Ekspor Pertanian ke Uni Emirat Arab Terkendala Logistik
Kendala logistik yang tengah dialami berupa kenaikan biaya angkut dengan pesawat sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produk pertanian Indonesia, seperti buah-buahan dan sayur-mayur, berpotensi mengisi kebutuhan pasar Uni Emirat Arab. Akan tetapi, Indonesia masih kalah saing dengan negara lainnya karena terkendala logistik dan biaya angkut.
Konsul Jenderal KJRI Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), Ridwan Hassan mengatakan, biaya angkut yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara lain menjadi kendala bagi produk buah dan sayur Indonesia. Ini membuat Indonesia belum bisa bersaing dengan Thailand.
”Apalagi, tingkat kesegarannya juga menentukan. Padahal, UEA menjadi pasar yang prospektif bagi Indonesia karena merupakan salah satu hub perdagangan,” ujarnya saat seminar daring Economic updates & Business Engagement: Fresh Fruits & Vegetables to Dubai yang digelar Kementerian Luar Negeri, Selasa (22/9/2020).
UEA menjadi hub perdagangan di kawasan Timur Tengah dan dapat menjangkau Jordania, Kuwait, Yaman, Qatar, Pakistan, India, dan Sri Lanka. Jangkauan UEA juga mencakup Amerika Serikat (AS), Brasil, Turki, dan Italia.
Perwakilan CV Sumber Buah SAE, Ahmad Abdul Hadi, mengatakan, kendala logistik yang tengah dialami berupa kenaikan biaya angkut dengan pesawat sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19. Sejak 2009, dia telah mengekspor buah-buahan tropis, seperti mangga, manggis, dan rambutan Indonesia ke UEA.
Kendala logistik yang tengah dialami berupa kenaikan biaya angkut dengan pesawat sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19.
Pengemasan selama pengangkutan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesegaran buah dan sayur. Perwakilan Masindo Mitra Mandiri, Nadira, menuturkan, sayur-mayur yang berbentuk dedaunan dikemas dalam kotak yang dilengkapi pendingin dan pengaturan sirkulasi udara. Cabai dan jengkol diekspor dengan kemasan karton. Saat mengekspor buah-buahan, kemasan yang digunakan ialah penutup plastik dan beralaskan karton.
Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Retno Sri Hartati menambahkan, kontinuitas dan kualitas produk hortikultura nasional belum sesuai dengan ekspektasi pasar. Oleh sebab itu, produk yang tergolong layak ekspor masih sedikit.
Sementara Ketua ITPC Dubai Henny Rusmiyati menyatakan, mitra bisnis atau pembeli setempat tengah mencari buah-buahan tropis dan rempah-rempah Indonesia sebagai salah satu sumber pasokan alternatif. ”Salah satu hypermart di Dubai tengah mencarinya,” katanya.
Berdasarkan data ITPC Dubai, Indonesia merupakan sumber impor buah-buahan UEA-ke 21 dengan pangsa pasar sebesar 0,9 persen sepanjang 2019. Buah-buahan yang diminati pasar UEA dari Indonesia ialah nanas, jambu, mangga, manggis, dan pisang. Posisi Indonesia berada di bawah Filipina dan Thailand dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 4,64 persen dan 0,95 persen.
Untuk sayur-mayur, Indonesia menempati peringkat ke-43 di UEA dengan pangsa pasar 0,03 persen serta berada di bawah Thailand (1,35 persen), Malaysia (0,77 persen), dan Filipina (0,04 persen). Komoditas sayur yang paling banyak diekspor ke UEA terdiri dari jagung, cabai, asparagus, dan daun-daun untuk salad.
Indonesia relatif lebih unggul dalam mengekspor rempah-rempah ke UEA karena menempati posisi keenam dengan pangsa pasar 3,15 persen serta berada di atas Singapura (0,6 persen), Malaysia (0,16 persen), dan Thailand (0,05 persen). Rempah yang diminati pasar UEA terdiri dari cengkeh, pala, vanili, kayu manis, dan lada.
Henny menambahkan, permintaan terhadap makanan olahan juga tengah bertumbuh. ”Mayoritas penduduk yang tinggal di sini berasal dari India dan Pakistan. Jika ingin mengekspor makanan olahan, sesuaikan rasanya dengan selera mereka,” ujarnya.