Sejak 2010 harga kopi terus turun dari 4,68 dollar AS per kg menjadi di bawah 2,5 dollar AS per kg selama pandemi. Tiap peningkatan 1 persen harga kopi dunia, pendapatan pekerja kopi kelas bawah meningkat 3 persen.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
Segelas atau secangkir kopi memiliki kisah dan tak pernah memilih. Dia biasa menjadi teman berkisah tentang apa saja atau dengan siapa saja, mulai dari obrolan ringan hingga diskusi berat. Namun, dia lebih banyak diam dan mendengar banyak kisah mulai dari produsen, pengolah, pedagang, pengusaha kopi olahan, hingga para peminum kopi.
Kala pandemi, segelas kopi ingin menera kisah sendiri. Kisahnya tentang para barista serta pemilik warung, kedai, dan kafe kopi yang sepi pengunjung. Kisah para pekerja yang dirumahkan atau yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Kisah para eksportir kopi yang sepi permintaan. Kisah para petani dan pelaku usaha/industri kecil menengah olahan kopi yang khawatir dengan rendahnya harga dan serapan pasar kopi.
Organisasi Kopi Dunia (International Coffee Organization/ICO) dalam laporannya tentang ”Coffee Development Report 2019” menyebutkan, sejak 1900 hingga periode 2017/2018, produksi kopi dunia meningkat sebanyak 65 persen dari 5,7 juta ton menjadi 9,42 juta ton. Nilai ekspor kopi dunia pada 2017/2018 sebesar 20 miliar dollar AS dan pendapatan industri kopi dunia sekitar 200 miliar dollar AS.
Indonesia berada di posisi keempat sebagai lima besar negara produsen kopi dunia dengan total produksi sekitar 720.000 ton. Brasil menempati urutan pertama dengan produksi kopi sebanyak 3,18 juta ton, kemudian diikuti Vietnam (1,68 juta ton) dan Kolombia (840.000 ton). Etiopia berada di posisi kelima dengan produksi kopi sebanyak 700.000 ton.
Dari total 25 juta petani kopi di dunia, Indonesia menempati peringkat ketiga dengan 1,3 juta rumah tangga petani. Etiopia berada di peringkat pertama dengan 2,2 juta rumah tangga petani dan Uganda di urutan kedua dengan 1,7 juta petani.
Hasil survei ICO tentang ”Impact of Covid-19 on The Global Coffee Sector: Survey Exporting Members” menyebutkan, Covid-19 berdampak negatif terhadap tenaga kerja (75 persen responden), pendapatan (63 persen), konsumsi domestik (56 persen), ekspor (50 persen), dan produksi (31 persen).
Survei yang berlangsung pada 20 Mei-1 Juni 2020 ini dilakukan kepada para pengekspor di 16 negara anggota ICO di Afrika, Asia, Amerika Tengah, Meksiko dan Karibia, serta Amerika Selatan, yang mewakili 85 persen produksi kopi dunia.
Covid-19 berdampak negatif terhadap tenaga kerja (75 persen responden), pendapatan (63 persen), konsumsi domestik (56 persen), ekspor (50 persen), dan produksi (31 persen).
Sebanyak 45 persen responden mengakui banyak kontrak perdagangan kopi yang dibatalkan atau diubah karena pandemi. Sebagian besar responden (70 persen) menyatakan rumah tangga petani adalah yang paling rentan terdampak. Mereka memperkirakan pendapatan rumah tangga petani kopi turun di tengah kenaikan biaya produksi, kehidupan harian, dan kesehatan.
Bagaimana dengan Indonesia? Kementerian Pertanian memperkirakan produksi kopi nasional pada tahun ini akan turun 35 persen dari produksi kopi pada 2019 yang sebanyak 760.963 ton. Pandemi juga menyebabkan harga biji kopi turun dari Rp 68.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 26.000 per kg.
Sementara harga kopi dunia pada medio September 2020 senilai 2,4 dollar AS per kg. Sejak 2010, harga kopi terus menurun dari 4,68 dollar AS per kg menjadi di bawah 2,5 dollar AS per kg tak lama setelah pandemi. Padahal, ICO menyebutkan, setiap peningkatan 1 persen harga kopi dunia akan meningkatkan rata-rata pendapatan produsen dan pengolah kopi di tingkat bawah sebesar 3 persen.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian memperkirakan pandemi Covid-19 akan berimbas pada anjloknya penjualan kopi pelaku IKM, termasuk kopi olahan, sebesar 50-90 persen. Pada 2019 tercatat ada 1.204 IKM kopi olahan dan 2.950 kedai/gerai kopi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Setiap peningkatan 1 persen harga kopi dunia akan meningkatkan rata-rata pendapatan produsen dan pengolah kopi di tingkat bawah sebesar 3 persen.
Indonesia bersama ICO menaruh perhatian pada persoalan ini. ICO di bawah keketuaan Indonesia pada periode 2019/2020 ini berkomitmen membantu para produsen kopi melalui pembentukan Gugus Tugas Kopi Sektor Pemerintah dan Swasta (Coffee Public-Private Task Force/CPPTF).
Salah satu komite CPPTF ini akan membuat peta jalan untuk menyelesaikan berbagai tantangan, antara lain pendapatan hidup, transparansi pasar, konsumsi kopi, produksi dan sumber kopi yang berkelanjutan, serta mekanisme pendanaan global.
ICO juga mendorong setiap negara memiliki perhatian dan pendanaan khusus bagi para petani kopi serta mengembangkan kemitraan antara petani dan perusahaan swasta atau milik pemerintah. Untuk mendorong penjualan di kala pandemi, baik ICO maupun Indonesia memfasilitasi petani dan pelaku IKM kopi memasarkan produknya melalui e-dagang dan media sosial.
ICO juga mendorong setiap negara memiliki perhatian dan pendanaan khusus bagi para petani kopi serta mengembangkan kemitraan antara petani dan perusahaan swasta atau milik pemerintah.
Kementerian Perindustrian telah meluncurkan gerakan #SatuDalamKopi sejak April 2020. Tujuannya adalah menjaga pasar kopi di dalam negeri di kala pandemi melalui ajakan membeli produk-produk kopi dan olahan kopi secara daring. Salah satunya melalui Tokopedia yang melibatkan hampir 1.200 pelaku industri kopi dari berbagai wilayah Nusantara.
Adapun Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan nilai tambah kopi dengan indikasi geografis (IG) sebagai tanda produk khas daerah tertentu. Hingga 2017 terdapat 16 kopi yang sudah memiliki IG, antara lain kopi arabika gayo, kopi arabika flores bajawa, kopi robusta lampung, kopi arabika toraja, kopi arabika kintamani bali, dan kopi liberika tungkal jambi.
Sementara bagi para petani yang panen raya kopi pada September-Oktober 2020, pemerintah perlu menjembatani penyerapan kopi. Mekanisme serapan itu bisa melibatkan badan usaha milik negara atau swasta. Selain itu, pemerintah bisa mengoptimalkan sistem resi gudang agar harga kopi petani tidak anjlok atau tidak terserap pasar.
Segelas kopi memang memiliki kisahnya sendiri di setiap zaman. Termasuk kisah getir dan pahitnya kopi di tengah pagebluk ini.