Penyerapan anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan masih minim ketika nelayan dan pembudidaya terimpit situasi akibat pandemi Covid-19. Peran negara diperlukan agar penyerapan anggaran lebih cepat dan tepat sasaran.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi IV DPR meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan mengakselerasi penyerapan anggaran tahun 2020. Di tengah pandemi Covid-19, kondisi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam kian terimpit.
Permintaan itu disampaikan dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/9/2020). Per 11 September 2020, penyerapan anggaran KKP tercatat Rp 2,76 triliun atau 54,44 persen dari pagu tahun ini, yakni Rp 5,08 triliun. Tahun depan, pagu anggaran KKP dialokasikan Rp 6,65 triliun.
Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor kelautan dan perikanan hingga 7 September 2020 tercatat Rp 560,3 miliar. Pada tahun 2019, total realisasi PNPB sektor kelautan dan perikanan sebesar Rp 756,77 miliar.
Dalam rapat itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berhalangan hadir karena sakit. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Aryo Hanggono serta Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Kelautan dan Perikanan Artati Widiarti juga berhalangan hadir karena sakit.
Ketua Komisi IV DPR Sudin menyatakan, Indonesia masih dicekam pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah perlu membantu nelayan, pembudidaya ikan, petambak, pengelola dan pemasaran hasil perikanan, serta masyarakat pesisir agar bisa bertahan. Bantuan, antara lain, melalui program penyangga dan pemulihan ekonomi, seperti bioflok, pakan ikan mandiri, pendingin, bantuan kapal, dan alat tangkap.
Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar menyatakan, pihaknya berupaya mempercepat realisasi penyerapan anggaran, terutama untuk belanja barang. Meski demikian, dalam sisa waktu empat bulan, anggaran diprediksi tidak bisa terserap seluruhnya. ”(Penyerapan diperkirakan) hanya 92 persen, kemungkinan tidak bisa 100 persen,” katanya.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golkar, Budhy Setiawan, mengemukakan, nelayan masih berkutat di sektor produksi dan sulit mengakses pasar. Dampaknya, nilai tukar nelayan tidak bergerak di kisaran 103-104. Oleh karena itu, produksi perlu diperkuat dan nelayan didekatkan aksesnya ke pasar.
”Pandemi Covid-19 masih akan berlangsung sampai tahun 2021. Pemerintah perlu mengalihkan anggaran nonprioritas, seperti perjalanan dinas, untuk fokus memperkuat usaha nelayan dan pembudidaya, produksi dan akses hilirisasi berupa teknologi kepada nelayan,” ucapnya.
Tak menyentuh
Secara terpisah, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menyatakan, nelayan telah mengalami impitan ekonomi sejak sebelum pandemi Covid-19. Ekonomi nelayan sangat bergantung pada tengkulak karena minimnya akses permodalan dan pemasaran. Modal nelayan semakin habis dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
”Nelayan makin sulit bertahan akibat tekanan pasar dan kebutuhan domestik. Jangan biarkan nelayan terpuruk makin dalam karena akan berdampak pada gangguan produksi,” katanya.
Sementara itu, lemahnya sistem pendataan menyebabkan banyak nelayan kecil tidak terdata dalam kartu nelayan. Tak sedikit nelayan kesulitan mengakses bantuan pemerintah di tengah pandemi. Sejumlah stimulus yang digulirkan KKP dinilai belum menyentuh kebutuhan dasar nelayan.
Riza menambahkan, stimulus dan bantuan sosial pemerintah harus lebih merata dengan pembenahan data. Mekanisme bantuan juga harus memudahkan nelayan untuk mengakses bantuan tersebut. Dari sisi produksi, pemerintah perlu memastikan pasokan bahan bakar minyak lebih mudah dan ada terobosan akses pembiayaan.