Prinsip menabung adalah menyisihkan dana di awal, bukan menunggu dana tersisa.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
”Bagaimana cara menentukan pembagian uang bulanan yang tepat dan efektif sehingga kami bisa menabung? Soalnya banyak banget godaan belanja dalam jaringan selama masa pandemi,” tanya Lina Isnaini, seorang mahasiswi.
Pertanyaan itu dilontarkan Lina di acara ”Satu Jam Belajar Mengelola Keuangan Bareng Manulife Investment Manajemen (MAMI)”, Sabtu (19/9/2020). Lina tidak sendiri. Keresahan serupa dialami sebagian besar masyarakat.
Keresahan tersebut umumnya muncul dari pola pikir untuk menabung dari sisa uang yang dimiliki, alih-alih menyisihkan uang sedari awal untuk ditabung. Resah semakin menjadi-jadi tatkala di akhir bulan sudah tak ada lagi sisa uang di dompet. Kesempatan menabung sirna.
Menjawab pertanyaan itu, Interim President Director MAMI Afifa menegaskan, sejak menerima pendapatan, mestinya sebagian dana bisa disisihkan untuk ditabung. Komitmen ini tetap berlaku bagi pelajar dan mahasiswa yang relatif memiliki pemasukan lebih terbatas ketimbang pekerja atau karyawan.
”Hal utama yang perlu dilakukan untuk mengelola keuangan bagi anak muda adalah meluangkan waktu untuk mendata keuangan mereka,” ujar Afifa, Sabtu (19/9/2020).
Data distribusi simpanan di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dikutip Minggu (20/9), per Juli 2020 ada 310,79 juta rekening tabungan masyarakat di perbankan Indonesia.
Sedikitnya 100 mahasiswa dari 24 perguruan tinggi di Indonesia menyimak perbincangan tentang pengelolaan keuangan yang digelar secara dalam jaringan itu.
Dengan menyisihkan 10-20 persen dari pemasukan rutin sejak awal, uang tersebut tak akan menguap atau habis begitu saja. Pola menabung seperti ini juga sangat dibutuhkan di masa pandemi yang diliputi ketidakpastian.
Pelajar dan mahasiswa juga perlu menyusun data pemasukan dan pengeluaran rutin bulanan karena pemasukan terbatas. Pencatatan secara rutin membuat kita dapat menyisir dan melihat secara jernih pengeluaran apa saja yang sesuai kebutuhan atau hanya sekadar memenuhi hasrat dan gaya hidup.
”Anak muda harus menyesuaikan gaya hidup dengan kemampuan mereka. Hasrat ingin pamer harus diredam agar bisa terhindar dari jeratan masalah keuangan akibat besar pasak daripada tiang,” ujar Afifa.
Anak muda harus menyesuaikan gaya hidup dengan kemampuan mereka.
Ia menyarankan, dana bisa ditabung agar terkumpul. Nantinya bisa diinvestasikan sehingga akan menerima imbal hasil.
Secara terpisah, anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, menilai, sebagian usia muda atau generasi milenial rentan secara finansial. Sebab, mereka cenderung menghabiskan uang, tetapi lupa menabung.
Kelompok ini rentan dan berisiko mengalami masalah keuangan karena anak muda di Indonesia secara umum masih kurang dibekali literasi keuangan.
”Banyak dari mereka membeli produk keuangan dan melakukan investasi, tetapi sebetulnya tidak paham,” ujar Tirta.
Sebab, mereka cenderung menghabiskan uang, tetapi lupa menabung.
Berdasarkan hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan OJK tahun 2016, tingkat literasi keuangan penduduk dengan kelompok usia 18-25 tahun sebesar 32,1 persen. Kini, saatnya mengakses dan memahami informasi tentang finansial agar tidak salah melangkah.