Terkait pembentukan bank tanah dalam RUU Cipta Kerja, pemerintah diingatkan untuk tidak mengesampingkan hak masyarakat semata-mata demi pembangunan infrastruktur dan investasi.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja mencapai isu pembentukan bank tanah yang dikhawatirkan bisa memperburuk konflik agraria dan kualitas hidup masyarakat. Pemerintah diingatkan untuk tidak mengesampingkan hak rakyat semata-mata demi pembangunan infrastruktur dan investasi.
Pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Cipta Kerja, Rabu (16/9/2020), mencapai kluster pengadaan tanah, khususnya pembentukan bank tanah (land banking). Lewat pembentukan bank tanah, pemerintah akan mendapat kewenangan baru untuk mengelola dan mengatur tanah.
Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas mengatakan, sejumlah pengaturan pengadaan bank tanah harus diubah agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan kawasan, tetapi luput memperhatikan keadilan kepemilikan lahan untuk rakyat.
Ia mengusulkan agar pemerintah memetakan persentase redistribusi lahan antara untuk kepentingan masyarakat serta untuk pengembangan kawasan dan investasi. ”Kepentingan umum, sosial, dan redistribusi lahan harus utama. Terakhir baru kepentingan kerja sama dengan pihak lain,” katanya dalam rapat pembahasan DIM RUU Cipta Kerja secara virtual.
Kepentingan umum, sosial, dan redistribusi lahan harus utama. Terakhir baru kepentingan kerja sama dengan pihak lain.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, pengaturan bank tanah harus dirumuskan secara hati-hati. Sebab, selama ini pengadaan lahan untuk kepentingan pembangunan dan korporasi kerap berujung pada konflik agraria.
Konflik terkait pembebasan lahan kerap merugikan rakyat kecil dan merenggut hak hidup masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan bank tanah harus secara detail mengatur penentuan peruntukan atau penggunaan tanah.
”Misalnya, kemarin ada usulan klausul bahwa 20-30 persen (tanah) diberikan untuk afirmasi kepada rakyat. Ini harus diatur praktiknya bagaimana. Jangan sampai niat kita baik, tetapi praktiknya tidak sampai-sampai,” katanya.
Jangan sampai niat kita baik, tetapi praktiknya tidak sampai-sampai.
Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), terdapat 2.047 kasus konflik agraria di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan pesisir yang terjadi sepanjang periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (2015-2019).
Komnas HAM juga mencatat, dalam lima tahun terakhir, konflik agraria semakin meluas. Luasan konflik mencapai 2.713.369 hektar dan tersebar di 33 provinsi di berbagai sektor.
Sejak awal kemunculannya, kluster pengadaan tanah dalam RUU Cipta Kerja telah mendulang kritik dari pegiat dan aktivis reforma agraria. KPA mencatat ada lima pokok masalah yang berpotensi merugikan petani dan masyarakat adat.
Pertama, masuknya pasal-pasal problematik dari RUU Pertanahan yang sebelumnya sudah dibatalkan oleh Presiden sendiri. Kedua, potensi memperparah konflik agraria dan ketimpangan penguasaan tanah. Ketiga, potensi meningkatkan penggusuran hak atas tanah demi pembangunan dan investasi.
Keempat, mempercepat laju alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan pembangunan. Kelima, peluang kriminalisasi dan diskriminasi hak petani dan masyarakat hukum adat atas tanah yang menjadi sumber kehidupan mereka.
Manajer tanah
Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang Himawan Arief Sugoto menilai, pembentukan bank tanah penting untuk menunjang proyek pembangunan, pertumbuhan ekonomi lewat investasi yang kompetitif, serta mempercepat proses pengadaan tanah tanpa harus bergantung pada APBN.
Lewat pembentukan bank tanah, pemerintah akan mendapat kewenangan baru untuk mengelola dan mengatur tanah. ”Saat ini, Kementerian ATR baru berperan sebagai regulator dan administrator. Kita harus menjaga peran pemerintah dalam menjalankan tugas sebagai manajer tanah,” kata Himawan.
Kita harus menjaga peran pemerintah dalam menjalankan tugas sebagai manajer tanah.
Tugas pemerintah lewat bank tanah nanti adalah mengelola tanah, menghimpun tanah, serta mendistribusikan tanah kembali untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi tanah, dan mengendalikan reforma agraria. ”Kemungkinan besar bank tanah akan memiliki banyak tanah karena memang akan tersebar di seluruh Indonesia,” kata Himawan.
Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, pembebasan lahan kerap menjadi kendala utama dalam pembangunan berbagai proyek infrastruktur dan mempersulit investasi. Ia membandingkan, di negara lain, investor tidak perlu pusing memikirkan pengadaan tanah karena sudah tersedia dan diurus pemerintah.
Ke depan, menurut dia, investor tidak perlu lagi mengeluhkan persoalan pembebasan lahan. ”Tidak usah pusing lagi membebaskan tanah. Tanahnya sudah tersedia dan langsung diurus BKPM dan sudah disiapkan,” katanya.
Saat ini, pemerintah sedang berupaya menggenjot masuknya investasi di tengah pandemi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ada 143 perusahaan asing yang berencana merealokasi investasi ke Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah mendorong RUU Cipta Kerja segera dituntaskan untuk melancarkan masuknya investasi dan pemulihan ekonomi pascapandemi. Setidaknya selama sebulan terakhir, DPR dan pemerintah mengebut pembahasan DIM RUU Cipta Kerja. Rapat diadakan setiap hari hingga larut malam. Airlangga menyebut pembahasan sudah mencapai 90 persen.
Menurut dia, hampir semua kluster strategis telah dibahas, antara lain kluster ketenagakerjaan, kepastian hukum, usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi. ”Hampir semuanya sudah mendapat persetujuan konsensus dengan partai politik,” katanya.