Pergerakan pesawat dan keterisian kursi pesawat cenderung naik sejak Juni 2020. Namun, kenaikannya melambat selama Agustus-September 2020. Pemulihan sektor transportasi menghadapi tantangan memulihkan kepercayaan publik.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pergerakan pesawat dan keterisian kursi pesawat disebut bertambah sejak Juni 2020, tetapi penambahannya cenderung stagnan selama Agustus-September 2020. Pemulihan di sektor transportasi udara dinilai tidak mudah dan para pelaku industri menghadapi tantangan berat untuk memulihkan kepercayaan publik.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto mengatakan, tidak mudah memulihkan pergerakan pesawat ke posisi semula seperti tahun 2019. Pemulihan pergerakan penumpang mesti dimulai dengan mengembalikan kepercayaan publik agar menggunakan transportasi udara.
Pergerakan pesawat udara, baik domestik maupun internasional, sangat minim selama kurun Maret-Mei 2020. Menurut Novie, pergerakan pesawat naik sejak Juni 2020, tetapi kemudian melambat sebagaimana terlihat pada Agustus dan September 2020.
”Pemulihan cukup menggembirakan, tetapi lambat. Grafiknya tidak linier, (keterisian kursi pesawat) cenderung stagnan di persentase sekitar 50 persen,” kata Novie dalam seminar daring ”Efektivitas Peraturan, Standar Kesehatan Sarana Prasarana Transportasi Udara, dan Perubahan Perilaku Pengguna Jasa menuju Terbang Aman Terbang Nyaman”, Rabu (16/9/2020).
Menurut Novie, rata-rata tingkat keterisian penumpang pesawat saat ini sekitar 48-50 persen, umumnya di bawah kondisi semula yang di atas 80 persen. Penerapan protokol kesehatan oleh semua pihak, termasuk operator penerbangan ataupun penumpang, diharapkan akan mempercepat pemulihan di transportasi udara.
Kepatuhan terhadap protokol kesehatan dianggap urgen guna mencegah penularan Covid-19. Menurut Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sony Harmadi, perubahan perilaku untuk patuh protokol kesehatan harus dimulai dari tingkat individu, keluarga, institusi, wilayah, hingga komunitas.
”Perubahan perilaku harus terus didorong supaya tidak terjadi trade off antara pemulihan ekonomi dan pencegahan penularan Covid-19,” kata Sony.
Tiga protokol kesehatan yang paling utama, yakni memakai masker, mencuci tangan memakai sabun, dan menjaga jarak, sangat penting dalam pengendalian penularan Covid-19. Apabila sama sekali tidak melakukan pencegahan, kata Sony, ada risiko tertular sampai 80-95 persen.
Kebiasaan mencuci tangan memakai sabun menurunkan 35 persen risiko tertular. Apabila kebiasaan cuci tangan pakai sabun ini ditambah dengan penggunaan masker kain maka risiko tertular akan turun 45 persen.
Penggunaan masker bedah akan menurunkan risiko tertular sampai 70 persen; artinya risiko tertular tinggal 30 persen. ”Tapi kalau rajin mencuci tangan dengan sabun, memakai masker bedah, plus menjaga jarak minimal 1 meter, akan terjadi pengurangan risiko tertular hingga 85 persen,” kata Sony.
Dampak pandemi Covid-19 dirasakan tidak hanya oleh Indonesia, tetapi juga banyak negara di dunia. Pandemi berimbas ke banyak sektor, tak terkecuali pariwisata, penerbangan, dan perhotelan.