Produksi Cenderung Turun, Pemerintah Perlu Bersiap
Produksi padi semester I-2020 tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2019 dan 2018. Pemerintah dinilai perlu cermat dan bersiap dengan mengoptimalkan stok.
Oleh
M Paschalia Judith J / Mukhamad Kurniawan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi perberasan nasional tahun ini dinilai kurang menggembirakan meski kemarau basah semestinya menopang produksi sektor pertanian. Data produksi beras cenderung turun tiga tahun terakhir. Namun, potensi krisis pangan bagi Indonesia diyakini sangat kecil di tengah pandemi Covid-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi padi sepanjang Januari-Juni 2020 mencapai 29,02 juta ton gabah kering giling (GKG). Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 yang tercatat 32,46 juta ton GKG atau tahun 2018 sebanyak 35,19 juta ton GKG.
Penurunan itu sejalan dengan turunnya luas panen padi dari 6,87 juta hektar pada semester I-2018 menjadi 6,34 juta hektar pada semester I-2019 dan 5,83 juta hektar pada semester I-2020. Faktor cuaca pada akhir 2019 menggeser jadwal tanam sehingga puncak panen raya mundur dari biasanya Februari-Maret menjadi April-Mei pada tahun ini.
Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja saat dihubungi, Jumat (18/9/2020), berpendapat, penurunan hasil panen pada semester-I 2020 turut disebabkan oleh ketidaksiapan sarana produksi menjelang musim tanam pada akhir 2019. Akibatnya, jadwal tanam dan panen cenderung mundur.
Pergeseran puncak panen dinilai sejalan dengan data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian. Pada triwulan II-2020, sektor pertanian tumbuh 2,19 persen ketika sebagian besar sektor lain tumbuh minus di tengah pandemi Covid-19. Pertumbuhan sektor pertanian terutama disumbang oleh subsektor tanaman pangan yang tumbuh 9,23 persen.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa, mengatakan, faktor cuaca berkontribusi besar terhadap pertumbuhan sektor pertanian triwulan II-2020. Namun, sesuai pola tahunannya, produksi padi cenderung turun pada triwulan III dan IV.
”Total stok (beras) pada Juni 2020, setelah dikurangi konsumsi, hanya 6,77 juta ton atau 2,5 juta ton lebih rendah dibandingkan (periode yang sama) tahun sebelumnya,” ujarnya dalam webinar yang digelar Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Kamis (17/9/2020).
Terkait situasi itu, pemerintah dinilai perlu menghitung dengan cermat dan memastikan stok beras aman, terutama untuk menghadapi situasi akhir tahun 2020 hingga awal tahun 2021. Caranya dengan mengalkulasi stok dan kebutuhan lebih detail dan segera memutuskan langkah.
Menurut anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Mindo Sianipar, stok pangan langsung, khususnya beras, relatif aman. Namun, pemerintah melalui Perum Bulog mesti bersiap dengan memastikan stok cukup untuk mengantisipasi gejolak pada akhir tahun. ”Setidaknya, ketika keadaan tidak bagus, kita sudah siap,” ujarnya.
Harga gabah
Indikator harga gabah dan beras bisa dipakai untuk mendiagnosis perberasan. Menurut survei AB2TI di 46 kabupaten sentra padi, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani cenderung naik sejak Mei 2020, yakni dari Rp 4.325 per kilogram (kg) menjadi Rp 4.600 per kg pada Agustus 2020. Situasi itu menandakan panen dan pasokan beras ke pasar yang cenderung berkurang empat bulan terakhir.
Pasokan beras ke pasar juga berkurang sebagaimana terjadi di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Rata-rata stok beras di pasar grosir itu sejak Maret 2020, menurut laman Food Station Tjipinang Jaya, tercatat lebih rendah dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2018 dan tahun 2019.
Menurut Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi, stok beras memang cenderung turun dan harga gabah di petani cenderung naik. Namun, harga beras cenderung turun pada saat yang sama. Artinya, meski pasokan beras ke pasar berkurang, stok beras yang mengalir ke masyarakat bertambah.
”Stok beras berpindah dari pasar induk dan gudang pedagang ke masyarakat, antara lain melalui bantuan sosial yang digulirkan pemerintah. Jadi, meski stok di pasar turun, harga di pasar juga rendah, artinya stok beras ada di masyarakat,” kata Arief.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi memperkirakan produksi beras Juli-Desember 2020 dapat mencapai 12,5 juta-15 juta ton. Dengan konsumsi beras berkisar 2,4 juta-2,5 juta ton per bulan, dia menilai, seharusnya stok beras aman dan cukup hingga akhir Desember 2020.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal menyebutkan, realisasi pengadaan beras untuk cadangan beras pemerintah dari awal tahun hingga saat ini mencapai 947.550 ton. Jumlahnya diproyeksikan 1,2 juta-1,3 juta ton pada akhir 2020. ”Angka ini memang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kami tetap bisa menjalankan fungsi stabilisasi harga (di petani) karena angkanya berada di atas harga pembelian pemerintah,” ujarnya.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras menyebutkan, gabah kering panen di tingkat petani dibeli dengan harga Rp 4.200 per kg untuk cadangan beras pemerintah. Namun, BPS mencatat, rata-rata harga GKP di tingkat petani pada Agustus 2020 sebesar Rp 4.818 per kg.
Jika dibandingkan, realisasi serapan dalam negeri pada Januari-September 2019 berkisar 1,04 juta ton beras dan sepanjang Januari-September 2018 sebesar 1,44 juta ton. Dengan demikian, serapan dalam negeri Perum Bulog untuk cadangan beras pemerintah melorot.
Saat ini, stok beras yang ada di gudang Bulog berkisar 1,4 juta ton.
Di sisi lain, Awaludin menilai, stok cadangan beras dalam kondisi aman karena berada di rentang kewajiban sebesar 1 juta-1,5 juta ton. Saat ini, stok beras yang ada di gudang Bulog berkisar 1,4 juta ton.
Menurut Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi, perberasan nasional menghadapi perubahan kebijakan. Perubahan yang berdampak signifikan itu tampak dari mengecilnya peran Bulog dalam perberasan nasional serta mekanisme penyaluran pupuk subsidi.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menyebutkan, distribusi pupuk subsidi saat ini memanfaatkan mekanisme Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (eRDKK). Dengan sistem ini, tingkat validasi datanya mencapai 94 persen karena berbasis nomor induk kependudukan.
Dia melanjutkan, Kementerian Pertanian merencanakan penambahan alokasi pupuk subsidi hingga 1 juta ton. Penambahan ini membutuhkan anggaran Rp 3,14 triliun.