Disiplin Protokol Kesehatan Rendah, Indeks Modal Manusia Berisiko Turun
Indeks modal manusia Indonesia berisiko turun pascapandemi. Penerapan protokol kesehatan yang lemah akan menciptakan domino efek negatif terhadap pendidikan dan perekonomian.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan protokol kesehatan yang lemah berisiko menurunkan indeks modal manusia Indonesia. Penurunan modal manusia akan menciptakan efek domino terhadap aspek pendidikan dan perekonomian.
Indeks modal manusia (human capital index/HCI) 2020 yang dirilis Bank Dunia menempatkan Indonesia pada peringkat ke-96 dari 174 negara. Pada tahun 2018, Indonesia di peringkat ke-87 dari 157 negara. Skor Indonesia naik tipis dari 0,53 pada 2018 menjadi 0,54 pada 2020.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto, mengatakan, investasi modal manusia dihadapkan pada tantangan ruang fiskal yang terbatas dan tujuan ekonomi jangka pendek. Namun, dalam situasi pandemi Covid-19, aspek kesehatan harus diprioritaskan.
”Kontrol terhadap protokol kesehatan yang longgar akan berimplikasi negatif terhadap modal manusia,” ujar Teguh yang dihubungi Senin (21/9/2020).
Indeks modal manusia mengukur kontribusi kesehatan dan pendidikan untuk melihat produktivitas generasi pekerja pada masa depan. Penerapan protokol kesehatan yang lemah akan meningkatkan angka kematian dan menurunkan angka harapan hidup. Akses terhadap kesehatan juga semakin sulit manakala pandemi tak kunjung tertangani.
Selain risiko kesehatan, penanganan pandemi yang berlarut-larut juga berimbas pada rendahnya mutu modal manusia di masa depan. Saat ini sekolah dipaksa menerapkan pembelajaran jarak jauh yang sedikit banyak memengaruhi kualitas dan kuantitas pendidikan. Ancaman putus sekolah berpotensi meningkat.
Teguh menekankan, tanpa kontrol terhadap penyebaran Covid-19, jalan pemulihan ekonomi akan semakin panjang. Ekonomi tidak akan bergerak selama kondisi kesehatan masyarakat rentan dan berisiko. Terlebih, sistem perlindungan sosial yang ada masih belum sempurna.
”Pada jangka panjang, berkurangnya modal manusia akan menurunkan kemampuan pemulihan ekonomi dengan cepat,” kata Teguh.
Pemerintah sebaiknya tidak mengejar target pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi. Kebijakan diprioritaskan untuk melindungi masyarakat dan dunia usaha agar tetap bisa bertahan dalam situasi pandemi. Ekonomi tumbuh positif saja sudah cukup memberikan sinyal perbaikan kepada pasar.
Investasi kesehatan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, investasi kesehatan kini menjadi prioritas jangka pendek dan jangka panjang. Sektor kesehatan akan diperkuat agar seluruh penduduk memiliki akses layanan yang berkualitas. Investasi kesehatan tidak mengesampingkan pemulihan ekonomi melalui dukungan UMKM dan program perlindungan sosial.
”Langkah-langkah penanganan tersebut tentunya membutuhkan alokasi anggaran yang besar, yang menuntut penajaman prioritas anggaran dan tetap menjaga keberlangsungan fiskal,” kata Sri Mulyani.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, tidak ada negara di dunia yang sepenuhnya siap menghadapi pandemi yang penyebarannya sangat masif dan berdampak besar bagi kehidupan. Ketimpangan kesiapan menghadapi pandemi terjadi baik di tingkat nasional maupun global.
Di tingkat nasional, ketimpangan umumnya terjadi pada kapasitas sistem surveilans pandemi yang belum kuat, sistem kesehatan yang terbatas, koordinasi antarlembaga yang belum efektif, dan komunikasi publik yang belum optimal. Sementara di tingkat global, ketimpangan pada rantai pasok yang masih lemah dan koordinasi riset yang belum kuat.
Dihubungi secara terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio, menambahkan, pascapandemi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas jadi isu penting. Oleh karena itu, investasi modal manusia tetap dibutuhkan kendati kondisi negara saat ini serba terbatas.
Investasi modal manusia tetap dibutuhkan kendati kondisi negara saat ini serba terbatas.
Pemerintah setiap tahun mengalokasikan anggaran wajib pendidikan 20 persen dan kesehatan 5 persen dari APBN. Pengalokasian belanja harus diperbaiki dan dioptimalkan untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan dan pendidikan yang mungkin muncul pascapandemi.
”Manfaat ekonomi perbaikan modal manusia tidak bisa langsung dirasakan saat ini. Namun, tetap diperlukan demi memperkuat struktur ekonomi pascapandemi,” ujar Andry.