Ekonomi Penuh Ketidakpastian, Pelaku Usaha Andalkan Rencana Jangka Pendek
Pelaku usaha cermat membaca dinamisme permintaan pasar pada masa pandemi untuk menjalankan bisnis. Namun, belum stabilnya kondisi selama pandemi membuat pelaku usaha hanya bisa melihat peluang jangka pendek.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha cermat membaca dinamisme permintaan pasar pada masa pandemi untuk menjalankan bisnis. Namun, belum stabilnya situasi kesehatan dan ekonomi selama pandemi membuat pelaku usaha hanya bisa melihat peluang jangka pendek.
Pemilik usaha CV Custompedia Group, misalnya, membuat usaha online (dalam jaringan/daring) Parcelin Aja sejak Ramadhan tahun ini. Jika awalnya mereka menjual parsel, beberapa bulan terakhir mereka mengubah konsep bisnis menjadi pengemasan paket.
”Kalau melulu (jual) parsel, peminatnya sudah semakin menurun. Kemarin, kami menjual parsel Lebaran karena kebetulan kami sesuaikan momen Idul Fitri. Kebetulan pada masa pandemi ini enggak semuanya bisa mudik, jadi permintaan parsel kami membeludak,” kata Radhyta Mahenda Mukhsin, pemilik dan pendiri usaha itu kepada Kompas, Rabu (16/9/2020).
Turunnya peminat parsel seiring dengan lewatnya masa Lebaran, pengusaha yang berbasis di Semarang, Jawa Tengah, itu kemudian mencoba bisnis pengemasan paket. Barang yang dijual, seperti bubble wrap, kotak karton kemasan barang, stiker, dan plastik kemasan yang bisa disesuaikan.
Hal itu dilakukan setelah melihat banyaknya masyarakat terdampak pandemi yang beralih menjadi penjual toko daring. ”Kami kembangkan ke bahan-bahan pengepakan barang toko daring,” katanya.
Pelaku industri kecil menengah, seperti PT Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB), yang memproduksi permesinan untuk sektor pertanian juga mengembangkan usaha dengan mengikuti tren pada masa pandemi.
Dengan memanfaatkan platform penjualan daring, perusahaan itu menjual produk hilir berupa hasil pertanian. Di sisi lain, produk hulu, seperti mesin pertanian yang dikembangkan dengan teknologi informasi terkini, masih tetap dipasarkan walau terkendala akses pasar karena pandemi.
”Kami secara daring telah menjual hasil-hasil pertanian seiring dengan permintaan yang meningkat pada masa pandemi. Dari sisi teknologi, ini baru pertama kali kami kerja sama dengan marketplace untuk memasarkan produk kami, termasuk produk permesinan yang tidak dipasarkan secara daring sebelumnya,” kata Bayu Dwi Apri N, Co-Founder MSMB, pada kesempatan berbeda.
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan ”Analisis Hasil Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha” mencatat, 55 dari setiap 100 pelaku usaha cenderung memiliki rencana pengembangan bisnis meskipun baru 17 saja yang sudah menyiapkannya lebih baik. Sementara itu, 45 dari mereka belum memiliki rencana pengembangan. Hasil itu hampir sama baik pada kategori usaha menengah kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB).
”Rencana pengembangan usaha pasca-Covid-19 bisa jadi telah dipikirkan. Mitigasi rencana pengembangan bisa menjadi indikasi seberapa besar pelaku usaha relatif lebih siap menghadapi situasi krisis,” tulis BPS dalam laporan yang merupakan hasil survei pada 34.559 pelaku usaha selama 10-26 Juli 2020.
Menanggapi hasil survei tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, yang dihubungi terpisah, menilai, pengembangan usaha mungkin dilakukan pelaku usaha dengan memanfaatkan peluang yang tersedia.
Namun, peluang yang ada cenderung bersifat jangka pendek karena belum stabilnya situasi kesehatan dan ekonomi. Rencana mengubah konsep bisnis awal atau diversifikasi pun cenderung berat dilakukan pengusaha saat ini.
”Kalau pengembangan bisnisnya ekstrem, artinya perlu sumber daya manusia baru, butuh modal tambahan dan investasi. Misal, saya punya usaha properti, lalu beralih jadi bisnis kesehatan. Ini bukan perkara gampang,” ujarnya.
Agar pelaku usaha mendapat kepastian untuk mengembangkan bisnis jangka panjang, menurut dia, pengendalian penyakit pandemi saat ini harus lebih serius dilakukan oleh semua pihak.
Pendapat yang sama diutarakan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Menurut dia, pemerintah harus lebih serius dan fokus menurunkan grafik pertambahan kasus positif Covid-19 dengan membuat regulasi dan koordinasi antardaerah yang baik.
Adapun sektor usaha yang bisa tumbuh positif setidaknya pada triwulan III-2020, yakni sektor telekomunikasi, pertanian, jasa keuangan, pendidikan, pendidikan, dan jasa lainnya. Sementara itu, sektor pariwisata atau usaha lain yang mengandalkan mengumpulkan orang diprediksi lebih lama pulih.