Pengurusan Ekspor Ikan di Maluku Selesai Empat Jam
Pemerintah terus mempermudah proses ekspor ikan dari Maluku. Paling lama empat jam, permohonan dokumen yang diajukan eksportir diselesaikan sejumlah instansi terkait. Dunia usaha pun mengapresiasi kemudahan ini.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Proses pengurusan ekspor ikan di Maluku kini hanya membutuhkan waktu paling lama empat jam. Sebelumnya, proses itu memakan waktu paling cepat satu minggu, ditambah dengan berbagai biaya tak terduga. Kalangan dunia usaha pun mengapresiasi percepatan izin ekspor tersebut. Kondisi ini dapat menumbuhkan bisnis perikanan di Maluku.
Direktur PT Aneka Sumber Tata Bahari Kun Kusno, di Ambon, Jumat (18/9/2020), mengatakan, pengurusan administrasi dimaksud adalah pemberitahuan ekspor barang dan sertifikat kesehatan ikan. Dua dokumen itu wajib dikantongi perusahaan yang hendak melakukan ekspor. Pengurusannya pun melibatkan berbagai instansi terkait.
Pada Jumat, di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, perusahaan tersebut tengah mempersiapkan pengiriman 25,5 ton ikan cakalang ke Jepang dengan nilai ekspor sekitar 36.000 dollar AS. Ikan itu terlebih dahulu dibawa menggunakan kapal laut ke Surabaya, kemudian ke Jepang. Di Jepang, cakalang merupakan bahan baku katsuobushi atau ikan kayu kualitas premium.
”Kami menyampaikan terima kasih atas kemudahan ekspor dari pemerintah. Hal ini ikut memberikan semangat bagi kami untuk terus melakukan ekspor. Sejak kami terlibat dalam usaha perikanan mulai tahun 1993, kelancaran urusan ekspor kali ini merupakan yang tercepat. Semua unsur yang terkait sangat cepat membantu kami,” kata Kun.
Ia menuturkan, secara umum, permintaan pasar dunia melemah. Namun, ada negara tertentu, seperti Jepang, yang masih membutuhkan pasokan ikan dari Indonesia, terutama Maluku. Importir Jepang menginginkan ikan dari Maluku yang ditangkap menggunakan mata pancing atau pole and line. Bagi mereka, kualitas ikan yang ditangkap dengan cara itu adalah premium.
Harga ikan cakalang yang dipancing sekitar 1,52 dollar AS per kilogram. Selain kualitas, penangkapan ikan dengan pancing dianggap mendukung semangat keberlanjutan sumber daya perairan. Satu mata pancing hanya menangkap satu ikan. Ini berbeda dengan pukat atau jaring yang meraup hampir 20 ton ikan berbagai jenis dan ukuran.
Sekretaris Daerah Maluku Kasrul Selang mengatakan, pemerintah daerah menggandeng sejumlah pihak terkait untuk menggenjot ekspor dari Maluku. Pihak dimaksud adalah bea cukai, karantina perikanan, otoritas pelabuhan, dan dunia usaha. Kendati di tengah pandemi, nilai ekspor dari Maluku masih relatif stabil.
Hampir semua komoditas ekspor dari Maluku adalah perikanan. Terhitung sejak Januari hinggi Juni 2020, nilai ekspor dari Maluku 30,7 juta dollar AS. Nilai ini diperkirakan terus meningkat hingga akhir tahun nanti. Adapun pada 2018 nilainya 51,4 juta dollar AS dan tahun 2019 sebesar 40,4 juta dollar AS.
Kasrul mengimbau perusahaan yang terlibat dalam ekspor agar menjaga kualitas ekspor dari Maluku. Kualitas itulah yang membuat permintaan pasar dunia terhadap produk perikanan tetap tinggi. Semakin tinggi permintaan ekspor, bisnis perikanan di Maluku semakin tumbuh dan mengokohkan Maluku sebagai lumbung ikan nasional.
Achmad Jais Ely, Kepala Sekolah Usaha Perikanan Menengah Ambon, mengatakan, kualitas hasil tangkap harus terus disosialisasikan kepada nelayan sebagai ujung tombak perikanan tangkap. Selama melakukan pendampingan nelayan lokal, ia kerap mendapati lemahnya penanganan pascatangkap. Banyak nelayan lokal belum memahami hal itu.
”Selain pemerintah, hal ini juga menjadi tanggung jawab perusahaan yang melakukan ekspor. Banyak perusahaan sudah melakukan hal itu dengan baik,” katanya. Jais optimistis, bisnis perikanan di Maluku dapat tumbuh lebih pesat jika semua pihak bergerak bersama.