pinang Laksamana Pertama Indarto Budiarto (kanan) dan Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau Inspektur Jenderal Aris Budiman saat memberikan keterangan pers di Pangkalan TNI AL Batam, Kepulauan Riau, Rabu (8/7/2020). Dua kapal ikan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118, ditangkap di perairan Pulau Nipah, Batam, yang berbatasan dengan Singapura.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pekerja migran Indonesia ditengarai menjadi korban perbudakan dan perdagangan orang. Pelakunya diduga melibatkan jaringan lintas negara. Polri kini menangani sejumlah kasus tindak pidana perdagangan orang terkait pekerja migran Indonesia di sektor kelautan.
Polisi menemukan beberapa pekerja migran Indonesia di kapal ikan asing tak dilengkapi surat-surat yang sah.
”Laporan para ABK (anak buah kapal) yang merasa dirugikan mulai bermunculan setelah mereka sadar telah menjadi korban karena yang diterima berbeda dari yang dijanjikan,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ferdy Sambo.
Polri tengah menangani sejumlah kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Di Kepulauan Riau (Kepri), penyelidikan, di antaranya, membuat polisi harus mencari W, warga Taiwan yang terakhir terpantau tinggal di Singapura. Ia diduga meminta sejumlah perusahaan di Indonesia untuk mencari calon awak kapal ikan.
Adapun Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taiwan (TETO) di Indonesia menyebut, lebih dari 60 persen pekerja migran Indonesia (PMI) kelautan di kapal ikan tercatat diberangkatkan oleh agen di luar Taiwan dan Indonesia. Dengan kata lain, ada pihak di negara lain yang terlibat dalam pemberangkatan PMI kelautan ke Taiwan. Berdasarkan catatan Taiwan, kini ada 12.983 PMI di kapal ikan Taiwan.
Dalam pengusutan sejumlah kasus PMI kelautan, polisi menemukan, simpul utama di dalam negeri ada di Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Kepri. Dari para calo di beberapa daerah, calon PMI dikumpulkan di Tegal, Pemalang, dan Jakarta.
Dari tempat pengumpulan di DKI Jakarta dan Jawa Tengah itu, sebagian PMI diberangkatkan ke Kepri, lalu ke Singapura untuk kemudian menuju ke negara lain. Namun, ada pula PMI yang langsung diberangkatkan ke kapal ikan di sekitar Selat Malaka.
Sementara penelusuran Serikat Buruh Migran Indonesia menemukan kasus, PMI dikumpulkan di Pemalang dan Tegal sebelum diterbangkan ke luar negeri melalui Bandara Soekarno-Hatta, Banten. Sebagian besar diterbangkan ke Singapura dan Taiwan sebelum diterbangkan kembali ke negara lain atau dinaikkan ke kapal ikan milik sejumlah negara.
DOKUMENTASI WARGA TELUK LEHO
Andri Juniansyah (kri) dan Reynalfi Sianturi, dua warga negara Indonesia yang kabur dari kapal Lu Qing Yuan Yu 901 dengan meloncat ke Selat Malaka, diselamatkan oleh nelayan Karimun, Kepulauan Riau, Minggu (7/6/2020).
Kepada mereka, agen biasanya menjanjikan proses yang dilalui legal dan gaji besar. Namun, anehnya, dokumen mereka ditahan, ada yang oleh agen dan ada pula yang ditahan kapten atau perusahaan kapal. Ini membuat PMI kesulitan melepaskan diri dari sindikat.
”Mereka berangkat dengan visa kunjungan biasa, dari Jakarta transit di Hong Kong atau langsung ke Korea Selatan. Mengapa Korea? Sebab, di sana terdapat pabrik pengolahan ikan yang bekerja sama dengan kapal-kapal penangkap ikan dari China,” tutur Kepala Unit IV Tindak Pidana Perdagangan Orang Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Komisaris Chuck Putranto.
Mekanisme internasional
Untuk meredam kasus TPPO, pendiri Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Mas Achmad Santosa, mendorong sanksi dalam kasus TPPO tidak berhenti pada tersangka perseorangan. Sanksi juga harus dijatuhkan kepada perusahaan dan pemilik perusahaan yang terlibat dalam sindikat. ”Indonesia punya kerangka hukum yang kuat untuk menindak,” ujarnya.
Indonesia Ocean Justice Initiative
Pemetaan jumlah dan kasus anak buah kapal Indonesia yang dipekerjakan di kapal ikan asing dari berbagai sumber yang diolah Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI).
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, khususnya Pasal 4 dan Pasal 10, dicantumkan hukuman dan kriteria orang yang bisa dihukum karena TPPO dalam kasus PMI. Dalam Pasal 4 UU No 21/2007 ditegaskan, siapa pun akan dipidana jika membawa WNI untuk dieksploitasi di luar Indonesia. Pihak yang membantunya juga dapat dipidana. Hukumannya penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp 600 juta.
Ia juga mendorong Indonesia memanfaatkan mekanisme internasional dan menggandeng Interpol serta memanfaatkan keanggotaan di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Kejahatan dan Narkotika.
Terkait kasus yang melibatkan PMI di kapal ikan China, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, Indonesia terus berkomunikasi dengan China. ”Isu ini juga saya bahas di dalam pertemuan antara Menlu RI dan Menlu RRT (China), baik di Juli maupun Agustus 2020,” ujarnya.
KEMENLU RI
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi diapit oleh Menteri Luar Negeri China yang juga menjabat sebagai penasihat Negara, Wang Yi (kiri), serta Menteri BUMN Erick Tohir berfoto bersama seusai menggelar pertemuan bilateral yang, antara lain, membahas pengembangan vaksin dan kerja sama ekonomi China-Indonesia. Pertemuan digelar pada Kamis (20/8/2020) di Sanya, Hainan, China.
Pada 16 September 2020, perwakilan kedua negara kembali membahas isu tersebut. ”Pertemuan berlangsung secara konstruktif,” ujarnya.
Selepas pertemuan itu, Indonesia menunggu upaya China untuk memulangkan PMI di kapal ikan China yang kini terdampar di sejumlah negara. Beijing juga diminta menyelesaikan masalah tunggakan gaji. Selain itu, Indonesia meminta China membuat panduan pemulangan jenazah awak yang meninggal selama pelayaran.
Retno juga meminta Beijing menyelidiki berbagai kasus terkait PMI secara menyeluruh. Retno mau ada hukuman bagi pihak yang bertanggung jawab.