Upaya penyelamatan usaha mikro, kecil, dan menengah harus segera dilakukan untuk mempercepat pemulihan sekaligus transformasi ekonomi.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN/NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transformasi ekonomi serta pemulihan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM ibarat dua sisi mata uang yang berkaitan. Kebangkitan UMKM pascapandemi Covid-19 akan menentukan ketahanan dan keberlanjutan transformasi ekonomi suatu negara.
Mengutip hasil survei Bank Pembangunan Asia (ADB), penurunan permintaan dialami 30-40 persen UMKM dan 20-30 persen UMKM di Asia mengalami disrupsi pasokan akibat pandemi Covid-19. Bahkan, 40-70 persen UMKM menutup sementara bisnis mereka karena berbagai faktor, termasuk kebijakan pembatasan wilayah di masa pandemi.
Survei ADB dilakukan pada April-Mei 2020 terhadap 3.831 UMKM di empat negara berkembang di Asia, yaitu Indonesia, Filipina, Thailand, dan Laos. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) di setiap negara itu lebih dari 50 persen.
Shigehiro Shinozaki, Senior Economist, Economic Research and Regional Cooperation Department ADB, menyampaikan, pembatasan wilayah yang diberlakukan hampir semua negara berdampak negatif terhadap UMKM. Sebagian UMKM masih beroperasi, tetapi pendapatan mereka anjlok lebih dari 30 persen.
”Pemerintah sangat krusial memahami kondisi yang benar-benar terjadi dalam merumuskan kebijakan penyelamatan UMKM,” kata Shinozaki dalam webinar ”Dampak Covid-19 terhadap Sektor UMKM dan Konsumsi Rumah Tangga di Asia”, Rabu (16/9/2020).
Upaya pemulihan UMKM pascapandemi Covid-19 tidak dapat dikesampingkan dalam agenda transformasi ekonomi suatu negara. Menurut Shinozaki, tekanan terhadap UMKM bisa membuat angka pengangguran melonjak.
Dari survei ADB, sebanyak 61,1 persen UMKM di Indonesia mengurangi pekerja pada Maret dan 59,8 persen UMKM mengurangi pekerja pada April. Pengurangan pekerja dilakukan saat pembatasan sosial berskala besar pada Maret-Juni.
Shinozaki menekankan, upaya penyelamatan UMKM harus segera dilakukan untuk mempercepat pemulihan sekaligus transformasi ekonomi. Pendampingan UMKM mesti lebih fokus pada sektor-sektor prioritas paling terdampak, seperti manufaktur, perdagangan tradisional, akomodasi, pariwisata, dan transportasi.
”Pemerintah di negara-negara berkembang mesti mengalokasikan anggaran yang lebih terinci untuk sektor UMKM paling terdampak,” katanya.
Upaya penyelamatan UMKM harus segera dilakukan untuk mempercepat pemulihan sekaligus transformasi ekonomi.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM per 2018, ada 64,194 juta UMKM atau setara dengan 99,99 persen unit usaha di Indonesia. UMKM menyerap 116,978 juta pekerja atau 97 persen dari total pekerja yang diserap unit usaha di Indonesia. Adapun sumbangan UMKM sebesar Rp 8.573 triliun atau 61,07 persen dari PDB.
Transformasi
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, transformasi ekonomi jadi titik penting agar Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah. Indonesia ditargetkan jadi lima besar negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada 2045.
Pemerintah, tambah Airlangga, sedang menyusun daftar prioritas investasi berisi bidang-bidang usaha yang akan didorong dan diberi fasilitas. Kriterianya, harus berorientasi ekspor, substitusi impor, padat karya, padat modal, serta berbasis digital dan berteknologi tinggi. Investasi yang masuk akan dipadukan dengan UMKM.
Dihubungi secara terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, berpendapat, pemulihan UMKM pascapandemi menantang dan perlu keseriusan pemerintah. Pascapandemi akan terbentuk kebiasaan dan iklim bisnis baru yang mesti diadaptasi UMKM.
Tantangan terberat adalah mendorong UMKM masuk ke ekosistem digital karena literasi digital masih rendah, terutama dari generasi X dan sebelumnya, yang usianya di atas 40 tahun. Kesenjangan antargenerasi pelaku UMKM jadi tantangan pemerintah.
Pascapandemi akan terbentuk kebiasaan dan iklim bisnis baru yang mesti diadaptasi UMKM.
Pertumbuhan
Dalam riset terbarunya, ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 1 persen pada 2020. Adapun Pemerintah Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2020 berkisar negatif 1,1 persen sampai dengan 0,2 persen.
Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi Saikin dalam konferensi pers secara daring, Rabu, menyebutkan, penyaluran bantuan sosial dan subsidi UMKM diharapkan mencapai Rp 100 triliun hingga akhir September. Penyaluran bantuan sebesar itu diperkirakan berdampak pada PDB sekitar Rp 210 triliun.
Angka ini secara kasar akan menutup pertumbuhan negatif triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen atau sekitar Rp 188 triliun. PDB Indonesia sekitar Rp 14.500 triliun.
”Hitungan kasarnya begitu, tetapi memang ada variabel lain, misalnya apakah (pertumbuhan) turun lebih dalam, apakah sektor-sektor lain tidak produktif. Dengan kerja keras dan fokus, kami harap beberapa bulan terakhir ini bisa memberi daya ungkit cukup besar di akhir triwulan III,” ujar Budi.