Daya Beli Masyarakat Melemah, Tren Pasar Properti Turun
Pasar properti mengalami pergeseran segementasi seiring penurunan daya beli. Peluang dan tantangan pasar perlu diantisipasi agar sektor properti tetap bertahan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 telah memicu penurunan daya beli masyarakat. Sejalan dengan kondisi itu, pasar properti bergeser ke segmen harga yang lebih rendah.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Wacth (IPW) Ali Tranghanda mengungkapkan, terjadi fenomena pergeseran segmentasi pasar properti di tengah pandemi Covid-19. Dari hasil survei IPW, segmentasi pasar perumahan dengan harga di atas Rp 1 miliar per unit, atau harga rata-rata Rp 2,9 miliar per unit, turun menjadi rata-rata Rp 1,9 miliar per unit.
Sementara segmentasi pasar untuk harga rumah rata-rata Rp 1 miliar turun ke segmen Rp 800 juta per unit, sedangkan segementasi pasar untuk harga rata-rata Rp 800 juta per unit turun menjadi Rp 500 juta per unit. Di sisi lain, masih terjadi ketidaksesuaian suplai dan permintaan di segmen menengah. Saat ini, suplai rumah dengan harga Rp 500 juta-Rp 1 miliar masih terbatas.
Pergeseran pasar ini merupakan momentum yang baik bagi pengembang untuk masuk ke segmen pasar menengah. Pergeseran pasar ke segmen menengah itu telah ditangkap sejumlah pengembang. Pengembang besar, seperti Jababeka dan Summarecon, mulai masuk ke perumahan segmen menengah. Namun, perlu disadari, sebagian pembeli segmen tersebut merupakan pembeli segmen atas yang turun kelas.
Sementara itu, segmen pasar menengah tanggung yang turun kelas menjadi segmen bawah cenderung tidak mau membeli rumah segemen bawah. ”Yang perlu diwaspadai adalah pergeseran segmen menengah ke bawah karena mereka tidak bisa membeli rumah bersubsidi, tetapi tidak mampu membeli rumah di segmen menengah. Pasar di segmen ini rawan terganggu,” katanya, dalam webinar dengan tema ”75 Tahun Indonesia Merdeka: Properti Penggerak Perekonomian Nasional” yang diselenggarakan Seven Voices Public Relations, Kamis (17/9/2020).
Yang perlu diwaspadai adalah pergeseran segmen menengah ke bawah karena mereka tidak bisa membeli rumah bersubsidi, tetapi tidak mampu membeli rumah di segmen menengah.
Hambatan dan dukungan
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia Paulus Totok Lusida mengemukakan, pasar perumahan cenderung bergeser ke segmentasi harga yang lebih rendah. Tren penjualan unit rumah di bawah Rp 1 miliar cenderung bagus meskipun ada hambatan dari penyaluran kredit perumahan rakyat. Ia berharap pemerintah memberi dukungan keringanan suku bunga kredit pemilikan rumah agar sektor properti sebagai penghela pertumbuhan ekonomi bisa lebih bergerak.
Totok mengungkapkan, kendati terjadi pergeseran pasar ke harga rumah yang lebih murah, kondisi pandemi Covid-19 membuat tren pasar properti hingga akhir tahun sulit diprediksi. ”Yang diperlukan adalah bagaimana menyikapi kondisi pandemi secara serius agar korban tidak terus meningkat. Pasar properti sangat bergantung persepsi pasar yang ada. Perlu kebijakan yang tidak menimbulkan sentimen negatif pasar,” katanya.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengemukakan, Apersi menargetkan pembangunan 200.000 rumah bersubsidi tahun ini. Namun, kondisi pandemi Covid-19 menyebabkan pencapaian target jadi sulit diprediksi. Daya beli masyarakat saat ini menurun dan daya angsur kredit juga menurun.
”Tahun ini kami targetkan (pembangunan) 200.000 rumah bersubsidi. Akan tetapi, untuk saat ini, semua (pasar) berantakan dan tidak bisa diprediksi. Kami harapkan badai segera berlalu,” katanya.
Daya beli masyarakat saat ini menurun dan daya angsur kredit juga menurun.